Setelah itu, kami menuju Rumah Utama untuk mengikuti rangkaian upacara penyambutan. Kami disambut oleh Bapak Benjamin dan di alih bahasakan oleh abang Lian penduduk asli Wae Rebo.Â
Kami disuguhkan dengan kopi asli Wae Rebo, sangat nikmat sambil memandangi rumah-rumah adat yang tersusun secara setengah melingkar menghadap pemakaman di atas bukit.
Jika kalian hendak bermalam di desa Wae Rebo, kalian harus membayar uang penginapan sebesar Rp. 325,000/orang/malam (sudah dapat makan)
Sekilas sejarah  tentang Wae Rebo
Kampung adat Wae Rebo sudah ada sejak 1.200 tahun silam. Waktu kami berkunjung, penduduk Wae Rebo  di sana merupakan generasi ke 20, 1 generasi sama dengan 60 tahun. Â
Rumah adat ini berbentuk kerucut yang dikenal sebagai Rumah Adat Mbaru Niang. rumah adat di Ddsa Wae Rebo hanya berjumlah 7 rumah dengan 1 rumah utama sebagai rumah penyambutan untuk para tamu yang berwisata ke Wae Rebo.Â
Terdapat 8 Kepala Keluarga di rumah utama, dan 6 Kepala Keluarga di 6 rumah lainnya. Tahun baru di desa Wae Rebo diadakan setiap tahun sekitar tanggal 15-17 November, biasanya terdapat tarian adat, musik, dan berbagai acara menarik lainnya.Â
Seperti yang saya tulis sebelumnya, sebelum kami memasuki desa kami diwajibkan untuk memukul kentongan sebagai pertanda ada tamu yang datang.Â
Setelah itu, kami tidak boleh mengambil gambar/video sebelum kami melakukan ritual di rumah utama. Di rumah utama, kami disambut oleh Bapak Benjamin dan Abang Lian sebagai penerjemah.Â
Dalam ritual, kami juga dibacakan doa agar kami selamat dan aman selama berada di Kampung Adat Wae Rebo. Selesai ritual di rumah utama, kami resmi menjadi masyarakat Wae Rebo selama kami ada di sana.
Barang wajib yang harus dibawa ke Wae Rebo:
1. Sepatu/sandal gunung
2. Powerbank