Co-pilot menjelaskan bahwa pesawat akan terbang selama 30 menit melintasi 10 geoglyphs. Ia menambahkan agar nanti kami fokus melihat area di bawah sayap pesawat, karena ia akan menjelaskan ornamen di lokasi tersebut.
Setelah hampir 10 menit terbang, co-pilot menyampaikan bahwa gambar pertama yang akan kami lihat adalah 'the whale', paus. Aku masih kesulitan mengenali ornamen yang dimaksud. Baru kemudian setelah beberapa saat terlihat bagian kepala dan ekor paus yang terpotong garis panjang. Â Pesawat kemudian berputar arah, sehingga masing-masing kami yang duduk di sisi berbeda tetap dapat melihat dengan jelas.
Pesawat terus berpindah ke lokasi gambar lain. Kali ini menyasar 'the hummingbird', burung kolibri. Guratan bebatuan itu cukup jelas tertangkap dari kamera ponselku. Berjaga mengurangi mabuk udara, aku sengaja terus mengintip dari kamera itu agar tetap fokus, sehingga (ini teoriku .. hehehe) tak merasakan pusing yang timbul.
Setelah melintasi 'the monkey', 'the condor', juga burung pelikan, laba-laba dan gambar pohon dekat potongan jalan trans-Amerika Selatan, ujung jariku mulai terasa dingin, telapak tangan terasa lembab, ditambah rasa melayang.Â
Kucoba memejamkan mata, berkonsentrasi pada penjelasan co-pilot. Sebenarnya pesawat terbang cukup tenang, hanya sedikit berguncang saat berbelok atau mengurangi ketinggian, namun rupanya tubuhku belum mampu bersahabat.
Tak lama kemudian kudengar co-pilot mengatakan bahwa penerbangan hampir usai, pesawat akan kembali ke Aeronazca. Pelan-pelan aku membuka mata, mencoba melihat keluar pesawat yang mulai mendekati kota. Di bawah terlihat lubang-lubang 'puquios'. Aku teringat video yang kusaksikan selama menunggu tadi.Â
The Lady of the Lines, arkeolog Jerman Maria Reiche, adalah salah satu ilmuwan yang turut menguak tabir misteri lubang-lubang itu. Terus tekun mempelajari garis-garis Nazca selama 40 tahun, ia juga mendukung pendapat bahwa 'the Nazca holes' itu adalah bagian dari sistem canggih peradaban Nazca yang dimaksudkan untuk 'mengangkat' air dari bawah tanah. Â
Terjawab sudah satu hal, bagaimana orang-orang kuno itu dapat bertahan hidup di gurun kering dimana hujan hanya turun 20 menit setiap tahunnya. Namun alasan mereka membuat garis-garis ornamen di gurun itu tetap menjadi misteri.
Sebagian ahli mengatakan bahwa gambar-gambar itu berkaitan dengan astronomi, sebagian yang lain mendukung hubungan gambar dengan ritual pemujaan. Apa pun itu, satu hal disepakati, pesona gambar-gambar itu tetap tinggal meski kita belum tahu apa tujuan pembuatannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H