Mohon tunggu...
Woro seto
Woro seto Mohon Tunggu... Jurnalis - menulis apa saja yang disuka

Konten kreator, Pengusaha kecil, suka nulis hal receh dan pengamat sosmed

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Ustaz Lulusan Pesantren Kilat

16 Mei 2019   14:14 Diperbarui: 16 Mei 2019   14:50 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saat menjelang isya dan subuh, remaja masjid asik bergerombol di sudut halaman masjid sambil menunggu kedatangan ustaz. Remaja masjid sekarang tugasnya lebih ringan, pasalnya ustaz sekarang sudah naik motor bahkan mobil pribadi. Tidak perlu antar jemput seperti zaman dahulu. Ustadz yang naik mobil mewah sekarang sudah dianggap biasa, kata ustaz itu sebagai bonus atas kesalehan.

Waah, luar biasa sekali kan?, sekarang ustaz berdasi semakin menjamur. Bulan ramadhan menjadi bulannya para ustaz. Kenapa? bayangkan saja, 29 kali sholat tarawih dan kultum, 29 kali sholat subuh dan kajian pagi, berapa banyak ustad yang dibutuhkan dalam satu masjid?itu baru satu masjid lho yaa? Kalau satu kampung punya 2 masjid?dan satu desa punya 8 masjid? Apalagi sebelum buka bersama di masjid, masih ada kajian sore. Bisa hitung sendiri berapa ustad yang akan naik jam terbangnya.

Atas kebutuhan ustad yang banyak itu, maka akan muncul potensi ustad dadakan. Bahaya sekali ketika orang bermodal baju koko,sarung dan peci bisa naik mimbar dan lantang menyuarakan ajaran islam. Ilmu utsadz dadakan itu hanya bermodal buku "seribu kumpulan khutbah" yang harganya sekitar puluhan ribu, bisa mendatangkan keuntungan berlipat ganda dengan hasilnya sebagai profesi ustaz. Tidak hanya ustad seleb lho ya, ustadz lokal dan ustadz dadakan ini juga punya tarif sendiri. Tarif ini berdasarkan pengalam si ustadz, kalau masjid B lebih gede uang transportnya, maka masjid A sudah tidak dijamah dengan alasan sudah penuh agenda dakwahnya. Perihal lokasi juga diperhitungkan,semakin jauh ya semakin besar tarifnya. hebat bukan?

 Sambil mengelus dada saya sering bertanya arti ustadz kepada sang ustadz. Jawaban dari mayoritas ustadz yang saya temui mereka menjawab bahwa ustadz berasal dari bahasa Arab. Padahal pemahaman itu salah. Kalau boleh bicara soal ustadz, secara bahasa, kata ustadz bukan asli bahasa Arab. ustadz adalah kata ajami (non-Arab)  yaitu bahasa Persia (Iran) yang kemudian dijadikan bahasa Arab (muarrob). Asal usul bahasa banyak lho ustad yang gak tahu, masihkah kita percaya atas kelimuan ustad dadakan itu? Dalam kamus Arab, Al-Mu'jamul Wasith kata ustadz memiliki beberapa makna sebagai pengajar, orang yang mengajar keahlian suatu bidang industri, julukan profesor di universitas. Namun di Indonesia, kata ustaz sering diartikan sebagai guru agama.

 Karena ustad ini memiliki pengetahuan tinggi, maka seseorang tidak layak disebut ustadz sebelum menguasi ilmu shorof, nahwu, mantiq, tafsir,hadist, ma'ani, badi', kalam, ushul fiqh. Orang dahulu sangat selektif dalam memilih ustadz. Seorang yang mendapat julukan ustadz memiliki beban moral begitu berat. Sekarang banyak sekali orang yang mengaku dirinya sebagai ustadz. khulafaur rasyidin saja belum tentu bisa disebut ustadz.

Sedang di Indonesia, kata ustadz merujuk pada banyak istilah yang terkait dengan orang yang memiliki pengetahuan ilmu agama dan bersikap serta berpakaian layaknya orang alim. Baik kemampuan riil yang dimilikinya sedikit atau banyak.

 Ustaz zaman sekarang hidupnya begitu mewah, agama djadikan sebagai profesi bisnisnya. Sekali lagi, tidak hanya ustaz selebriti lho ya, ustad lokalpun juga ada. Coba kalian hitung, berapa ustadz yang kaya? Berapa ustaz yang masih hidup dalam kesederhanaan, zuhud dan wara'? susah memang ketika hidup di zaman serba materiil, apa-apa dihitung, bahkan keimanan dan ilmu agama bisa ditukar dengan uang.mau jadi apa umat islam mendatang?

Bulan ramdahan sepantasnya menjadi refleksi dan perenungan bagi umat islam, bahwa ustaz itu memiliki tanggungjawab menyebarkan ilmu agama dan kehidupannya menjadi teladan. Maka umat islam jangan mudah menyebut yang sering ceramah mimbar sebagi ustadz, dan jangan pernah menyebut dirinya ustadz.

 Kalau boleh bercerita, mengapa ustaz zaman sekarang kaya mungkin karena banyaknya job ceramah diluar kota sehingga banyak juga uang tranportnya, atau mungkin duduk dirumah dan banyak orang berkonsultasi agama, lalu mendapatkan amplop yang tebal. Bisa jadi lho ya. Bisa. Terkadang saya sendiri harus sering sering beristighfar jika ada ustad yang tidak bekerja apa-apa dan bisa kaya harta.

 Manusia sekelas nabi dan rosul tidak pernah menjadikan profesi atas kenabian dan kerasulannya. Nabi Muhammad SAW menjadi pedagang, Nabi Isa dan Nabi Nuh menjadi tukang kayu, Nabi Daud menjadi pandai besi, Nabi Idris menjadi penjahit, bahkan Nabi Sulaiman, manusia paling kaya di seluruh dunia, untuk nafkah beliau menganyam karung dan tikar. Cari Meskipun hidup dan kekayaan nabi dan rosul untuk berdakwah, tetapi manusia pilihan itu, mencari nafkah dengan kedua tangannya, bukan dengan ceramah di mimbar mimbar ataupun di amjelis taklim luar kota.

Oh iya, sangat jauh jika saya membandingkan ustad sekarang dengan para nabi dan rosul. Maaf ya maaf. Biar tidak terlalu jauh, saya bandingkan saja dengan ulama indonesia yang kita kenal sebut saja ahmad dahlan, hasyim asy'ari, buya hamka. Hidup mereka sangat sederhana, tidak bermewah mewah, ataupun mengumpulkan harta dari dakwah.

 Terkadang, ustaz dadakan dan profesi ustaz, masyarakat sendiri yang membuka peluang itu. Masyarakat sering menebus keringat dan waktu sang ustaz dengan pemberian uang dan akhirnya karena nikmat sang ustaz jadi ketagihan. Ustaz dadakan juga berfikir bahwa menjadi ustaz profesi yang menggiyurkan, hidup mulia, kaya raya dan akhirnya berbondong-bondong ikut pesantren kilat dan membeli buku kumpulan khtubah dan merasa berilmu.

 Umat islam harus mengetahui tentang keutamaan ustaz, karena sangat berkaitan dengan ilmu. Imam syafi'i mengatakan tiada ilmu tanpa sanad. Ma kita wajib mengetahui dulu ustaz yang kita panggil di masjid kita. Tidak asal-asalan dan seadanya.dan akhirnya forum yang harusnya menjadi forum diskusi agama yang penuh subtansi bukan menjadi forum lawakan di masjid.     

Ini baru istilah ustaz lho ya, nanti jika umat islam membiarkan hal ini terus menerus. Lama-lama ustaz dadakan dan profesi ustaz mengaku dirinya sebagai ulama. Atas dasar jam terbang kariernya,bukan atas dasar ilmu agamanya.

 Menjadi sangat kacau bila dibiarkan, apalagi kedudukan ulama sesuai  hadist nabi "warosatul anbiya"(pewaris para nabi) bisa jadi ini hanya angan-angan yang sulit terwujud scara subtansi. Jika ustad dadakan mengaku dirinya sebagai ustad bahkan ulama.

Terkadang saya juga merasa miris, banyak ustaz yang pergi jauh berdakwah, tetapi tetangga depan belakang, dan samping kanan kiri tidak mengenal. Padahal dakwah yang terbaik adalah dakwah di rumah terdekat. Tidak ada anjuran berdakwah ditempat yang jauh yang melalaikan keluarga dan tetangga dekat.

Dakwah yang sesungguhnya adalah berbuat baik, menegakkan kebenaran dan  keadilan, memerdekakan orang tertindas semata-mata hanya untuk mencari ridho sang pemilik semesta. Umat islam dalam satu daerah akan lebih baik lagi jika tidak perlu memanggil ustad yang jauh.cukup ustad di kampung setempat. Hal ini bisa digunakan untuk memberikan teladan dalam kehidupan sehari-hari, tempat berkonsultasi dan tentunya tanpa amplop seperti ustad profesi.

Saya masih percaya, masih banyak juga ustdz yang pantas dan masih memegang nilai-nilai perjuangan islam, masih sederhana, zhuhud dan wara'. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun