Mohon tunggu...
Achmad Wissangeni
Achmad Wissangeni Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

menulis buku

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Urgensi Pencatatan Pekawinan dalam Hukum Perdata Islam Indonesia dan KHI

29 Maret 2023   23:00 Diperbarui: 29 Maret 2023   23:08 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

1.Hukum Perdata Islam di Indonesia adalah cabang hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang Muslim berdasarkan prinsip-prinsip hukum Islam menurut kontrak, perjanjian, hibah, wasiat, perkawinan, perceraian, warisan dan hukum keluarga lainnya. Hukum privat Islam ini mengacu pada Hukum Syariah Islam, yang berakar pada Al-Quran, Hadits dan prinsip-prinsip hukum Islam yang dikembangkan melalui sejarah dan tradisi Islam. 

Di Indonesia, KUHPerdata Islam ini berlaku bagi warga negara Indonesia yang beragama Islam dalam hal  perkawinan, perceraian, pewarisan, wasiat dan perjanjian hibah. 

Hukum Perdata Islam 1. Indonesia memiliki peran penting dalam kehidupan umat Islam di Indonesia, karena memberikan dasar hukum yang jelas dan kokoh untuk menyelesaikan berbagai masalah hukum yang berkaitan dengan kehidupan mereka sehari-hari. Sebagai  negara berpenduduk mayoritas Muslim, Indonesia sangat mementingkan penegakan hukum perdata Islam sebagai sarana untuk mencapai keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat Muslim. 

2. Asas perkawinan dalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang Penyusunan Perkawinan dan  Hukum Islam (KHI) memuat hal-hal sebagai berikut: 

a. Kesepakatan Para Pihak Perkawinan harus diakhiri berdasarkan kesepakatan para pihak. Kontrak harus dibuat secara sukarela, bukan karena paksaan. 

b. Kebebasan memilih pasangan hidup Memilih pasangan hidup harus didasarkan pada kebebasan  memilih. Artinya, setiap orang berhak  memilih pasangan hidup sesuai dengan keinginan dan kriteria masing-masing. 

c. Persyaratan agama Pernikahan harus disimpulkan sesuai dengan persyaratan agama  para pihak. Dalam hal ini, agama Islam memiliki aturan-aturan khusus yang harus diikuti, seperti wali nikah, mahar, saksi, dll. 

d. Legalitas pernikahan Pernikahan sah hanya  jika dilakukan oleh dua orang yang telah memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam hukum dan agama mereka. Misalnya syarat umur, adanya wali nikah, syarat kesehatan dll. 

e. Monogami Dalam Islam, pernikahan hanya diperbolehkan antara satu pria dan satu wanita (monogami). Oleh karena itu, kesimpulan dari perkawinan poligami hanya diperbolehkan dalam kondisi tertentu yang diatur oleh undang-undang 

f. Perlindungan  hak dan kepentingan para pihak Hukum dan agama juga melindungi hak dan kepentingan pasangan. Misalnya hak waris, hak asuh anak, hak pemeliharaan dan lain-lain. 

g. Pembatasan pernikahan antara kerabat dekat Perkawinan  antara kerabat dekat (seperti  saudara kandung atau  sepupu) dilarang dan bahkan dilarang oleh hukum dan agama. Hal ini dilakukan untuk mencegah risiko penyakit genetik yang bisa diturunkan ke anak. 

3.  Pencatatan perkawinan menurut saya sangat penting karena berimplikasi penting dari segi sosiologis, agama dan hukum. Berikut adalah beberapa alasan mengapa pencatatan pernikahan sangat penting: 

a. Sosiologis 

Mendaftarkan pernikahan dapat membantu menjaga keutuhan keluarga dan mempererat hubungan antar anggota keluarga. Pencatatan perkawinan memudahkan keluarga untuk mendapatkan hak-hak yang seharusnya, seperti warisan dan hak asuh anak. Selain itu, pencatatan perkawinan dapat membantu mencegah perkawinan anak dan perkawinan tidak sah. 

b. Religius 

Pencatatan perkawinan juga sangat penting dalam konteks agama, khususnya Islam. Hal ini karena dalam Islam, perkawinan merupakan perbuatan agama yang harus dilakukan dengan sepengetahuan dan persetujuan kedua belah pihak serta harus dilakukan secara sah dan dicatatkan. Pencatatan perkawinan juga penting untuk menjaga hak-hak yang harus dimiliki oleh laki-laki dan perempuan dalam Islam. 

c. Yuridis 

Pencatatan perkawinan mempunyai akibat hukum yang sangat penting. Dengan mencatatkan perkawinan, pasangan memperoleh hak-hak yang berkaitan dengan status perkawinan, seperti warisan, asuransi, dll. Selain itu, pencatatan perkawinan juga penting dilihat dari segi perlindungan hukum pasangan suami istri, khususnya dalam kaitannya dengan perceraian. Kegagalan untuk mendaftarkan pernikahan memiliki dampak negatif yang serius. Secara sosiologis, keluarga tidak dapat menggunakan hak yang seharusnya dimilikinya. Perkawinan yang tidak tercatat dianggap tidak sah dalam konteks agama dan dapat menimbulkan masalah hukum dan sosial di masyarakat. Dari segi hukum, suami istri tidak dapat memperoleh hak-hak yang seharusnya dimiliki sebagai suami istri dalam perkawinan yang sah, dan hal ini dapat menimbulkan masalah mengenai hak waris, hak asuransi, dan lain-lain. Oleh karena itu, pencatatan perkawinan sangat penting untuk menjaga keutuhan keluarga, mempererat hubungan antar anggota keluarga dan melindungi hak-hak suami istri. 

4. Menurut Syafi, pernikahan wanita hamil  sah jika ada kesepakatan bersama dan harus memenuhi syarat pernikahan yang sah seperti jumlah saksi yang cukup, mahar, wali dll. Hal ini sesuai dengan peraturan KHI. Sebaliknya, menurut  Hanafi, seorang wanita hamil tidak dapat menikah jika kehamilannya belum diketahui  sebelum akad. Jika kehamilannya baru diketahui setelah akad, maka perkawinannya batal demi hukum.Pendapat ulama lain, seperti mazhab Malik dan Hambali, juga berbeda pendapat tentang perkawinan wanita hamil. Namun pada umumnya mereka sepakat bahwa perkawinan  hamil  sah jika memenuhi syarat-syarat perkawinan yang sah. Tidak ada ketentuan dalam PPI itu sendiri yang secara khusus berlaku bagi perkawinan ibu hamil. Namun Pasal 11 KUHAP mengatakan bahwa mempelai wanita  harus menyediakan wali untuk pernikahan, mahar dan saksi yang cukup. 

5. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menghindari perceraian, antara lain: 

a. Komunikasi yang baik antar mitra. 

b. Menjaga hubungan yang harmonis dan saling mendukung. 

c. Berkomitmen untuk saling menyembuhkan. 

d. Menyelesaikan masalah dengan cara yang baik dan dewasa. 

e. Hindari perilaku yang dapat merusak hubungan. 

f. Membangun kepercayaan dan rasa aman. 

g. Dapatkan dukungan dari keluarga dan teman. 

6. Buku Hukum Perdata Islam Indonesia Dr. Beni Ahmad Saebani M.Si., Dr. Syamsul Falah, M.Ag. Buku ini membahas  ruang lingkup hukum perdata Islam di Indonesia, membahas sebab-sebab dan tata cara lahirnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, membahas asas-asas hukum Islam tentang waris, hibah dan hibah. Inspirasi saya  buku ini memberikan materi yang komprehensif tentang hukum perdata  Indonesia yang telah menjadi hukum. Buku ini memberikan banyak manfaat dan motivasi bagi para pembacanya untuk mengetahui sistem peraturan hukum yang ada di Indonesia.

Nama : Achmad Wissanggeni

NIM : 212121128

Prodi / Kelas : HKI 4D

Materi Ujian : HUKUM PERDATA ISLAM INDONEISA

TES TENGAH SEMESTER GENAP

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun