Dari kalian semua, saya sangat yakin, ada banyak sekali yang setuju atau paling tidak pernah setuju dengan judul di atas. Pelajaran sejarah adalah pelajaran yang membosankan, tidak jelas, dan tidak penting juga. Kita hidup hari ini dan masa depan, kenapa harus selalu mengulik peristiwa di masa lalu.
Orang bijak pernah berkata, untuk menghadapi masa depan, manusia harus belajar dari kesalahan masa lalu, dari pengalaman.
Seharusnya demikian, tetapi pelajaran sejarah di negeri ini belum mampu menyentuh ke ranah yang sedemikian tinggi nya itu. Jangankan membuat manusia belajar dari kesalahan, membuat manusia mengerti apa kesalahannya saja masih belum sepenuhnya berhasil. Sudah bertahun lama nya saya memendam pemikiran ini, tetapi baru menemukan jawabannya setelah perbincangan singkat dengan seorang guru SD pada pameran foto candi bersama komunitas beberapa waktu yang lalu.
Hari itu, saya datang setelah berkunjung ke Madakaripura. Wisata alam yang terkenal itu, yang sering kali dihubungkan dengan Mahapatih Gajah Mada itu. Saya kira karena di dunia para pecinta sejarah dan budaya yang selalu digaungkan adalah tempat moksa nya Mahapatih Gajah Mada yang tersohor berhasil mempersatukan Nusantara, maka suasana di lokasi tentu akan sangat sakral. Tetapi semangat saya berujung kecewa, wisata alam itu hanya terasa wisata alam tanpa terasa sedikitpun upaya penghormatan kepada alam.
Para wisatawan lokal maupun mancanegara bebas bersenda gurau, berpakaian terbuka, berteriak -- teriak, di lokasi yang mungkin dulunya dianggap sangat penting dan harus dihormati itu. ah, kenapa hal ini bisa terjadi? Tidakkah mereka mengerti bahwa alam itu harus dihargai? Kenapa dalam pengembangan wisatanya tidak ada upaya menanamkan nilai -- nilai penghargaan terhadap alam yang menyediakan air yang melimpah, udara yang segar, selain kalimat di papan --yang entah dibaca atau tidak---yang berbunyi "Buanglah Sampah Pada Tempatnya".
Dengan perasaan campur aduk, saya pun melanjutkan perjalanan ke Sidoarjo untuk menjaga stand pameran bersama teman -- teman komunitas yang bertujuan memperkenalkan sejarah dan peninggalan sejarah yang ada di Sidoarjo ke masyarakat. Menjelang malam, ada seorang guru SD yang bertanya kepada saya, apa pentingnya belajar sejarah? Apa pentingnya anak -- anak kecil memahami sejarah? Mereka hidup untuk masa depan, bukan masa lalu. Ketika saya jawab pertanyaan tersebut dengan bahasa filosofis, guru tersebut kembali bertanya, kalau dari peninggalan sejarah yang ada di Sidoarjo, misalnya Candi Pari, apa yang bisa dipelajari anak -- anak? Manfaatnya apa? Saya yang waktu itu masih kelelahan lahir dan batin setelah dari Madakaripura, tentu saja agak sedikit jengkel dengan pertanyaan yang seperti ini.
Seorang guru yang masih harus mempertanyakan arti penting dari sebuah sejarah, bertanya kepada seseorang yang sudah jelas sangat menggandrungi sejarah, saya mencoba berpikiran positif kalau beliau hanya sedikit menguji saya. Sedikit saya paparkan tentang kecanggihan teknologi yang sudah mampu dicapai oleh orang -- orang dari abad ke-13 Masehi. Lalu beliau bertanya, Mbaknya bisa bilang seperti itu berarti mbak sudah pernah belajar? Dengan tersenyum saya menjawab, "Saya memang dari Pendidikan Sejarah." Dan percakapan itu berakhir dengan senyum plus saling mengucap terima kasih.
Masuk ke bagian inti dari  unek -- unek saya. Jadi begini gaes, setelah pengamatan ngalor ngidul, ternyata memang banyak yang menganggap sejarah itu tidak penting untuk dipelajari. Kenapa? Karena yang mereka ketahui selama ini hanyalah sejarah itu belajar tentang tahun peristiwa, peristiwa yang terjadi, dan peninggalan yang tersisa. Hanya itu gaes. Diulang dan diulang dari SD, SMP, hingga SMA. Beberapa orang baru menemukan betapa indahnya sejarah justru ketika mereka masuk lebih dalam, mengulik lebih dalam, hingga mampu berkata "Pendahulu kita ternyata ya sama saja".
Tahukah kalian gaes, ketika belajar sejarah pra-aksara, yang isinya hanya batu dan tulang belulang yang menjadi fosil, yang menarik itu bukan tentang bagaimana tulang menjadi batu atau bagaimana batu dihantamkan batu hingga berubah menjadi alat serpih. Tetapi pemahaman manusia dari jaman pra-aksara untuk bisa bertahan hidup menghadapi alam yang masih sepenuhnya liar hingga mulai munculnya konsep kepercayaan untuk pertama kalinya, adalah hal yang sangat menarik untuk dikupas. Bahwa pemaknaan menhir itu tidak hanya sebatas pemujaan terhadap sebuah batu yang ditegakkan. Bahwa konsep menhir itu merupakan konsep pemujaan kepadqa Dzat Tunggal yang menciptakan semesta raya. Bahwa konsep feminisme dan maskulinitas di era itu masih belum muncul karena pemikiran tentang penciptaan masih sesederhana konsep "Satu Yang Tunggal".
Sederhana, tapi di masa sekarang manusia berburu untuk belajar tentang pemahaman itu hingga ke pelosok dunia. Kenapa hal -- hal itu tidak pernah diceritakan di pelajaran sejarah di sekolah? Sederhana, karena tidak dituntut dalam kurikulum.
Tahukah kalian gaes, ketika belajar sejarah hindu -- budha, yang isinya hanya candi, prasasti, dan gelar raja yang sedemikian panjang dan rumit, ada hal lain yang justru sangat penting untuk dipelajari? Di era di mana bisa dikatakan pengaruh dari negeri -- negeri asing tidak sebanyak di era berikutnya, kita sebenarnya disuguhkan pada drama -- drama perang saudara yang tidak pernah terputus?
Di era ini bukan hanya kita belajar siapa pendiri kerajaan A, atau siapa yang memberontak terhadap kerajaan B, kita disuguhkan dengan pengetahuan bahwa negeri yang sedemikian besar itu bisa hancur dengan perang saudara, dengan perang perebutan kursi kekuasaan. Belum lagi dari sisi pemahaman spiritual. Seperti kenapa candi itu harus dibagi menjadi tiga tingkatan, atau kenapa lingga yang ada di Indonesia itu berbeda dengan lingga yang ada di India.
Adakah yang mengajarkan bahwa tiga tingkatan itu melambangkan pencapaian manusia di dunia, bukan hanya persoalan alam kandungan, alam dunia, dan alam roh. Bahwa pencapaian alam roh yang sering kali digambarkan sebagai suwung itu merupakan salah satu local genius yang dimiliki oleh bangsa ini? Bahwa lingga yang menggabungkan tiga entitas trimurti menjadi satu adalah perwujudan Dzat Tunggal yang menciptakan segalanya?
Bicara tentang teknologi,ketika pembelajaran lapangan ke candi -- candi, pernahkah seorang guru meluangkan waktu untuk menjelaskan bagaimana candi itu dibangun? Bahwa candi itu dibangun dengan teknik -- teknik yang sedemikian tinggi yang menunjukkan bahwa orang -- orang dari abad sekian itu juga memiliki teknologi pengolahan batu yang luar biasa canggih? Kenapa yang demikian ini tidak pernah diajarkan di sekolah? Karena memang tidak dituntut kurikulum, --dan mungkin juga gurunya tidak tau--.
Dari dua era itu saja sudah sangat jelas kenapa sejarah selama ini sering dianggap tidak penting. Karena memang hal -- hal yang penting tidak pernah diajarkan. Salah siapakah? Apa salah guru? Apa salah kurikulum? Ataukah kesalahan ini ada pada cara berfikir masyarakat selama ini yang selalu menganggap bahwa hal -- hal semacam ini merupakan ilmu tuwek (ilmu tua).
Pemikiran bahwa mempelajari hal -- hal yang demikian itu abot sanggane (berat untuk menyangganya). Akibatnya, pemahaman -- pemahaman jenius dari masa -- masa lalu, yang sebenarnya masih terus diwariskan hingga di masa kerajaan Islam, mulai berhenti diperkenalkan, mulai berhenti diajarkan, hingga akhirnya akan hilang ditelan oleh gemerlap jaman.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H