Delapan belas tahun setelah kejatuhan rezim Soeharto, perkembangan dunia kewartawanan berkembang pesat. Dulu hanya wartawan saja yang dapat mewartakan/mengabarkan suatu berita. Dulu hanya media cetak, stasiun televisi dan radio serta media lain, yang disetujui oleh pemerintah saja yang dapat mengabarkan berita secara broadcast kepada masyarakat. Sekarang zaman sudah berubah, semua orang bisa menyebarkan berita kepada siapa saja, melalui media blog. Mencoba menulis serius untuk paragrap pembuka.
Jadi agak geli ketika ada orang yang mengatakan bahwa kejadian anu tidak diliput oleh media. Padahal, blog adalah media juga. Blog dikatakan juga bukan media mainstream? Hellow? Blog itu bisa dibaca sepanjang punya kuota internet, mbak. Dari Saudi Arabia sampai Korea Utara, blog bisa dibaca jika tersambung jaringan internet.
Memang ada beberapa organisasi kewartawanan di Indonesia, seperti Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Aliansi Jurnalis Independet (AJI), dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI). Namun organisasi pengisi blog atau blogger belum ada. Paling banter, komunitas blogger. Padahal, peran blogger dan wartawan itu beda tipis. Khususnya blogger yang fokus pada citizen journalism.
Mudahnya membuat konten yang hanya berupa tulisan dan foto, menjadikan ngeblog adalah aktifitas yang mengasyikkan. Apalgi didukung dengan blog yang gak ribet kayak kompasiana, ngeblog seharian di rumah bukan lah hal yang membosankan. Malah berasa piknik. Cukup iklan tulisan saya yang dulu. Kembali ke topik.
Nge-blog adalah salah satu wujud kebebasan berekspresi. Mungkin nanti bisa menjadi salah satu Hak Asasi Manusia. Namun apalah artinya kebebasan jika tidak ada tanggung jawabnya. Ketika sebuah data yang diterima oleh blogger, yang kemudian diolah menjadi informasi untuk dituliskan di blognya, haruslah informasi itu bermanfaat. Berguna untuk kepentingan umum. Seperti misalkan, bagaimana cara memperbaiki komputer, memelihara lele, ataupun informasi lainnya.
Dewasa ini, ketika membagikan infomasi dari blog begitu cepatnya, bisa lewat sosmed, aplikasi pengiriman pesan, atau media lainnya, validitasnya tergantung kepada blogger. Keterbukaan informasi seperti kotak pandora, berisi semua hal-hal yang baik dan yang tidak. Saya jadi ingat dulu ketika masih jamannya milist, ketika itu tulisan hoax ada. Dari milist yang satu disebar ke milist yang lainnya. Ketika itu orang masih perlu mengetik nama milist yang akan dituju.Â
Berbanding terbalik dengan sekarang, cukup tekan tombol bagikan maka semua yang ada di daftar pertemanan kita dapat melihatnya. Bahkan parahnya, hoax yang bukan berbahasa Indonesia juga diterjemahkan. Kurang kerjaan banget. Hoax dibungkus dengan cerita agama buat yang masuk sorga, dibungkus dengan kesehatan buat yang gak ingin kena kanker dan biasanya nih dibungkus dengan teori konspirasi buat membuka wawasan.
Hoax dan Alasan membuatnya
Apasih manfaatnya membuat berita hoax? Biasanya motif ekonomi. Secara gak langsung yah itu. Menjatuhkan merk tertentu, ujung-ujungnya biar orang-orang beralih ke merk A, kan itu udah ekonomi. Menaikkan trafik blog penyebar hoax, yang pada akhirnya iklan meningkat. Dibuat lah blog yang ingin orang baca, bukan apa yang sebenernya terjadi. Banyak orang yang seneng ekonomi Indonesia hancur, maka dibuatlah blognya. Isinya utang Indonesia meroket, rupiah turun, komunis bangkit, banyak WNA masuk ke Indonesia. Informasi itu benar, namun tidak utuh. Itulah hoax.
Ketika dikatakan bahwa rupiah turun, tidak disebutkan trennya. Tiap minggu rupiah naik dan turun. Itu faktanya, namun tidak digambarkan secara menyeluruh. Diplintir lah istilah halusnya. Banyak yang seperti itu. Jangankan ucapan pejabat, ucapan presiden ajah diplintir. Mending cucian ajah dah yang diplintir. Biar cepat kering.
Kejadian Hoax di Batam
Kejadian yang dialami sendiri oleh saya adalah ketika ada organisasi pemerintah di pulau Batam yang ingin dibubarkan. Organisasi yang telah berdiri sejak tahun 1971 dan pernah dikepalai oleh B.J. Habibie itu, gak ada hujan dan gak ada petir tiba-tiba ingin dibubarkan. Isu ini bukan hanya sekali berhembus. Organisasi yang juga pernah dikepalai oleh Ibnu Sutowo dan J.B. Sumarlin itu sudah berkali-kali ingin dibubarkan, dan tahun 2016 itu lah yang paling heboh.
Sebagai warga Batam saya melihat ada beberapa masalah, dan yang paling signifikan adalah masalah tanah yang berbeda dengan daerah lain di Indonesia. Batam secara geopolitik adalah ujung tombak Indonesia dalam mengangkat ekonomi kawasan sekitar. Karena merupakan daerah yang berbatasan langsung dengan Singapura dan Malaysia. Sudah sepatutnya Batam berada dalam tanggung jawab pemerintah pusat. Dibawah kepemimpinan BP Batam yang baru, organisasi yang dulu diberi nama Otorita Batam, melakukan berbagai terobosan guna menggeliatkan lagi kemudahan investasi di Batam.