3. Pencatatan perkawinan menurut saya sangat penting karena berimplikasi penting dari segi sosiologis, agama dan hukum. Berikut adalah beberapa alasan mengapa pencatatan pernikahan sangat penting:Â
a. SosiologisÂ
Mendaftarkan pernikahan dapat membantu menjaga keutuhan keluarga dan mempererat hubungan antar anggota keluarga. Pencatatan perkawinan memudahkan keluarga untuk mendapatkan hak-hak yang seharusnya, seperti warisan dan hak asuh anak. Selain itu, pencatatan perkawinan dapat membantu mencegah perkawinan anak dan perkawinan tidak sah.Â
b. ReligiusÂ
Pencatatan perkawinan juga sangat penting dalam konteks agama, khususnya Islam. Hal ini karena dalam Islam, perkawinan merupakan perbuatan agama yang harus dilakukan dengan sepengetahuan dan persetujuan kedua belah pihak serta harus dilakukan secara sah dan dicatatkan. Pencatatan perkawinan juga penting untuk menjaga hak-hak yang harus dimiliki oleh laki-laki dan perempuan dalam Islam.Â
c. YuridisÂ
Pencatatan perkawinan mempunyai akibat hukum yang sangat penting. Dengan mencatatkan perkawinan, pasangan memperoleh hak-hak yang berkaitan dengan status perkawinan, seperti warisan, asuransi, dll. Selain itu, pencatatan perkawinan juga penting dilihat dari segi perlindungan hukum pasangan suami istri, khususnya dalam kaitannya dengan perceraian. Kegagalan untuk mendaftarkan pernikahan memiliki dampak negatif yang serius. Secara sosiologis, keluarga tidak dapat menggunakan hak yang seharusnya dimilikinya. Perkawinan yang tidak tercatat dianggap tidak sah dalam konteks agama dan dapat menimbulkan masalah hukum dan sosial di masyarakat. Dari segi hukum, suami istri tidak dapat memperoleh hak-hak yang seharusnya dimiliki sebagai suami istri dalam perkawinan yang sah, dan hal ini dapat menimbulkan masalah mengenai hak waris, hak asuransi, dan lain-lain. Oleh karena itu, pencatatan perkawinan sangat penting untuk menjaga keutuhan keluarga, mempererat hubungan antar anggota keluarga dan melindungi hak-hak suami istri.Â
4. Menurut Syafi, pernikahan wanita hamil  sah jika ada kesepakatan bersama dan harus memenuhi syarat pernikahan yang sah seperti jumlah saksi yang cukup, mahar, wali dll. Hal ini sesuai dengan peraturan KHI. Sebaliknya, menurut  Hanafi, seorang wanita hamil tidak dapat menikah jika kehamilannya belum diketahui  sebelum akad. Jika kehamilannya baru diketahui setelah akad, maka perkawinannya batal demi hukum.Pendapat ulama lain, seperti mazhab Malik dan Hambali, juga berbeda pendapat tentang perkawinan wanita hamil. Namun pada umumnya mereka sepakat bahwa perkawinan  hamil  sah jika memenuhi syarat-syarat perkawinan yang sah. Tidak ada ketentuan dalam PPI itu sendiri yang secara khusus berlaku bagi perkawinan ibu hamil. Namun Pasal 11 KUHAP mengatakan bahwa mempelai wanita  harus menyediakan wali untuk pernikahan, mahar dan saksi yang cukup.Â
5. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menghindari perceraian, antara lain:Â
a. Komunikasi yang baik antar mitra.Â
b. Menjaga hubungan yang harmonis dan saling mendukung.Â