Rentang waktu satu tahun satu bulan ini, saya menghadiri reuni teman-teman SMP, SMA dan PT (Perguruan Tinggi). Reuni SMP sudah beberapa kali diadakan, namun tahun ini adalah yang paling banyak pesertanya, banyak yang belum pernah bertemu sejak hari kelulusan, yaitu 41 tahun yang lalu. Reuni SMA dan PT juga demikian, banyak teman yang belum pernah bertemu lagi sejak berpisah, yaitu berturut-turut 37 dan sekitar 30 tahun yang lalu.
Semakin lama tidak bertemu sudah tentu semakin rindu. Pertemuan dengan teman-teman SMP lebih dirindukan. Kami penasaran dengan wajah-wajah yang diperkirakan sudah berubah. Ada yang gelisah dan tidak dapat tidur menjelang hari H. Benar saja, banyak yang pangling, tidak mengenali jika tak menyebut nama.
Teman SMP yang dahulu lebih tinggi, sekarang bisa lebih pendek. Teman SMP yang dahulu lebih kecil, sekarang bisa lebih besar. Teman SMP yang dahulu kurang prestasinya, sekarang sudah Doktor atau punya jabatan yang membanggakan.
Teman SMA dan PT masih mudah dikenali wajah dan tinggi badannya, hanya perawakan dan kondisinya yang berubah, makin gemuk, rambut beruban atau botak.
Teman SMP yang dahulu bertempat tinggal kira-kira seluas kecamatan itu, banyak yang berasal dari SD yang sama, sehingga interaksi pertemanannya bisa antara 3 sampai 9 tahun. Sedangkan teman SMA yang radius tinggalnya satu kota/kabupaten itu, interaksinya kebanyakan sekitar 3 tahun. Teman-teman PT yang berasal dari seluruh Indonesia, interaksinya tergantung lamanya kelulusan, antara 5 sampai dengan 9 tahun.
Masa SMA kata orang adalah masa paling indah, masa remaja penuh canda ria dan percintaan. Demikianlah masa itu, Â ada yang berlanjut ke mahligai rumah tangga. Teman PT pun lebih intens dalam percintaan, sehingga lebih banyak menemukan dambaan hati.
Melalui grup WA, saya baru tahu jika ada teman SMP yang saling menyukai, namun tidak berlanjut menjadi pasutri, maklumlah sebatas cinta monyet yang uang saku saja masih ndremis, meminta-minta kepada orangtuanya.
Kesepakatan sudah diambil untuk meninggalkan atribut pangkat dan jabatan selama reuni, semua egaliter. Namun, tak bisa ditutup-tutupi jika sudah ngobrol secara personal.Â
Profesi teman-teman SMP lebih banyak variasinya, ada yang menjadi pengusaha swasta, guru, dosen, pengacara, TNI, Polri, lurah, dsb. Teman SMA lebih sedikit variasinya, misalnya pengusaha swasta, dosen, dokter, insinyur, pengacara, manajer, TNI, Polri, dsb. Teman-teman PT lebih spesifik profesinya sesuai jurusan studi yang diambilnya. Karena teman-teman PT saya dari teknik, maka banyak yang berhubungan dengan keteknikan termasuk menjadi dosen jurusan teknik, tak mungkin menjadu dokter ataupun pengacara. Sedikit teman SMA yang menjadi TNI atau Polri, mereka masuk melalui pendidikan atau wajib militer. Kebetulan tak ada teman PT yang menjadi TNI atau Polri.
Menganalisa dari profesi, penghasilan rata-rata teman-teman SMP saya di bawah rata-rata teman SMA ataupun PT. Sedang teman SMA dan PT hampir seimbang. Bukan kesengajaan, bila panitia reuni menetapkan iuran/ biaya reuni SMP lebih rendah ketimbang SMA, biaya reuni SMA lebih rendah ketimbang PT. Dan... Saya meyakini tinggi rendahnya penghasilan tidak berbanding lurus dengan kebahagiaan.Â
Meski dari penghasilan hampir seimbang, namun reuni SMA berdasar pilihan kesepakatan diadakan di kota asal sekolah. Sedangkan reuni PT diadakan beda kota dan beda propinsi. Itulah yang menyebabkan perbedaan besaran iuran.
Beda besaran iuran, beda pula jenis sajian kulinernya. Kuliner reuni SMP lebih banyak menyajikan makanan tradisional yang lebih variatif dan murah namun luar biasa nostalgik.
Dari segi kesehatan, baik teman SMP, SMA dan PT yang usianya rata-rata sama dengan saya (sebagian sudah pensiun kerja), banyak yang mulai sakit-sakitan, bahkan sebagian sudah mendahului menghadapNya. Topik pembicaraan pun didominasi dengan hal-hal pencegahan dan penyembuhan penyakit serta tips hidup sehat.
Teman-teman SMP lebih banyak yang sudah mempunyai cucu ketimbang SMA maupun PT.
Tentang keakraban, sudah tentu teman-teman SMP lebih tinggi tingkatannya. Ini tidak berarti diskriminatif, tetapi bisa dimaklumi karena tingkat interaksi yang lama (bahkan ada yang dahulu teman sepermainan) dan tingkat kerinduan yang tinggi.
Hal yang sama dari ketiga reuni itu adalah keinginan berjumpa/bersilaturahmi, sambil menengok teman yang sakit dan mengenang yang sudah tiada.
Hal sama lainnya  adalah  tidak ada yang menyinggung tentang SARA, bahkan tak terpikir sama sekali, semuanya adalah teman-teman sekolah, bukan teman politik yang rawan perselisihan dan perpecahan.
Menurut Epicurus, filsuf Yunani, teman adalah kekayaan. Jika saya hitung berdasar jumlah anggota yang masuk grup WA, maka teman SMP berjumlah 77 orang, SMA 106 orang dan PT 59 orang. Jadi total kekayaan saya dari 3 sekolah itu sejumlah 242 orang. Berapa teman Anda?
Kalau dikonversikan ke rupiah, kira-kira sebesar 242 desilium (x 10 pangkat 33) rupiah, yang tak mungkin disaingi oleh kekayaan negara mana pun di dunia, dan percayalah kemungkinan yang bisa menyaingi hanyalah Anda. (Depok, 212-2018)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H