Di Kompasiana ada yang menetap di luar negeri, dan kerap membagi pengalamannya ke pembaca. Karena apa yang mereka tulis dibuat berdasarkan apa yang dialami, didengar, dilihat dan dirasakan, maka tulisan itu memberi perspektif baru bagi pembaca.
Kompasianer Elde, misalnya, kerap menulis tentang si Anu, maksudnya seluk beluk kehidupan di Jerman dari sudut pandang orang Indonesia.Â
Menulis di blog yang paling mudah menulis yang disukai dan atau dikuasai. Namun untuk menjadi writerpreneur, idealnya Anda juga bisa, dan harus mampu menulis topik yang tidak dikuasai, atau tidak disukai.
Sebagai contoh, misalkan Anda mendapat order membuat review sebuah produk, dengan imbalan jutaan rupiah dan Anda tidak menyukai produk itu, apakah ordernya harus ditolak?
Anda tentu bisa menolak. Namun jika terlalu sering menolak, itu buruk untuk bisnis digital yang dikembangkan. Jadi solusinya adalah menerima order dan mencoba menyukai dan menguasai topik terkait produk. Caranya Anda mencari informasi sebanyak mungkin tentang produk itu, dan coba mengambil sudut pandang yang unik untuk ditulis.
Sebagai writerpreneur Anda mungkin mendapat tawaran membuat biografi tokoh tertentu, dengan imbalan belasan atau puluhan juta rupiah, dan Anda kebetulan tidak familiar atau tidak menyukai sang tokoh. Apakah tawaran itu harus ditolak, atau Anda mencoba menyukai dan menikmati proses penulisan?
Sebagai blogger, atau Kompasianer, Anda bisa menulis topik yang menarik perhatian, yang membuat Anda 'terangsang' hingga bisa menulis dengan enak. Sebagai blogger Anda tak perlu menulis topik yang tidak disukai--juga Anda tak harus mengikuti lomba blog yang tidak sesuai dengan minat.
Namun jika memutuskan menjadi Writerpreneur, Anda harus fleksibel, termasuk siap dan harus mampu menangani tawaran menulis yang tidak sesuai dengan minat. Tak mudah memang, tapi di situlah seninya menjadi writerpreneur...