Mohon tunggu...
Woro seto
Woro seto Mohon Tunggu... Jurnalis - menulis apa saja yang disuka

Konten kreator, Pengusaha kecil, suka nulis hal receh dan pengamat sosmed

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pekerjaan Domestik Bukan Pekerjaan Perempuan?

30 Maret 2020   22:00 Diperbarui: 30 Maret 2020   22:40 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku dan Mbakku alias kakak perempuanku mendapat tugas domestic yang sama, namun kita kerjakan bergantian. Sementara Masku alias kakak laki-lakiku tidak dibebankan tugas apapun.

Bagi ibuku sungguh memalukan jika anak perempuan tidak bisa mengerjakan pekerjaan rumah, semengtar jika anak laki-laki tidak bisa mengerjakan pekerjaan rumah adalah sesuatu yang wajar. Kok nggak adil sih? Ya emang.

Aku kerap diomelin Ibuku ketika sore hari tetapi rumah masih berantakan "cah wedok ora mudeng gawean omah" ( "anak perempuan tidak tahu pekerjaan rumah)" sementara aku tidak pernah mendengar  masku diomelin gara-gara tidak mengerjakan pekerjaan rumah. 

Emang di budaya kita yang patriakalnya sangat mengakar seolah-olah pekerjaan rumah wajib dilakukan perempuan, sementara laki-laki tidak. Tak pernah aku dengar omelan dan cibiran "Cah lanang ora mudeng gawean omah" (laki-laki nggak tahu pekerjaan rumah) padahal itu sangat fatal jika terjadi.

Kakakku yang tidak pernah mengerjakan pekerjaan rumah itu hidupnya begitu enak, bisa main sepuasnya, baju bersih tinggal ambil di lemari dan baju kotor tinggal ditaruh di ember cucian. Tak heran jika tangannya mulus, bersih merona bersinar. Hehehe. Sementara tanganku seperti parutan kelapa. Enggak benar-benar parutan kepala sih, Cuma parutan rujak buah.

Kebiasan-kebiasaan yang nggak tepat terjadi hingga Masku menikah. Ketika menikah, sang istri kerap mengeluh karena masku tidak pernah membantunya mengerjakan pekerjaan rumah. 

Ya aku sangat paham, kakak iparku pasti lelah hingga suatu hari terjadi ledakan emosi yang begitu besar. Bom waktu itu telah meledak. Masku dan kakak iparku adu mulut hingga ibuku ibuku terlibat dalam perseteruan itu. Ibuku menyesali atas didikannya yang tidak benar selama ini. Masku akhirnya mencoba untuk mengerjakan pekerjaan rumah dan dia bisa.

Memang di budaya Patriarki kita ini perempuan kerap dirumahkan. Mengerjakan pekerjaan rumah yang begitu berat tapi diangap tidak prestise dan berharga. Padahal seharusnya pekerjaan rumah itu yang dilakukan bersama. Tidak pandang apakah itu laki-laki atau perempuan. Pekerjaan rumah harusnya dilakukan oleh semua anggota keluarga yang menempati rumah itu, bukan sosok perempuan yang ada di rumah itu. Laki-laki ngapain aja?

Sudah seharusnya laki-laki mengerjakan pekerjaan rumah. Sama-sama diwajibkan, lha wong sama-sama manusianya kok ngapain perlu dibedain. 

Konon katanya kalau laki-laki ngerjain pekerjaan rumah itu kurang elok agtau kurang pantas, kok menurut saya pantas-pantas aja ya. Malah kegantengannya bertambah. Yang nggak elok itu jika laki-laki masih menindas perempuan, memperkosa, melakukan pelecehan seksual, diskriminasi, masih patrarki, menganggap perempuan kelas nomor dua. Ya saatnya perempuan tidak dibebankan dengan pekerjaan rumah belaka, karena pekerjaan rumah juga menjadi pekerjaannya laki-laki.  

Ketika laki-laki selesai bekerja mencari nafkah, ya memang kewajiban suami mengerjakan pekerjaan domestik. Memastikan anak istri dalam keadaan sehat, keluarga terpenuhi, rumah bersih dan bahagia. Karena memang pekerjaan domestik tidak mengenal gender.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun