Mohon tunggu...
WS Thok
WS Thok Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Lahir di Jawa-Timur, besar di Jawa-Tengah, kuliah di DI Yogyakarta, berkeluarga dan tinggal di Jawa-Barat, pernah bekerja di DKI Jakarta. Tak cuma 'nguplek' di Jawa saja, bersama Kompasiana ingin lebih melihat Dunia.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kebiasaan Buruk Karyawan Ekspatriat

24 Februari 2014   11:06 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:31 4330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

[caption id="attachment_324241" align="aligncenter" width="498" caption="Just Ilustrasi - Dok Pribadi"][/caption]

Tak etis mencatat keburukan seseorang apalagi menyebarluaskan. Cukup sekedar diingat secara pribadi, itupun jika perlu. Namun, berbeda jika terhadap suatu komunitas atau (suku) bangsa lainnya. Tak ada salahnya mengetahui stereotip, kebiasaan umum atau adat istiadat komunitas atau (suku) bangsa itu, lebih-lebih jika kita akan atau sering berinteraksi dengan mereka. Kita bisa belajar dari kebiasaan mereka, sehingga tak terlalu kaget dan bisa mengambil sikap yang bijaksana terhadap hal-hal yang menurut kita kurang baik. Tentu saja tetap mengambil manfaat dari nilai-nilai kebaikan dan keunggulan yang mereka miliki. Selain itu, tulisan ini sebagai pemenuhan janji saya untuk menyeimbangkan terhadap tulisan sebelumnya,"Kebiasaan Buruk Karyawan Indonesia".

Mengetahui stereotip, adat istiadat dan kelakuan umum suatu komunitas atau (suku) bangsa sudah sering ditulis di media massa atau buku-buku. Saya teringat buku-buku catatan budaya hasil penelitian pakar antropolog Prof Dr Koentjaraningrat yang mengupas tentang suku bangsa-suku bangsa di Indonesia. Beliau mengungkapkan adat tradisi dan nilai-nilainya. Sejujurnya, saya sekedar ingat bukunya, namun lupa secara tepat isinya. Yang jelas, soal menulis tentang (suku) bangsa lain, saya sekedar mengekor saja.

Selama karir bekerja, saya sering berinteraksi dengan para ekspatriat dari beberapa negara. Namun, yang paling intens adalah dengan ekspatriat India dan Jepang. Dari kedua bangsa itu ada sifat atau kebiasaan umum yang baik dan buruk, setidak-tidaknya dari pandangan kami, sesama karyawan.

Saya perlu mengumpulkan pendapat dari teman kerja yang juga sering berinteraksi dengan ekspatriat itu agar yang saya kemukakan ini mempunyai dasar dan tak terlalu subyektif. Terima kasih kepada teman-teman saya yang telah memberi masukan, dan masih berharap koreksi atau masukan dari para pembaca. Berikut adalah beberapa masukan tentang karyawan ekspatriat India. Mereka mempunyai steorotipe atau kebiasaan umum:

·NATO, no action talk (twitter) only.

·Suka berdebat kusir yang tak jelas.

·Tidak mau mengakui kalau salah dalam berargumen

·Kerja tidak terjadwal dengan baik, apapun yang diminta atasan "by today", saat itu juga, (bahasa Surabaya: sak deg sak nyet)

·Suka menggunakan bahasa mereka jika ingin ngrasani kita, atau ada info penting untuk kelompok mereka

·Suka membesar-besarkan (blow-up) kesalahan orang lain

·Penuh perhitungan jika menyangkut pengeluaran. Banyak cerita dari para sopir kantor tentang majikannya yang dirasanya pelit.

·Suka menginterupsi dan sulit diinterupsi. Jika berbicara seolah-olah tanpa titik dan tanpa mengambil nafas, sehingga sulit untuk disela.

·Coffe break (di luar istirahat siang) mereka berlama-lama, sehari bisa lebih dari dua kali

·Suka ngeles/menghindar dari tanggung jawab, suka mengaku-aku yang baik-baik adalah hasil pekerjaannya, yang jelek berusaha dilemparkan kepada karyawan lain.

Hal baik dari ekspatriat India adalah lafal bahasa Inggrisnya yang jelas, sehingga bermanfaat bagi karyawan domestik untuk meningkatkan ketrampilan mendengar (listening) dan berbicara (speaking). Dalam hal penulisan (writing), kita masih bisa bersaing.

Berbeda dengan ekspatriat Jepang yang mempunyai habit umum sebagai berikut.

* Jika berargumen, hampir selalu didukung dengan data dan fakta yang valid.

* Perencanaan pekerjaan sangat baik, teliti dan tercatat

* Pekerja keras, bertanggung jawab dan disiplin tinggi

*Loyalitas tinggi terhadap perusahaan, pekerjaan adalah utama, mengalahkan kepentingan lain, termasuk kepentingan keluarga.

Kebiasaan buruk karyawan ekspatriat Jepang bisa dihitung dengan jari, salah satu yang menonjol adalah suka meremehkan (under estimate) orang lain. Konon, orang Jepang merasa lebih unggul terhadap bangsa yang pernah dijajahnya. Namun, merasa minder terhadap bangsa yang pernah mengalahkannya, seperti Amerika Serikat (CMIIW). Meski demikian, derivat atau turunan dari (terlanjur mempunyai) sifat meremehkan itu bisa banyak, antara lain:

·Tak mudah menerima ide atau masukan dari karyawan domestik, jika terpaksanya menerima, perlumenunggu waktu hingga si pemberi masukan sudah lupa, tak sportif mau mengakui bahwa itu ide orang lain.

·Berbuat diskriminasi. Saya pernah mengoreksi pekerjaan karyawan jepang, namun ia ngotot tak mau disalahkan. Tetapi setelah dikoreksi atasannya yang Nihong jin dan hasilnya sama dengan koreksian saya, ia bisa menerima.

·Agak sombong, merasa diri yang paling baik. Kami mengakui standar prosedur kerja mereka memang lebih baik, namun jika milik kami dijelek-jelekkan hanya karena kurang lengkap, kan sakit hati juga.

·Kurang ramah, berlagak tak kenal. Padahal jika di negerinya sangat ramah dan menghormati tamu. Di negerinya mereka mempunyai "Empat Prinsip Kerja" (Kodo Yon Gensoku) yaitu: bersuara keras, bergerak sigap, memberi salam terlebih dahulu daripada orang lain, dan melakukan segalanya (pekerjaan) dengan ceria. Saya tak tahu penyebab tak diaplikasikannya prinsip kerja itu terhadap rekan kerja yang berbeda bangsa.

·Tak mudah percaya kepada orang lain, apalagi jika saat pertama kali dikenalnya orang itu kemampuannya kurang baik, akan dianggap seperti itu seterusnya.

·Suka menghina. Sudah tentu dari merasa diri lebih unggul, jika tanpa kontrol, maka akan mudah menghina kepada bawahannya yang dianggap kurang unggul.

Ekspatriat Jepang mudah meremehkan, lebih dimungkinkan karena sebagian besar karyawan domestik mempunyai kebiasaan buruk yang memang pantas diremehkan, seperti yang pernah saya ceritakan di tulisan sebelumnya. Pada dasarnya mereka akan respek/menaruh hormat kepada karyawan yang mempunyai etos kerja baik. Jika tak ingin diremehkan, salah satu cara adalah kita harus bisa menunjukkan etos kerja yang baik dan menjadi sakhaijin, orang dewasa (yang memahami, menerapkan aturan dan menjunjung tinggi hukum dan norma yang berlaku) menurut pandangan mereka.

Ada hal lain yang menjadi kendala kurang bisa berdekatan secara fisik terlalu lama dengan para ekspatriat itu. Baik ekspatriat India maupun Jepang sama-sama mempunyai bau badan yang kurang cocok untuk saraf hidung orang Indonesia, (entah bau badan kita bagi mereka). Boleh jadi akibat dari kebiasaan orang India yang suka makanan dengan bumbu atau rempah-rempah yang beraroma kuat menyengat. Mungkin juga kebiasaan memakai minyak kelapa sebagai minyak rambutnya. Semula saya tidak percaya masih ada kebiasaan pemakaian minyak kelapa meski sudah banyak dijual minyak rambut yang lebih wangi, namun seorang teman India memberitahu kalau di negerinya hal itu masih menjadi kebiasaan sehari-hari.

Boleh jadi karena harganya yang murah, maka minyak kelapa dipakai sebagai minyak rambut seperti jaman kakek nenek kita dulu. Rupanya ada jenis minyak rambut lain yang lebih murah lagi, bahkan gratis. Saya pernah melihat tayangan di televisi, dalam acara "Ripley's Believe It or Not", di India, seorang karyawan dengan pakaian rapi di tengah perjalanan berhenti untuk "meminyaki", tepatnya mengguyur rambutnya di bawah semprotan seekor sapi yang lagi pipis. Maklum, menurut kepercayaan komunitas Hindu India, sapi dianggap hewan suci. Bisa saja demi kepraktisan sekaligus menjaga nilai religius, kencing sapi disimpan dalam botol sebagai minyak rambut untuk kebutuhan sehari-hari.

Tentang bau badan orang Jepang lain lagi. Mungkin akibat pengaruh kebiasaan mandi sekali sehari, makan ikan mentah dan minum bir. Bersama teman, saya pernah mendapatkan pengalaman nyata selama tiga bulan bekerja di Jepang. Di pagi hari saat berangkat kerja naik kereta, bau badan mereka masih lumayan wangi. Namun, saat pulang kerja di petang hari, bau badan mereka seperti (maaf) bau feces jika kita kebanyakan makan pepaya. Teman saya saking tak tahan, perlu turun di stasiun mana saja untuk sekedar ambil nafas, sebelum melanjutkan perjalanannya kembali.

Kebiasaan buruk lainnya para ekspatriat (tak hanya orang India dan Jepang) adalah suka lupa mengguyur urinoir setelah pipis, boro-boro mencuci perkututnya. Selesai buang hajat, ngeloyor begitu saja. Saya pernah menegur ekspatriat dari Italia, "Please cleaning!" Ia malah bengong. Wah, saya baru ngeh, sepertinya perintahnya kurang pas, lebih tepatnya kan "Please flushing!". Soal cleaning/mencuci perkutut kan bukan domain saya, kenapa saya mencampuri urusan orang, hehehe... Maafin ya Mas Valentino Rossi!

Terus terang saya tak berharap tulisan ini dibaca (jika mengerti) oleh si doi, para ekspatriat obyek pembicaraan. Tak ada gunanya bagi mereka selain ketersinggungan. Saya pun mengerti tidak semua ekspatriat mempunyai kebiasaan buruk seperti di atas, selalu saja ada kekecualian. Pun kebiasaan buruk itu bukan hanya monopoli karyawan ekspatriat saja, kita pun bisa saja memilikinya.

Karena sudah menjadi kebiasaan, maka sulitlah untuk mengubahnya. Hal paling mudah untuk bisa menerimanya adalah dengan "reframing", anggap saja itu kelakuan lucu Mr. Bean, yang meski berbadan orang dewasa tetapi kelakuannya masih seperti anak kecil, tak perlu dirasakan dengan segenap perasaan.

Di kalangan kami sering ada pertanyaan, pilih "join" (jongos India) atau "joni" (jongos nipon/jepang)? Hampir dipastikan akan ditanggapi dengan senyum yang penuh arti ketimbang dengan jawaban langsung. Kalau boleh memilih sih, saya pribadi lebih suka "join", namun bukan India melainkan jongos Indonesia. Ya, memang lebih enak jika menjadi jongos dari majikan bangsa sendiri, sambil berpikir dan menghimbau untuk naik kelas menjadi dijongosi bangsa lain, menjadi majikan di negeri sendiri! (Depok, 24 Februari 2014)

Tulisan terkait:

* Kebiasaan Buruk Karyawan Indonesia

* Menjadi TKI di negeri sendiri

* Marah kepada PM Jepang

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun