Review Film Gie (2005)
Film ini mengisahkan tentang seorang tokoh bernama SOE HOK GIE, ia adalahe mahasiswa universitas Indonesia yang lebih dikenal sebagai demonstran dan pecinta alam, film ini menceritakan tentang Soe hok gie, ia di besarkan di sebuah keluarga keturunan tionghoa yang tidak begitu kaya dan berdomisili di  Jakarta.
Sejak remaja Gie sudah mengembangkan minat terhadap konsep konsep idealis yang di paparkan oleh intelek intelek kelas dunia, semangat pejuangnya, setiakawananya dan hatinya yang dipenuhi kepedulian sejati akan orang lain dan tanah airnya  membaut didalam diri Gie saat kecil, hal ini juga membentuk dirinya menjadi pribadi yang tidak toleran terhadap ketidakadilan dan mengimpikan Indonesia yang didasari dengan keadilan dan kebenaran yang murni, semangatnya ini sering salah dimengerti oleh orang lain bahkan untuk sahabat  sahabatnya sendiri, salah satu sahabatnya pernah bertanya untuk apa ia semua melakukan perlawanan seperti ini?, namun Gie hanya menjawab dengan tenang ia menjelaskan bahwa akan adanya kesadaran untuk memperoleh kemerdekaan sejati dan hak hak yang dijunjung sebagaimana mestinya, ada harga diri yang harus di bayar dan memberontak lah caranya.
Masa kehidupan remaja dari kuliah dijalani dibawah rezim pelopor kemerdekaan Indonesia yaitu bung karno sendiri yang mana di tandai dengan konflik antara militer dengan PKI, Gie dengan teman temanya bersih keras bahwa mereka tidak memihak golongan manapun meskipun Gie menghormati soekarno sabagai  founding father negara Indonesia, soe hok gie begitu membenci pemerintahan soekarno yang diktator yang menyebabkan hak hak rakyat yang miskin terinjak injak, soe hok gie tahu banyak  tentang ketidakadilan sosial penyalahgunaan kedaulatan, dan korupsi dibawah pemerintahan soekarno dan  dengan tegas bersuara menulis kritikan kritikan yang tajam di media.
Soe hok gie juga sangat membenci bagaimana banyak mahasiswa berkedudukan senat janji jani manisnya hanya omong kosong belaka yang mengedoki usaha mereka memperalat situasi politik untuk memperoleh keuntungan pribadi. Penentangan ini memenangkan banyak simpati bagi gie tetapi juga banyak memprovokasikan banyak musuh ternyata, banyak dari orang orang yang berusaha melobi soe hok gie untuk mendukung kampanye nya, sementara musuh musuh soe hok gie bersemangat untuk menggunakan setiap kesempatan untuk mengitimendasi dirinya.
Soe hok gie memiliki teman kecil yang mana ia sudah lama mengagumi keuletan dan keberanian soe hok gie namun dirinya sendiri tidak memiliki semangat pejuang yang sama, dalam usia berkepala dua ini kedua lelaki itu di pertemukan kembali meski hanya sebentar, soe hok gie menemukan bahwa temanya itu telah terlibat PKI tetapi tidak tahu konseksuensi apa yang sebenarnya menantinya, soe hok gie mendesak temanya itu untuk menanggalkan segala ikatan dengan PKI dan bersembunyi, tetapi sayangnya Tan tidak menerima desakan tersebut, karena merasa frustasi soe hok gie dan teman temanya menghabiskan waktu luang mereka untuk naik gunung dan menikmati alam Indonesia yang asli dengan mahasiswa pecinta alam lainya atau MAPALA di Universitas Indonesia, selain itu mereka juga gemar menonton dan menganalisa film, menikmati kesenian kesenian tradisional dan menghadiri pesta. Karena seringkali dari hobinya yang mendaki gunung  itu menginspirasinya untuk tulisan tulisanya.
Pada hari jumat tanggal 12 desember 1969 mereka melakukan pendakian pertama yaitu di gunung semeru, sebelum berangkat soe hok gie menitipkan jejak perjalanan politik kepada temanya di Jakarta. Ia pun berangkat ke semeru menggunakan kereta menentukan arah dengan menggunakan buku belanda dan menanyakan pada pemimpin desa. Disana pemimpin desa menceritakan bahwa ia harus melewati kali amprong melewati puncak mahameru, ia dan teman temanya pun akhirnya melewati jalan kuda buatan Belanda.
Perkemahan malam di tepian danau gunung rana kumbolo dimulai, soe hok gie menjadi pusat perhatian dengan segala kisahnya tentang lagu dan musik yang menurutnya universal, setelah itu ia melanjutkan perjalanan dan menemukan jalan ke arah arcopodo sebagai salah satu lokasi untuk menuju puncak mahameru, merekapun akhirnya bermalam lagi. Pada tanggal  16 desember 1969 disaat langit masih gelap dan rombongan siap berangkat saat di perjalanan cuaca akhirnya buruk hujan dan juga berkabut dengan lama, mereka semua turun kecuali soe hok gie dan satu temanya atau idan yang ternyata mereka sudah meninggal.
Setelah itu diaturlah rencana penyelamatan, akhirnya  pada esok harinya tanggal 17 desember 1969 mereka yakin bahwa soe hok gie dan idan itu telah meninggal di tanah tertinggi pulau jawa, mereka menjumpai jasad yang sudah kaku, matanya terkatup kencang serapat katupan bibir birunya. Disaat pendakian  itu akhirnya soe hok gie meninggal di gunung  semeru pada tahun 1969 tepat sehari sebelum ulang tahunya yang ke 27 akibat menghirup asap beracun di gunung semeru, ia meninggal bersama rekannya yang bernama idan lubis.
Soe hok gie memang sudah tidak ada, dia sudah meninggal di puncak gunung semeru tetapi pemikiran dan tulisan tulisanya masih menginspirasi kita tentunya banyak  orang hingga sekarang. Salah satu quote yang diambil dari catatan harian soe hok gie yaitu merupakan tulisan tentang seorang filsuf yunani yang pernah menulis bahwa nasib terbaik adalah tidak  dilahirkan yang kedua  dilahirkan tetapi mati muda dan yang tersial adalah umur tua, rasa rasanya memang begitu bahagialah mereka yang mati muda katanya.Â
Begitulah cerita singkat dari soe hok gie yang seorang anak muda  yang berpendirian taguh dalam memegang prinsipnya dan rajin mendokumentasikan perjalanan hidupnya dalam buku harian perlu kita ikuti, buku harianya ini kemudian diterbitkan dengan judul ''Catatan Seorang Demonstran pada tahun 1983''. Semoga kita bisa megikuti kebaikan kebaikanya dan bisa meneruskan perjuangannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H