Mohon tunggu...
Lanlan
Lanlan Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Hobby Berenang

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

DR Riwanto Tirtosudarmo: Papua Butuh Keadilan

20 Mei 2022   15:27 Diperbarui: 20 Mei 2022   15:43 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ahli demografi politik, Dr Riwanto Tirtosudarmo menilai bahwa pemerintah Indonesia keliru dalam menangkap aspirasi rakyat Papua akan keadilan. Dirinya juga menyampaikan bahwa rakyat Papua membutuhkan keadilan, dan kebutuhan itu tidak dapat digantikan dengan kesejahteraan.

 Hal itu disampaikan Dr Riwanto Tirtosudarmo dalam diskusi publik, "Imajinasi Orang Papua Sebagai Bangsa (Melanesia)" yang diselenggarakan daring oleh Pusat Riset Kewilayahan Badan Riset dan Inovasi Nasional atau BRIN, pada Kamis (19/5/2022).

Riwanto mengatakan Papua membutuhkan keadilan, lantaran selama ini tidak ada kejujuran dari Indonesia untuk mengakui persoalan yang terjadi di Tanah Papua.

Bukan hanya itu saja, Riwanto mengatakan bahwa adanya rasa tidak percaya dan rasa takut dari pemerintah terhadap permasalahan yang terjadi di Papua.

Lebih lanjut Riwanto menyatakan ada rasa tidak percaya dan rasa takut dari pemerintah terhadap permasalah yang terjadi di Papua. Akibatnya, pemerintah tidak merespon tuntutan keadilan yang disuarakan orang Papua, dan terus mewacanakan masalah kesejahteraan sebagai solusi bagi persoalan Papua.

"Rasa tidak jujur dan rasa tidak berani untuk menghadapi kenyataan yang ada di Papua. Itu yang harus secara jujur dihadapi [Indonesia]. Kita tidak bisa membohongi diri untuk melihat kenyataan itu seolah-olah tidak ada masalah di Papua," ujarnya.

Riwanto menegaskan pasca Pepera 1969, realitas politik terbukti tidak menjadikan Indonesia rumah baru yang aman dan nyaman bagi Orang Asli Papua. Hal itu membuat keinginan orang Papua untuk menentukan nasibnya sendiri sebagai bangsa Papua itu ibarat api di dalam sekam.

"Jadi, fakta sejarah [Pepera] itu harus dibuka. Yang mereka [Papua] inginkan bukan kesejahteraan atau kemakmuran, melainkan keadilan," katanya.

Berbicara dalam diskusi yang sama, aktivis perempuan dari GARDA Papua, Esther Haluk menyatakan orang Papua tidak akan memiliki masa depan selama bersama Indonesia. Hingga kini suara-suara untuk memisahkan Papua dari NKRI semakin kencang, digencarkan oleh kalangan muda Papua.

Haluk menyatakan orang Papua tidak memiliki masa depan bersama Indonesia lantaran masyarakat Papua terus diperlakukan secara tidak adil. Haluk mencontohkan aparat penegak hukum yang selalu mencurigai orang Papua, termasuk orang Papua yang menyuarakan masalah pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Papua atau menggalang bantuan bagi korban pengungsi konflik bersenjata di Papua.

Aktivitas mereka bahkan kerap dibubarkan aparat keamanan. "Saya terlibat dalam penggalangan bantuan untuk pengungsi Nduga dan pengungsi di tempat lain. Tetapi, ketika kami menggalang bantuan, polisi justru datang dan tanya kepada kami 'kenapa buat bantuan atau mengkoordinir bantuan, tidak ada pengungsian di Papua'," ujarnya.

Haluk menyatakan negara berusaha mengisolasi persoalan Papua dengan menyangkal berbagai kasus kekerasan yang terus terjadi di Tanah Papua. "Itu jadi masalah, dan kami sedang diajarkan, diyakinkan bahwa kekayaan kami yang diinginkan, tetapi orang Papua tidak diinginkan. Dalam pandangan kami, generasi muda [Papua], tidak ada masa depan orang Papua dalam bingkai NKRI," katanya.

Haluk menyatakan selama ruang demokrasi orang Papua dibungkam, pelanggaran HAM tidak diselesaikan, dan perlakuan rasis terus terjadi, orang Papua akan semakin meyakini bahwa Papua memang harus berdiri sebagai bangsa sendiri. "Realita itu semakin menguatkan iman kami [orang Papua], bahwa kami tidak boleh berada dalam  Indonesia," ujarnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun