Mohon tunggu...
yenny anggraini
yenny anggraini Mohon Tunggu... -

mahasiwa jurusan akuntansi dan aktif dalam kegiatan menulis di blog

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dilema Bersedekah di Ibu Kota Jakarta

30 November 2013   10:32 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:30 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Bersedekah dalam agama islam adalah sunah dan sebagai seorang muslim dorongan untuk terus bersedekah sangat dianjurkan apalagi bersedekah kepada orang yang tidak mampu. Tapi bagaimana jika kasusnya seperti kasus pengemis  Jakarta, Walang yang pada tanggal 25 November lalu ditangkap oleh petugas jaringan penertiban. Dari dalam gerobak Walang petugas menemukan uang 25 juta rupiah. Apa kita akan tetap  memberikan uang kepada pengemis?

Salah satu cara untuk membangun perekonomian indonesia adalah dengan memberikan santunan kepada orang-orang yang membutukan. Dan bersedekah adalah salah satu caranya. Tapi pada kasus Walang akan sangat miris memang ketika orang yang kita kira tidak memiliki apa-apa ternyata lebih dan bahkan dengan uang yang dimilikinya bisa untuk membuka usaha. Dalam penuturan Walang tentang uang 25 juta dari dalam gerobaknya juga cukup membuka mata batin kita untuk lebih bijak dalam memberi sedekah. Uang yang didapatnya sebagian dari penjualan hasil ternak di kampungnya seharga 21 juta dan 4 juta lagi dia peroleh dari hasil mengemis selama 15 hari. Bayangkan jika dengan mengemis saja kita bisa memperoleh uang jutaan dalam hitungan hari. Hal inilah yang menyebabkan kota Jakarta tetap akan menjadi surganya para pengemis.

Rata-rata pengemis yang datang ke Jakarta adalah orang-orang yang memilih untuk merantau dari kampung-kampung dan kebanyakan dari mereka tidak memiliki tujuan dan keahlian sesampai di Jakarta. Bahkan mereka tidak takut sesampai di Jakarta tidak memiliki rumah dan harus tidur di jalan atau di kolong jembatan.

Citra kota Jakarta sebagai kota impian  sudah melekat ketika kita banyak mendengar cerita-cerita dari perantau yang sudah sukses di Jakarta. Mereka yang dulunya juga datang dari kampung dan tidak memiliki apa-apa tiba-tiba menjelma menjadi orang terkenal dan hebat. Pandangan inilah yang terus membuat kota Jakarta sebagai tempat surganya bagi orang pendatang baru.

Melihat dilema ini sudah sepatutnya kita lebih bijak dalam memberikan sedekah kepada orang yang ada dijalan. Jangan hanya melihat tampang atau baju yang dikenakan. Biasanya ada sindikat yang sengaja menyuruh mereka untuk mengemis. Lebih baik membeli sesuatu dari pedagang-pedangan asongan yang ada di jalan-jalan. Karena pekerjaan mereka jauh lebih mulia ketimbang minta-minta. Setidaknya dengan membeli dagangan mereka kita sudah membantu mereka mendapatkan uang secara lebih mulia.

Bersedekah bukan sekedar mengharapkan pahala dari Allah, tetapi bersedekah mampu membangun perekonomian bangsa. Jadi, bersedekahlah yang bijak. Mulai dari bersedekah kepada kerabat atau orang-orang terdekat  kita. Dan akan lebih baik bila menyumbangkan sebagian dari harta kita kepada lembaga-lembaga amal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun