[caption id="attachment_168575" align="alignleft" width="300" caption="Memperingati Maulid Nabi di Kantor @Dok Pribadi"][/caption]
Tersebutlah di sebuah negeri yang tidak mengenal Allah, Tuhan Yang Maha Petunjuk (Al-Haadi). Seorang anak minta ijin kepada ayahnya untuk menikahi seorang wanita. Setelah ayahnya melihat foto yang ditunjukkan, dalam kekagetan berkata: “Jangan Nak! itu saudaramu, ibunya simpanan ayah, tapi ssttt… jangan bilang-bilang sama ibumu ya!” Anakpun menurut.
Di lain waktu, sang anak mengajukan pilihan yang lain dengan menunjukkan foto kekasihnya. Sang ayah lagi-lagi terkejut dan berkata: “Jangan Nak! Itu juga saudaramu, ibunya simpanan ayah, tapi ssttt… jangan bilang-bilang sama ibumu ya!” Anaknya merasa kecewa namun tetap menurut.
Ketiga kali sang anak mengajukan calonnya, tetap saja ayahnya terkejut dan berkata: “Jangan Nak! itu masih saudaramu juga, ibunya simpanan ayah, tapi ssttt… jangan bilang-bilang sama ibumu ya!”. Namun, kali ini sang anak tidak mematuhi perintah ayahnya, tetap ingin menikahi wanita itu dan melaporkan kepada ibunya.
Ketika menghadap, ibunya dengan tenang berkata: “Ya, ibu mendukungmu, tak apa-apa kamu menikahinya. Sebetulnya kamu juga bukan anak ayahmu, tapi ssttt… jangan bilang-bilang sama ayahmu ya!”
Demikianlah cerita penutup dari Pak Ustadz yang mengisi acara menyambut Maulid Nabi Muhammad SAW – 12 Rabiul Awal 1433 H di kantor kami, pada Rabo, 1 Februari 2012 minggu lalu. Menegaskan rasa terima kasih kepada Nabi Muhammad yang melaluinya Allah berkenan memberi petunjuk, berupa peraturan-peraturan (hukum Tuhan) yang mengatur hidup umat Islam agar selamat di dunia dan akhirat. Salah satunya berkaitan dengan cerita di atas, adalah peraturan perkawinan dan siapa saja yang halal dinikahi.
QS An Nisa’ ayat 23:
Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang,
Dalam kitab suci Al-Quran mengandung peraturan-peraturan yang sangat jelas, termasuk sanksinya jika melanggar. Saya perhatikan hal-hal yang prinsip dan bisa membuat masalah (debatable) jelas-jelas disebutkan. Namun hal-hal yang sudah jelas, remeh-temeh tidak tercantum di dalam Al-Quran.
Contoh lainnya adalah peraturan yang mengatur tentang warisan. Tetangga saya yang mempunyai dua anak perempuan tidak menerima (ngeyel) ketika saya beri tahu, bahwa menurut QS An Nisa’ ayat 11-12, jika ia meninggal, maka ada ahli waris/kerabat lainnya yang berhak. Menurutnya, selama ini rumah dan hartanya adalah dari usaha sendiri, ia tak rela jika hartanya dibagi-bagi kepada selain istri dan anak-anaknya. Jika tetangga saya yakin dengan hukum Allah, seharusnya tak perlu ragu, karena kerabat yang menerima warisannya tetap mempunyai kewajiban mengurus anak-istrinya.
QS An Nisa’ ayat 11:
Allah mensyari`atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bahagian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfa`atnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
QS An Nisa’ ayat 12:
Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari`at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun.
Pada ayat di atas sudah jelas pembagiannya. Tentang besarnya pembagian, orang Jawa (yang saya tahu) mempraktekkan dengan istilah segendong-sepikulan. Namun, ada komunitas tertentu yang hukum adatnya lebih diutamakan meski jelas-jelas melanggar ayat-ayat Allah di atas.
Terlepas dari hukum adat dan negara (Indonesia), sebagai orang Islam tentu saja diharapkan mengamalkan apa yang sudah ditentukan dalam Al-Quran dan menjauhi larangannya. Kepada tetangga saya itu, saya hanya meminta ia memilih saja, mau mengikuti atau tidak, selalu ada kosekuensinya. Konsekuensinya juga sudah jelas tertera pada QS An-Nisa ayat 13 dan 14.
QS An Nisa’ ayat 13:
(Hukum-hukum tersebut) itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allah. Barangsiapa ta`at kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah kemenangan yang besar.
QS An Nisa’ ayat 14:
Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan.
Itu adalah sebagian warisan berharga yang ditinggalkan oleh Nabi Muhammad SAW, tokoh panutan umat Islam. Menunjukkan rasa terima kasih atas warisan yang utuh diterima itu, maka seringnya umat Islam bershalawat. Ya Allah, limpahkanlah rahmat dan salam atas junjungan kami Nabi Muhammad dan sanak keluarganya. Amin. (Depok, 5 Februari 2012)
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Kepada yang merayakan:
SELAMAT MERAYAKAN MAULID NABI MUHAMMAD SAW
12 Rabiul Awal 1433 H – 5 Februari 2012 M
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H