Mohon tunggu...
Wira. S. Lukman
Wira. S. Lukman Mohon Tunggu... Freelancer - Pencinta Indonesia

Manusia Indonesia Yang Merdeka

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kolom Kebebasan untuk Golput

3 Januari 2014   22:32 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:11 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Fakta dan fenomena Pilpres 2009 dengan jumlah pemilih golput di atas 20% dari seluruh jumlah pemegang hak pilih, adalah tugas dan tantangan besar yang mengusik daya pikir saya sebagai seorang warganegara, karena pemilu adalah satu-satunya hak rakyat untuk menentukan Presiden dan wakil Presidennya yang secara konstitusi hanya sekali dalam setiap 5 tahun Dengan optimisme yang merupakan nama depan saya, maka akhirnya lahirlah juga pemikiran "kolom kebebasan untuk golput" dalam upaya untuk mencari solusi bagi pilpres 2014 terhadap fakta dan fenomena golput pada pilpres 2009. Golput sendiri adalah golongan masyarakat yang memiliki hak pilih sah dalam pemilu yang tidak mau / tidak dapat menggunakan hak pilihnya pada saat proses pemilu itu berlangsung yang di sebabkan oleh berbagai sebab atau alasan. Hari ini konstitusi kita menyatakan bahwa capres dan cawapres adalah tokoh yang dapat di ajukan oleh parpol yang mendapatkan >20 % suara dalam pemilihan anggota legistatif. Lalu bagaimanakah dengan tokoh-tokoh yang sebenarnya merupakan capres dan cawapres pilihan "BEBAS" dari rakyat pemegang hak pilih.? Saya ingin mengilustrasikan kondisi golput dilihat dari konstitusi kita saat ini seperti para anggota keluarga yang sedang berkumpul di sebuah meja makan dalam sebuah acara makan malam bersama. Menu makanan yang tersaji di meja makan adalah makanan-makanan olahan yang terbuat dari daging, sementara beberapa dari anggota keluarga yang hadir pada acara makan malam tersebut adalah kelompok vegetarian. Secara keseluruhan, saya tidak bermaksud untuk menyatakan bahwa pilihan tokoh-tokoh yang disajikan oleh konstitusi kita adalah pilihan-pilihan yang tidak baik, sama seperti makanan yang terbuat dari daging tersebut tersebut tetapi lebih menunjukkan bahwa ada hal dalam makna LUBER yang di kandung dalam pemilu yang dilanggar yaitu kebebasan, karena dengan "pemilihan tokoh pemimpin" secara khusus yang diatur oleh konstitusi kita membuat adanya tokoh-tokoh pemimpin masyarakat yang dikehendaki dipilih oleh pemilih, kehilangan peluang untuk dipilih, begitu juga rakyat yang memiliki hak pilih, berpeluang untuk "menolak" dengan bentuk menjadi golput karena mereka tidak memiliki pilihan untuk dipilih yang sesuai dengan keinginannya. Kondisi ini belum termasuk bahwa komposisi pasangan yang diusung oleh konstitusi adalah sesuai dengan keinginan masyarakat, karena seyogyanya dipilih untuk mengemban tugas sebagai pemimpin adalah kewajiban bagi seluruh warganegara Indonesia. Dan hari ini melalui media ini, saya mendeklarasikan untuk mengusung solusi bagi golput untuk menggunakan hak pilihnya untuk memilih capres dan cawapres pilihannya dengan menggunakan cara "kolom kebebasan untuk golput." Selanjutnya dengan dukungan dari anda sekalian, gagasan ini akan saya bawa ke forum diskusi yang lebih besar lagi yaitu di ILC tv_one dimana saya akan mengundang berbagai pihak yang berkompeten untuk merumuskan gagasan ini menjadi aturan konstitusi yang sah dalam uu pemilu negara kita, termasuk juga saudara Abraham samad sebagai saksi hidup yang merasakan kemenangan dari hasil "pemilu" yang menggunakan metode tulisan nama sebagai "suara" kemenangannya. Mari kita songsong pemilu 2014 dengan berpijak pada kata LUBER sebagaimana mestinya, Biarlah rakyat memilih pemimpinnya sesuai dengan pilihannya dengan sebebas-bebasnya, Iwan fals, Anies baswedan, Jokowi, Abraham samad atau tokoh-tokoh lainnya, biarlah juga mereka sebagai warganegara dapat merasakan makna seutuhnya dari sila ke 5 dari Pancasila, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, MERDEKA.!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun