Istilah yang mengandung kontradiksi, antara sebuah lontaran positif bertolakan dengan emosi negatif, sehingga menjadi 'racun' bagi seseorang yang menerimanya. Yap, sebutannya adalah toxic positivity.
Sebenarnya toxic positivity itu apa?
Dikutip dari Very Well Mind, toxic positivity adalah keyakinan bahwa sesulit apapun suatu situasi, seseorang harus menjaga sikap positif. Meskipun ada manfaat untuk bersikap optimis dan mengadopsi pola pikir positif, toxic positivity menolak semua emosi yang sulit dan mendukung sikap positif yang ceria. Memang, tidak semua orang membutuhkan nasihat positif untuk memperbaiki dirinya ketika dihadapkan sebuah masalah, namun hal ini sering kali keliru.
Seseorang yang terjebak dalam toxic positivity selalu berusaha menghindari emosi negatif, seperti sedih, marah, atau kecewa atas apa yang terjadi. Nyatanya, penting juga untuk merasakan dan mengekspresikan emosi negatif.
Penolakan emosi negatif yang berkepanjangan dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan mental lho, seperti stres berat, kecemasan atau kesedihan yang terus-menerus, gangguan tidur, penyalahgunaan zat terlarang, depresi, PTSD, dan masih banyak lagi.
Contoh Toxic Positivity
Toxic positivity umumnya muncul melalui bahasa, berupa lisan maupun tulisan. Orang dengan pemikiran seperti itu sering memberikan nasihat yang terkesan positif, tetapi sebenarnya merasakan emosi negatif.
Beberapa contoh yang mungkin kamu temukan dalam kehidupanmu sendiri antara lain :
- Saat hal buruk terjadi, orang mungkin mengatakan “ Tetap positif ” atau “ Lihat sisi baiknya ”. Meski sering dimaksudkan untuk berbelas kasih, itu bisa menekan emosi yang sebenarnya mereka rasakan.
- Setelah mengalami kehilangan, orang mungkin mengatakan “ Segala sesuatu terjadi karena suatu alasan ”. Meskipun mereka percaya mereka menghibur, namun hal ini terkesan menghindari atau membiarkan masalah.
- Setelah mengungkapkan kekecewaan atau kesedihan, seseorang mungkin menanggapi bahwa “ Kebahagiaan itu pilihan ”. Ini menunjukkan bahwa ketika seseorang mengalami emosi negatif, itu adalah kesalahannya sendiri karena tidak memilih untuk bahagia.
- Berusaha memberikan semangat kepada orang lain namun dengan penyataan yang seolah meremehkan, misalnya mengucapkan kalimat “ Jangan menyerah, begitu saja kok tidak bisa ”
- Mengucapkan kalimat yang membandingkan diri dengan orang lain, misalnya, “ Kamu lebih beruntung, di luar sana banyak orang yang lebih sengsara dari kamu ”
- Menyalahkan orang yang tertimpa masalah, misalnya “ Coba, deh, lihat sisi positifnya. Lagi pula, ini salahmu juga, kan? ”
Bahaya Tersembunyi dari Toxic Positivity
Ucapan toxic positivity ini bisa menjadi senjata makan tuan dan semakin membebani orang. Jika terus dibiarkan, toxic positivity dapat berbahaya. Berikut bahaya toxic positivity yang perlu diwaspadai :
- Menyebabkan sindrom kepribadian
Toxic positivity juga dapat menyebabkan sindrom kepribadian yang dikenal sebagai efek Dunning-Kruger. Sindrom ini membuat seseorang salah menilai dirinya sendiri. Toxic positivity membuat seseorang merasa memiliki kemampuan tinggi dan ekspektasi yang melambung. Akibatnya, dia tidak bisa mengidentifikasi dirinya sendiri.
- Menuntun pada perasaan malu
Ini memberi tahu orang-orang bahwa perasaan yang mereka rasakan tidak dapat diterima. Ketika seseorang terluka, mereka perlu tahu bahwa perasaan mereka valid atau sah dan mereka dapat menemukan bantuan serta cinta dari teman dan keluarga mereka.
- Menyebabkan rasa bersalah
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!