Mohon tunggu...
Wawan Pryanto
Wawan Pryanto Mohon Tunggu... Penyuluh Pajak pada Kantor Pajak Pratama Surabaya Mulyorejo

Lahir di Kota Makassar pada tahun 1981 dan menghabiskan masa sekolah di Gowa hingga akhirnya menjelajah ke beberapa tempat sesuai penugasan yang diberikan dari instansi tempat penulis bekerja hingga saat ini bertugas di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Surabaya Mulyorejo sebagai seorang Penyuluh Pajak.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pemadanan NIK NPWP Untuk Apa?

13 Desember 2023   10:59 Diperbarui: 13 Desember 2023   11:08 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
tangkapan layar portal pajak : https://pajak.go.id/

Memasuki pekan kedua Bulan Desember 2023 ini Kantor Pajak kembali ramai dengan kedatangan para Wajib Pajak (WP) tidak seperti biasanya saat masa pelaporan SPT Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi di Bulan Maret. Sebagian besar Wajib Pajak yang datang merupakan pegawai kantoran yang meminta bantuan dan konsultasi terkait pemadanan NIK dan NPWP sesuai imbauan dari pemberi kerja atau kantor tempat mereka bekerja.  

Dasar awal kebijakan ini yaitu Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 112 Tahun 2022 dimana setiap Wajib Pajak Orang Pribadi yang merupakan penduduk Indonesia (WNI) akan menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai pengganti Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Untuk mencapai hal tersebut maka diminta kepada seluruh Wajib Pajak yang sudah terdaftar dan memiliki NPWP untuk melakukan pemadanan NIK dengan NPWP hingga batas waktu 31 Desember 2023.

Mengutip pernyataan Direktur Jenderal Pajak (DJP) Suryo Utomo saat melakukan Konferensi Pers APBN KiTA Edisi November 2023 di Jakarta, hingga bulan Oktober 2023 dari 72 juta wajib pajak yang ada dalam sistem DJP, yang telah dipadankan sebanyak 59,3 juta Wajib Pajak atau 82,4 persen dari jumlah 72 juta wajib pajak dan hingga saat ini pula DJP juga masih melakukan berbagai upaya yaitu menggunakan sistem dan data informasi yang dikumpulkan dari pihak lain dan membuka layanan virtual desk dalam membantu Wajib Pajak dalam memadankan NIK dan NPWP yang dimiliki.

Beberapa tulisan atau postingan pada media sosial yang mengangkat tema pemadanan NIK dan NPWP pun mendapat berbagai komentar oleh warganet, ada yang setuju dengan kebijakan ini ada pula yang menganggap bahwa kebijakan ini menyulitkan dan merepotkan untuk dilaksanakan, hingga adanya anggapan bahwa ini adalah “proyek baru” bagi pejabat di pemerintah, benarkah demikian?

https://www.liputan6.com/bisnis/read/5162019/menteri-suharso-portal-satu-data-indonesia-diharap-jadi-single-source-of-truth
https://www.liputan6.com/bisnis/read/5162019/menteri-suharso-portal-satu-data-indonesia-diharap-jadi-single-source-of-truth

Kebijakan Satu Data Indonesia (SDI)

Jika kita menelisik lebih jauh ternyata kebijakan penggunaan NIK sebagai NPWP ini merupakan wujud dukungan Kementerian Keuangan RI melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terhadap kebijakan Satu Data Indonesia yang dicetuskan oleh Presiden Joko Widodo untuk memperbaiki tata kelola data yang dihasilkan pemerintah yang dituangkan dalam Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2019.

Dalam aturan tersebut dinyatakan bahwa Satu Data Indonesia bertujuan memberikan acuan pelaksanaan dan pedoman bagi Instansi Pusat dan Instansi Daerah dalam rangka penyelenggaraan tata kelola data dan mewujudkan ketersediaan Data yang akurat, mutakhir, terpadu, dapat dipertanggungjawabkan, serta mudah diakses dan dibagipakaikan serta mendorong keterbukaan dan transparansi Data dalam perencanaan dan perumusan kebijakan pembangunan yang berbasis pada Data.

Tidak dapat diabaikan oleh kita semua bahwa saat ini penggunaan data dalam setiap pengambilan keputusan baik di level individu hingga level korporasi sangat tergantung dengan data. The Economist pernah memuat artikel berjudul “The world’s most valuable resource is no longer oil, but data” (economist.com, 2017), sumber daya dunia yang sangat berharga bukan lagi minyak, melainkan data.

Dalam mewujudkan Indonesia Emas 2045 untuk mencapai kualitas pembangunan yang baik, maka kebutuhan pemanfaatan seluruh data informasi dalam pengambilan sebuah kebijakan merupakan keharusan. Dengan data atau informasi yang baik tentu saja akan menghasilkan kebijakan yang baik pula, jangan sampai kebijakan yang dihasilkan pemerintah tidak sesuai bahkan salah karena data dan informasi yang dipakai keliru, seperti prinsip garbage in, garbage out yang muncul pertama kali tahun 1960 oleh George Fuechsel, seorang programmer dan instruktur IBM, yang bermakna jika (data) sampah yang masuk maka (data) sampah yang akan keluar.

Dalam kebijakan SDI tersebut bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, namun dibutuhkan peran serta seluruh pemangku kepentingan, termasuk kita sebagai warga negara Indonesia yang menjadi bagian dari populasi data tersebut. Dengan ikut serta menyukseskan kebijakan tersebut dapat mencerminkan wujud kepedulian kita sekaligus bentuk patriotisme kepada republik yang kita cintai ini. Sekali lagi data yang akurat akan menjamin kebijakan-kebijakan pembangunan yang diambil pemerintah akan mewujudkan masyarakat adil dan makmur.

 

Program Single Identification Number (SIN)

Jauh sebelumnya saat kebijakan pemadanan NIK NPWP ini dikeluarkan, yaitu pada akhir tahun 2004 Ditjen Pajak melalui Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KPPBB) mengimplementasikan kebijakan pembentukan Bank Data Nasional dan Single Identification Number (SIN), dimana saat itu tujuannya untuk menggabungkan identitas-identitas unik yang ada di Indonesia ke dalam satu nomor mulai dari Nomor Kartu Tanda Penduduk (KTP), Nomor Sertifikat Tanah, Nomor Pelanggan PLN/PAM, Nomor SIM, STNK, Asuransi Kesehatan (Askes), Nomor Pensiun, Nomor Telepon, bahkan Nomor Akta Perkawinan yang akan digabung dan dilekatkan ke dalam Nomor Objek Pajak Bumi dan Bangunan (NOP PBB). Sungguh gagasan yang sangat maju dalam birokrasi pemerintah waktu itu dan kebijakan tersebut dilaksanakan di seluruh wilayah kerja KPPBB se-Indonesia, hingga akhirnya kegiatan tersebut diambil alih oleh Kementerian Dalam Negeri hingga saat ini.

Tujuan SIN saat itu untuk membentuk data nasional yang dapat menjadi cikal bakal mewujudkan satu nomor identitas bagi warga negara dalam mendapatkan layanan administrasi publik yang diberikan oleh pemerintah maupun pihak lainnya.

Konsep ini mirip dengan yang dilakukan oleh beberapa negara maju, misalnya di Amerika Serikat dengan Social Security Number (SSN), dimana setiap warga negaranya sejak lahir akan diberikan sebuah nomor identitas tunggal yang berlaku seumur hidup yang dapat digunakan untuk mendapat layanan publik dari pemerintah, sangat memudahkan bukan.

Kembali ke Indonesia, apakah kebijakan ini dapat diwujudkan? Tentu bisa dan bukan hal yang mustahil di masa mendatang setiap WNI akan memiliki identitas tunggal seperti SSN tersebut, yang dapat digunakan dalam mengakses seluruh layanan baik yang disediakan pemerintah maupun pihak lain. Kita tidak perlu mengingat banyak nomor identitas yang dimiliki seperti sekarang, misalnya isi dompet kita, terdapat kartu eKTP, SIM, BPJS, NPWP, STNK, dan beberapa nomor lainnya. Mini kuis, apakah kita dapat menghapal NIK kita saat ini?.

Kebijakan Pemadanan NIK - NPWP

Bulan Desember 2023 ini menjadi batas akhir pemadanan NIK dan NPWP oleh Wajib Pajak yang terdaftar dan memiliki NPWP sebelum tanggal 14 Juli 2022 sesuai PMK Nomor 112 Tahun 2022. Rencananya sejak tanggal 01 Januari 2024 nanti NIK akan digunakan sebagai identitas dalam sistem administrasi perpajakan di Indonesia.

Namun sesuai pernyataan Dirjen Pajak saat menjawab pertanyaan awak media di acara Konferensi Pers APBN Kita edisi November 2023, NIK sebagai NPWP akan diimplementasikan saat sistem inti administrasi perpajakan (Core Tax Administration System/CTAS) yang sedang dikembangkan DJP dimulai secara penuh pada tanggal 01 Juli 2024. Hal ini telah resmi dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 136 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 112/PMK.03/2022 yang berlaku sejak diundangkan yaitu tanggal 12 Desember 2023.

Penundaan implementasi kebijakan NIK sebagai NPWP juga disebabkan menunggu kesiapan para stakeholder di luar Ditjen Pajak yaitu Instansi Pemerintah, Lembaga, Asosiasi, Pihak Lain (ILAP), terutama pihak Perbankan untuk menyesuaikan sistem informasi yang dimiliki saat ini agar dapat terhubung (interoperabilitas) dan selain itu adanya permintaan dari pemangku kepentingan agar diberikan waktu untuk mengenal/familiarisasi dengan sistem administrasi perpajakan yang baru DJP.

Dengan adanya jeda waktu ini diharapkan Wajib Pajak memiliki waktu yang lebih banyak yaitu sampai dengan tanggal 30 Juni 2024 dalam melakukan pemadanan NIK dan NPWP secara mandiri melalui daring di situs www.pajak.go.id.

Sesuai pernyataan Dirjen Pajak yang disampaikan pada acara yang sama, bahwa Ditjen Pajak hingga saat ini masih terus berupaya agar dapat menuntaskan seluruh NPWP yang ada dalam sistem DJP dengan NIK yang berasal dari Ditjen Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri. Upaya tersebut berupa melanjutkan pemadanan NIK dan NPWP antar basis data DJP dengan Dukcapil secara sistem (otomatis), namun tidak dapat dipungkiri bahwa masih terdapat data kependudukan yang tidak matching (padan) dengan basis data DJP sehingga dibutuhkan konfirmasi langsung dari Wajib Pajak.

Beberapa contoh data yang tidak dapat dipadankan secara otomatis, misalnya Nama pada eKTP berbeda dengan nama dalam NPWP karena pencantuman gelar, sebagaimana diketahui untuk Nama di NPWP sesuai ketentuan penulisan tidak mencantumkan gelar, namun di data kependudukan nama seseorang dapat mencantumkan gelar sehingga menghasilkan data tidak valid dan harus dikonfirmasi oleh yang bersangkutan secara mandiri.

Contoh lain misalnya Wajib Pajak sebelumnya memiliki 2 (dua) NIK karena sebelumnya berdomisili di tempat yang berbeda, saat mendaftarkan NPWP menggunakan salah satu NIK (domisili lama) dan saat ini memiliki NIK lain sesuai domisili terakhir sehingga saat proses pemadanan yang dilakukan secara sistem oleh DJP ternyata NIK yang digunakan yang diterima dari Dukcapil sudah tidak ada/aktif, sehingga harus dilakukan konfirmasi ke pemilik data yaitu Wajib Pajak.

Kondisi di atas sekaligus mungkin dapat menjawab komentar warganet terkait kebijakan pemadanan NIK dan NPWP saat ini yang berpendapat bahwa “…DJP dan Dukcapil merupakan instansi pemerintah yang telah memiliki data NPWP dan NIK mengapa tidak melakukan sendiri proses pemadanan ini sehingga tidak perlu merepotkan masyarakat yang sudah membayar pajak....”, sekali lagi pemerintah telah berupaya dengan sungguh-sungguh dalam kebijakan ini dengan melakukan pemadanan secara otomatis/sistem menggunakan source yang dimiliki DJP dan Dukcapil tersebut namun memang sebagian data tersebut masih membutuhkan campur tangan kita sebagai pemilik data untuk memastikan kembali keakuratan dan kebenaran data tersebut yang nantinya akan digunakan dalam sistem administrasi kependudukan saat ini dan administrasi perpajakan yang baru. Bukankah dengan data yang semakin akurat tujuan pemerintah dalam memberikan pelayanan publik yang semakin berkualitas kepada kita sebagai masyarakat akan mudah dicapai.

Untuk itu yang dapat kita lakukan saat ini terutama bagi yang telah memiliki NPWP yaitu peduli dan ikut serta dalam melaksanakan kebijakan ini, caranya juga mudah untuk dilakukan yaitu dimulai dari pengecekan kebenaran NPWP kemudian melakukan pemadanan NIK.

Berikut langkah-langkah yang dilakukan untuk pemadanan NIK dan NPWP oleh Wajib Pajak Orang Pribadi:

Pengecekan NPWP

  • Buka situs pendaftaran NPWP Online : https://ereg.pajak.go.id/
  • Klik tombol Cek NPWP pilih Kategori “Orang Pribadi”
  • Masukkan NIK dan Nomor Kartu Keluarga dan Kode Keamanan (captcha)
  • Klik Tombol Cari
  • Jika sudah berNPWP maka akan muncul NPWP dan informasi lain yang digunakan sebagai username untuk Login ke Akun DJP Online
  • Selanjutnya lakukan Pemadanan NIK pada situs DJP Online.

Pemadanan NIK NPWP

  • Buka situs DJP Online : https://djponline.pajak.go.id/account/login
  • Masukkan NPWP, Kata Sandi dan Kode Keamanan
  • Jika Lupa Kata Sandi silakan diatur ulang dengan menggunakan EFIN yang dimiliki. Jika belum memiliki EFIN lakukan aktivasi dahulu melalui Layanan Kring Pajak 1500200 atau menghubungi KPP Terdaftar/terdekat (https://pajak.go.id/id/unit-kerja)
  • Setelah Login, silakan cek pada informasi kolom NPWP 16, jika sudah terisi maka NIK telah berhasil dipadankan dengan NPWP,
  • Jika data NPWP 16 belum ada, maka klik Menu Profil, kemudian di Menu Utama pada kolom NIK/NPWP16 isikan NIK sesuai eKTP yang dimiliki, kemudian Klik Tombol Validasi, jika telah berhasil selanjutnya Klik Tombol Ubah Profil hingga status berubah menjadi Valid. Selesai.
  • Jika masih terdapat kendala silakan menghubungi KPP Terdaftar atau layanan Kring Pajak 1500200 atau live chat di situs pajak.go.id.

*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Jalan Braga Bandung, Ketika Bebas Kendaraan!

7 bulan yang lalu
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun