Mohon tunggu...
Wulan Asmi Nurapipah
Wulan Asmi Nurapipah Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia

Kp.Boregah Rt02/Rw09 Desa Cilampunghilir Kecamatan Padakembang Kabupaten Tasikmalaya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengenal Lebih Dekat 7 Unsur Kebudayaan Suku Betawi

12 Desember 2023   20:35 Diperbarui: 12 Desember 2023   20:52 2003
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sebagai manusia yang berakal dan berbudi tentunya tidak pernah lepas dengan sesuatu hal yang bernama budaya. Budaya secara etimologi berasal dari bahasa sansekerta, kata buddhayah merupakan sebuah bentuk jamak dari kata buddhi yang berarti akal dan budi. Sehingga budaya adalah sesuatu hal yang diciptakan berdasarkan akal dan budi manusia. Menurut Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi kebudayaan merupakan hasil dari sebuah karya, rasa, dan cipta oleh masyarakat. 

Menurut Koentjaraningrat setiap kebudayaan memiliki unsur-unsur yang universal. Maksud dari universal adalah bahwa setiap kebudayaan pasti memiliki unsur-unsur tersebut. Koentjaraningrat berpendapat bahwa kebudayaan terbagi menjadi 7 unsur universal yaitu sistem bahasa, sistem pengetahuan, sistem sosial, sistem peralatan dan teknologi, sistem mata pencaharian, sistem religi, dan kesenian. Oleh karena itu suku Betawi yang merupakan sebuah kelompok masyarakat yang telah tinggal di suatu tempat yang sama dengan waktu yang singkat pasti memiliki kebudayaan.

Sejarah Suku Betawi 

Betawi merupakan sebuah suku atau etnik yang berada di Jakarta. Suku betawi sudah ada jauh sebelum Jan Pieterszoon Coen membakar kota Jayakarta sekitar tahun 1916 an dan mendirikan sebuah kota yang bernama Batavia. Menurut sejarawan Sagiman MD, penduduk Betawi sudah di tempat itu (Jakarta) sejak masa Neolitikum yakni sekitar 1500 SM. Berdasarkan beberapa pendapat dari para ahli, diperoleh fakta berdasarkan bukti sejarah, baik berupa dokumen maupun artefak arkeologi. Secara umum, para ahli sepakat bahwa etnis Betawi adalah suku yang lahir dari percampuran berbagai suku yang berasal dari kepulauan Indonesia bahkan bangsa-bangsa seperti Portugis, India, Cina, Arab, Belanda dan sebagainya.

Ketiga periode, yaitu periode Sriwijaya , Kerajaan Sunda dan Islam , memang dapat dikatakan dasar terbentuknya fondasi masyarakat Betawi sudah ada. Hanya saja saat itu istilah Betawi belum pernah digunakan. Penduduk setempat menyebut orang Sunda Kalapa , yang kemudian berganti namanya menjadi Jayakarta dengan istilah "Wong Jakarta/orang Jakarta". Mengenai istilah “Betawi” mulai muncul pada periode dimana kekuasaan Kolonial berada di Jakarta. Di bawah pemerintahan kolonial, Jakarta berganti nama menjadi Batavia. Masyarakat atau orang Sunda yang wilayahnya dekat dengan Batavia menyebut orang Batavia dengan orang Betawi, hal itu dapat dimengerti karena lidah orang Sunda sulit untuk mengatakan Batavia. Dari penyebutan itulah lambat laun dikenal istilah Betawi untuk menyebut penduduk Batavia. Secara logika penyebutan nama suatu komunitas dimulai oleh masyarakat terlebih dahulu baru kemudian terekam dalam suatu dokumen. 

Dalam kasus penyebutan Betawi ini, logika tersebut dapat diterapkan. Pada tahun 1644 , penyebutan orang Betawi secara tertulis pertama kali ditemukan pada sebuah dokumen berupa surat wasiat Nyai Inqua. Nyai Inqua mengatakan bahwa salah satu pembantu perempuan yang ada di rumahnya adalah orang Betawi. Berdasarkan sumber sejarah berupa dokumen inilah, ternyata telah dikenal istilah "orang Betawi" pada saat itu. Setelah mengetahui sejarah suku Betawi mari kita melihat sedikit 7 unsur kebudayaan suku Betawi. 

7 Unsur Kebudayaan :

1. Bahasa

Bahasa Betawi termasuk salah satu bentuk dialek bahasa Melayu. Keistimewaannya adalah mudah digunakan untuk berkomunikasi dengan suku-suku bangsa lain yang paham bahasa Indonesia. Bahasa Betawi merupakan hasil pembauran bahasa-bahasa antar suku dan dipengaruhi unsur bahasa asing (Arab, Belanda, Portugis, Inggris, dan Cina). Bahasa Melayu dialek Nusa Kalapa telah dipergunakan di Jakarta paling tidak sejak abad ke-10. Bahasa Melayu dialek Jakarta atau Bahasa Betawi ini terdapat kosakata yang tergolong "Betawi Kawi", yang dipengaruhi oleh bahasa Melayu Polinesia dan bahasa Kawi-Jawi. Bahasa Betawi yang dipergunakan sejak abad ke-10, mendapat pengaruh dari bahasa Portugis mulai abad ke-16. Pada awalnya Bahasa Melayu digunakan oleh orang-orang atau penduduk asli Jakarta dan menjadi dasar bahasa Indonesia. Mudah sekali berbaur dengan bahasa Indonesia karena banyak persamaan antara keduanya, sehingga sering pula disebut bahasa Indonesia dialek Jakarta. Perbedaan utamanya hanya pada ucapan sejumlah kata-kata yang pada kedua bahasa itu belum ada padanannya. Umumnya penduduk Betawi asli mengucapkan bunyi a menjadi e, misalnya Abah =Abe, Ada =Ade, Saja =Saje, dan lainnya, yang banyak dipengaruhi oleh bahasa Arab, bahasa Cina, bahasa Jawa, dan bahasa Sunda.

2. Sistem Pengetahuan

Orang-orang Betawi dahulu belajar di beberapa sekolah seperti; Sekolah Desa (Volksschool), Schakelschool (Sekolah Sambungan), MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) setingkat SLTP, HIS (Hollands Inlandse School), ELS (Europese Lagere School), HBS (Hogere Burgerschool), AMS(Algemeen Middelbare School), STOVIA ( School tot Opleiding van Inlandsche Artsen),selain sekolah-sekolah tersebut ada pula sekolah Islam. Sekolah Islam mulai dari madrasah ibtidaiyah, sekolah arab atau sekolah melayu. Pendidikan tradisional juga diterapkan dalam keseharian, misalnya ngeloni anak supaya cepat tidur, mengajari anak-anaknya iqro’, pendidikan setelah akil baligh, sampai kepada pendidikan lanjut yang tingkatannya lebih sulit seperti mempelajari ilmu-ilmu di dalam kitab kuning. Pelajaran ini biasanya terkait dengan ilmu al-quran, ilmu kalam, ilmu tauhid, ilmu fiqih,kisah nabi, nahwu-shorof, akhlak dan lain sebagainya.

3. Sistem Organisasi

Pada tahun 1930 suku Betawi masyarakat Betawi masih menjadi mayoritas dan merupakan penduduk inti di Jakarta dan bodetabek (Solemanto:16). Dengan arus urbanisasi sebagai akibat Jakarta menjadi ibukota pada tahun 1960-an suku Betawi menjadi minoritas. Menurut catatan 1961, suku Betawi tinggal 22,9% dari 2,9 juta penduduk Jakarta. Mereka banyak yang tergusur ke luar Jakarta, khususnya wilayah Tangerang, Depok, Bekasi dan Bogor. (Solemanto, 2009, 16) Forum Betawi Rempug merupakan salah satu organisasi masyarakat terbesar di Jakarta.Memasuki era reformasi Fadloli El Muhir yang merupakan pendiri FBR melihat kondisi di daerah-daerah di Indonesia yang dikuasai oleh putra daerah masing-masing baik dalam pemerintahan maupun dalam ekonomi, hal ini bertolak belakang dengan Betawi, hak-hak tersebut dirampas. Pada perkembangannya Fadloli El Muhir Pada tahun 2001 mengumpulkan para ulama, tokoh-tokoh Betawi agar orang Betawi bisa seperti suku-suku lain di Indonesia. Beberapa tokoh muda Betawi menggagas dibentuknya suatu wadah yang menampung dan memperjuangkan aspirasi masyarakat Betawi, berasaskan Islam serta berdasarkan Al-Quran, As Sunnah,Pancasila dan UUD 1945 yang kemudian dikenal dengan nama Forum Betawi Rempug FBR sebagai wadah perjuangan masyarakat Betawi untuk memperjuangkan hak-haknya yang selama ini tertindas, baik secara struktural maupun kultural.FBR lahir di tengah komunitas sosial masyarakat yang ”heterogen” di Ibu Kota Negara Jakarta, karena seluruh suku bangsa berinteraksi dalam gerak masyarakat yang cepat, oleh karenanya, kemajemukan yang menjadi ciri khas penduduk Jakarta Harus menjadi aset utama dalam pembangunan ekonomi dan pembangunan moral.Semangat heroisme yang ditanamkan dalam setiap anggota FBR oleh Kyai Fadloli selaku ketua umum FBR tidak hanya secara verbal, tetapi juga secara artikulatif. Hal ini terlihat dari atribut yang dikenakan oleh anggota FBR, dimana organisasi ini memiliki seragam kebesaran yaitu; pakaian hitam dengan sarung melingkar di leher dan golok yang terselip di pinggang. Pakaian kebesaran tersebut mirip seperti jawara. Melalui transformasi nilai-nilai heroisme inilah kerempugan di kalangan FBR tercipta dan makin diperhitungkan di Jakarta. Sehingga FBR direpresentasikan sebagai organisasi etnis yang memiliki cita-cita untuk menjadi pahlawan bagi etnisnya, yang dalam bahasa Betawi disebut ‘Jawara’ (Karomah, 2004).

4. Sistem Mata Pencaharian dan Ekonomi

Seperti yang kita ketahui Betawi dibagi menjadi dua, yaitu Betawi Tengah (Betawi Kota) dan Betawi Pinggiran,yang pada masa pemerintahan Hindia Belanda disebut Betawi Ora. Berdasarkan Geografis, etnik Betawi dibagi menjadi Betawi Tengah (Kota), Betawi Pesisir, dan Betawi Pinggir (Udik/Ora). Betawi Tengah memiliki kondisi ekonomi yang dinamis. Kebanyakan masyarakat Betawi Tengah ini bermata pencaharian pebisnis, keuangan, pariwisata, dan perhotelan. Betawi Udik atau Ora pada umumnya bermata pencaharian sebagai pedagang dan petani.

5.  Sistem Peralatan dan Teknologi Suku Betawi

Sistem peralatan suku Betawi mencakup berbagai aspek kehidupan sehari-hari,termasuk peralatan rumah tangga, alat-alat tradisional, dan elemen-elemen lain yang memainkan peran penting dalam kehidupan masyarakat Betawi. Seperti rumah, peralatan rumah tangga, alat pertanian seperti cangkul, pakaian adat, senjata tradisional seperti keris dan golok, lalu alat transportasi tradisional seperti becak dan delman.

6. Sistem Religi 

Mayoritas masyarakat Betawi menganut agama Islam, terutama Sunni. Namun,unsur-unsur kearifan lokal dan tradisi-tradisi adat juga tetap kuat dalam kehidupan sehari-hari mereka. Dalam praktik keagamaan, masyarakat Betawi mengikuti ajaran Islam dengan melaksanakan ibadah lima waktu, puasa selama bulan Ramadhan, dan menjalankan kewajiban agama lainnya. Meskipun demikian, keunikan budaya Betawi Tercermin dalam perayaan-perayaan dan ritual-ritual khas yang mencampurkan unsur-unsur Islam dengan tradisi lokal. Selain Islam, terdapat juga pengaruh kepercayaan animisme dan dinamisme yang bersumber dari kearifan lokal. Beberapa tradisi adat Betawi mengandung unsur-unsur spiritual dan kepercayaan pada roh nenek moyang. Misalnya, dalam upacara pernikahan tradisional Betawi, seringkali terdapat elemen-elemen simbolis yang melibatkan kepercayaan kepada kekuatan gaib. Penting Untuk dicatat bahwa keberagaman dalam sistem religi suku Betawi dapat tercermin dalam praktik-praktik keagamaan sehari-hari, seperti tradisi ngabuburit (menunggu waktu berbuka puasa) yang dilakukan bersama-sama di kampung atau kawasan tertentu. Selain Itu, warisan budaya Betawi yang beragam juga mencakup seni pertunjukan, musik, dan kuliner yang memberikan warna khas pada kehidupan masyarakat setempat.Dengan demikian, sistem religi suku Betawi adalah campuran harmonis antara ajaran Islam, kearifan lokal, dan tradisi adat yang bersama-sama membentuk identitas kultural yang unik di tengah megapolitan Jakarta.

7. Kesenian 

Seperti yang kita ketahui betawi memiliki banyak kesenian diantaranya seni tari, rumah adat, beladiri, pakaian adat, rumah adat, musik dan pertunjukan.

  • Seni Tari : tari topeng, tari cokek, tari gitek balen, dan tari lenggang nyai.
  • Rumah Adat : rumah kebaya, rumah panggung, rumah joglo, rumah gudang.
  • Pakaian Adat : kebaya encim, baju sadariah.
  • Beladiri Pencak Silat 
  • Kesenian Musik : tanjidor, gambang kromong. 
  • Seni Pertunjukan : ondel-ondel dan lenong.


 






Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun