Mohon tunggu...
Rafli WardanaAlamsyah
Rafli WardanaAlamsyah Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa Universitas Indonesia

Common Person

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kolonialisme Sarana Pluralisme?

4 April 2024   09:57 Diperbarui: 4 April 2024   09:57 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada 7 Oktober 2023, Hamas (Nasionalis Palestina) melakukan penyerangan sebagai bentuk perlawanan tidak terprediksi Israel. Sebagai balasan dari serangan Hamas, Israel terus melakukan penyerangan  secara langsung dan tidak langsung di daerah Gaza hingga hari ini. Israel memutus jaringan internet, listrik, air bersih, dan semua kebutuhan warga sipil Gaza. Pasukan Israel juga menyerang secara membabi buta fasilitas kesehatan, masjid, gereja, dan pemukiman sipil. Jika dilakukan komparasi, perbandingan korban jiwa antara Palestina dan Israel sebesar 6:1 dengan total korban tewas dari kedua negara berjumlah lebih dari 10.000 orang.

The Origin

Konflik ini dimulai pada 2 November 1917, ketika Menteri Luar Negeri Inggris, Arthur Balfour menuliskan surat  agar pemerintah Inggris mendirikan bangsa untuk orang Yahudi di Palestina. Surat ini dikenal sebagai Deklarasi Balfour yang berhasil mendorong Eropa menjanjikan gerakan Zionis di wilayah Arab Palestina. Mandat Inggris itu berlangsung dari 1923 hingga 1948. Dalam kurun waktu tersebut, Inggris memfasilitasi migrasi massal orang Yahudi karena pergerakan Nazi sebelum dan setelah perang dunia kedua.

Deklarasi Balfour tidak memisahkan wilayah orang Arab (Palestina) dengan orang Yahudi secara eksplisit, tetapi membentuk sebuah framework yang berkontribusi terhadap migrasi orang Yahudi, dikenal sebagai Peristiwa Nakba. Melalui Deklarasi Balfour, demografi Palestina berubah drastis dan mengakibatkan  meningkatnya tensi karena  segregasi antara dua kelompok masyarakat.

Setelah dua dekade berlalu, pada tahun 1947, populasi Yahudi mengalami kenaikan hingga 33% dengan hanya memiliki lahan sebanyak 6% di wilayah Palestina. Hal tersebut mendorong PBB mengeluarkan Resolusi 181 pada tanggal 29 November 1947 yang berbunyi 56% wilayah Palestina diberikan kepada orang-orang Yahudi yang sebagian besar merupakan wilayah pesisir subur. Keputusan ini ditolak oleh negara Palestina karena dianggap sangat merugikan bagi mereka dan sudah banyak warga Palestina yang menghuni di wilayah tersebut.

Menanggapi putusan PBB, militer Israel memulai operasi militer bahkan sebelum  mandat yang dikeluarkan oleh Inggris berakhir di tanggal 14 Mei 1948. Mereka menghancurkan wilayah pedesaan, kota-kota kecil, dan sebagian besar Palestina untuk memperluas perbatasan wilayah Israel. Akibatnya, 78% wilayah Palestina dikuasai oleh Israel , sementara 22% lainnya menjadi wilayah yang dikenal sebagai Jalur Gaza dan West Bank (Tepi Barat). Peristiwa ini dikenal sebagai Perang Nakbah yang mengharuskan lebih dari 700 ribu warga Palestina meninggalkan tanah kelahirannya.

Pluralisme Negara Multibangsa

Pada dunia modern, negara yang terdiri dari beberapa budaya dan kultur merupakan hal yang jamak dijumpai. Ini terlihat dari hadirnya negara-negara merdeka dan mendeklarasikan teritorial yang terdiri dari berbagai macam batasan-batasan kultural yang dicairkan. Kemudian, peleburan batas-batas kultural menjadi kesatuan teritorial membentuk masyarakat multikultural. Masyarakat multikultural merupakan masyarakat dengan toleransi terhadap berbagai ras, bahasa, budaya, dan etnis. Lebih dari itu, masyarakat multikultural tidak hanya cukup memiliki rasa toleransi terhadap apa yang terlihat tetapi juga perlu bertoleransi dengan apa yang tidak terlihat.

Dinamika untuk mencapai masyarakat multikultural dan plural sering terjadi. Pada masyarakat modern, dinamika tersebut seringkali dipantik oleh tuntutan pengakuan identitas bagi kelompok minoritas. Identitas tersebut didasari dengan keinginan untuk diterimanya perbedaan budaya mereka. Hal ini acapkali dimaknai sebagai sesuatu yang dinamakan tantangan multikulturalisme.

Tantangan multikulturalisme memiliki kekhasan masing-masing di dalam realita proses terjadinya. Hal tersebut erat kaitannya dengan bagaimana proses batas-batas kultural melebur menjadi batas-batas teritorial. Hal itu dapat terjadi karena peleburan menjadi tonggak awal minoritas menyatu dengan komunitas politik.Proses penyatuan minoritas ke dalam komunitas politik memiliki berbagai bentuk, mulai dari aneksasi dan penjajahan terhadap masyarakat kultural yang telah memiliki sistem pemerintahan sendiri sampai pada imigrasi individu ataupun kelompok secara sadar (.

Setiap negara yang penduduknya terdiri dari berbagai bangsa bukanlah negara bangsa, melainkan negara multibangsa dan kebudayaan paling kecil dari berbagai bangsa tersebut membentuk 'minoritas bangsa'. Negara multibangsa merupakan negara yang perbatasannya terbentuk dari proses pemasukan wilayah yang telah diduduki suatu kebudayaan yang telah ada dan memerintah sendiri.

Negara multibangsa dapat terbentuk dari ketidaksengajaan ataupun kesengajaan. Ketidaksengajaan pembentukan negara multibangsa dapat terjadi ketika sebuah masyarakat dengan kebudayaan mengalami kolonialisasi dan takluk oleh masyarakat yang lain, ataupun penyerahan kekuasaan imperial kepada imperial lain yang telah menaklukan bangsa tersebut. Kesengajaan pembentukan negara multibangsa dapat terjadi ketika berbagai kebudayaan sepakat untuk menjadi suatu federasi untuk kepentingan bersama (Kymlicka, 2015).

Status politik khusus merupakan salah satu cara yang populer bagi negara multibangsa untuk mengakomodasi minoritas bangsa. Pemberian hak tersebut tidak terlepas dari usaha-usaha untuk meminimalisasi terjadinya konflik dan suatu kompensasi dari terjadinya peleburan batasan kultural secara ketidaksengajaan. Pemenuhan atas hak tersebut jarang sekali hasil kesadaran nurani dari komunitas politik terhadap minoritas bangsa. Karena itu, minoritas bangsa perlu melakukan inisiasi dalam usaha melindungi status mereka sebagai komunitas budaya tersendiri. Dengan tercapai pemenuhan kesepakatan dan rasa pemenuhan hak dari minoritas bangsa, kesetiaan setiap bangsa terhadap komunitas politik semakin memungkinkan.

Sebagai penunjang kekokohan negara multibangsa diperlukan kehadiran rasa kesetiaan terhadap komunitas politik yang lebih besar tempat mereka hidup bersama. Meskipun begitu, negara multibangsa tidak selalu menutup mata atas kesadaran warganya yang memiliki cara pandang diri sendiri sebagai masyarakat tunggal dalam derajat tertentu. Seperti orang Swiss yang dapat menghadirkan loyalitas kebersamaan yang kuat, meskipun diiringi dengan berbagai perbedaan kebudayaan dan bahasa yang ada.

Loyalitas bersama seringkali dimaknai sebagai penjelmaan dari suatu identitas nasional. Akan tetapi, perlulah adanya kontras tafsir antara identitas nasional dan jiwa 'patriotisme'. Kelompok bangsa dapat merasa loyal terhadap negara yang lebih besar karena negara yang lebih besar mengakomodasi pengakuan dan rasa hormat terhadap setiap keberadaan bangsa yang berbeda. Penduduk Swiss dalam hal ini merupakan masyarakat patriotik yang memberikan loyalitas kebersamaan terhadap negara Swiss yang merupakan federasi dari berbagai masyarakat yang tidak sama. Alih-lih identitas nasional, loyalitas kebersamaan lebih baik dimaknai sebagai rasa patriotisme bersama.

Pada Israel, konflik antara penduduk Yahudi dan Arab Palestina menjadi salah satu tantangan terbesar dalam mencapai masyarakat multikultural dan plural. Sementara itu, di Palestina, konflik dengan Israel serta pertentangan internal antara fraksi politik Palestina juga mempersulit proses menuju pluralisme yang inklusif. Upaya untuk mencapai kesetaraan dan toleransi antara berbagai kelompok di Israel dan Palestina juga terkait dengan isu pengakuan identitas. Kelompok-kelompok minoritas di kedua negara tersebut berjuang untuk diakui dan dihormati dalam kerangka negara multibangsa yang mereka huni.

Kolonialisme Pemukiman Merupakan Pluralisme?

Kolonialisme pemukiman adalah konsep yang berasal dari kolonialisme, yang bertujuan untuk menggantikan populasi asli dengan komunitas pemukim dengan cara mendapatkan tanah untuk pemukiman baru. Jenis kolonialisme ini sering melibatkan genosida atau pembunuhan massal, yang mengakibatkan pengusiran penduduk asli dan kehilangan tanah, hak, dan identitas mereka. Patrick Wolfe berpendapat bahwa kolonialisme pemukiman bukanlah peristiwa yang terjadi sekali saja tetapi merupakan struktur yang berkelanjutan.

Sejak Deklarasi Balfour, terjadi arus migrasi besar-besaran orang Yahudi ke Palestina, yang mengubah komposisi demografis dan secara perlahan menggusur penduduk Palestina. Trend ini terlihat di Tepi Barat, di mana penduduk asli terusir dari rumah mereka. Selain itu, setelah pemberlakuan Resolusi 181 PBB, militer Israel, dengan dukungan pemerintah, melancarkan serangan yang menghancurkan rumah, rumah sakit, dan fasilitas lainnya, yang mengakibatkan kematian jutaan orang, termasuk dalam peristiwa baru-baru ini. Keadaan ini menggambarkan bahwa kolonisasi Israel atas tanah Palestina melibatkan eliminasi penduduk asli Palestina.

Referensi

Glenn, E. N. (2015). Settler Colonialism as Structure: A Framework for Comparative Studies of U.S. Race and Gender Formation. Sociology of Race and Ethnicity, 1(1), 52-72. https://remote-lib.ui.ac.id:2075/10.1177/2332649214560440 

CNN Indonesia. (2023, November 5). Korban Tewas Serangan Israel ke Gaza 9.500 Orang, Termasuk 3.900 Anak. Internasional. https://www.cnnindonesia.com/internasional/20231105151259-120-1020232/korban-tewas-serangan-israel-ke-gaza-9500-orang-termasuk-3900-anak

Kymlicka, W. (2015). Kewarganegaran Multikultural. Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun