Mohon tunggu...
Woro seto
Woro seto Mohon Tunggu... Jurnalis - menulis apa saja yang disuka

Konten kreator, Pengusaha kecil, suka nulis hal receh dan pengamat sosmed

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Karyawan di Perusahaan Besar Juga Buruh, Jangan Hina Buruh Kasar

1 Mei 2019   20:51 Diperbarui: 2 Mei 2019   10:45 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: antarafoto.com

Kongres Internasional pertama para buruh terjadi di Jenewa, Swiss pada tahun 1886 dengan berbagai perwakilan buruh dari berbagai negara. 

Tanggal 1 Mei dipilih sebagai Hari Buruh Internasional karena mereka terinspirasi dari demonstrasi besar-besaran yang dilakukan oleh para buruh di Kanada pada tahun 1872. Mereka terus memperjuangkan hak mereka hingga akhirnya 8 jam kerja di Kanada resmi diberlakukan mulai 1 Mei 1886. Itulah kenapa tanggal 1 Mei dipilih sebagai hari Buruh Internasional.

Terkait buruh, saya ingin sedikit bercerita, teman saya seorang karyawan di perusahaan terkemuka kerap mengeluh dengan aksi buruh yang melakukan demo di jalanan. Katanya buruh-buruh seperti itu bikin macet. Padahal teman saya yang bekerja sebagai karyawan itu juga buruh. Entah buruh pabrik, buruh tani, buruh dan para pegawai itu juga  buruh. Bedanya yakni pada pekerjaannya. Ada yang disebut buruh kasar dan buruh terdidik.

Menjadi buruh terdidik memang terlihat lebih mentereng dibanding buruh kasar. Namun tidak selayaknya menghina dan meremehkan aksi para buruh yang ingin memperjuangkan hak-haknya. Toh sama-sama buruh jangan saling merendahkan.

Buruh-buruh terdidik seharusnya tercerahkan dan sadar bahwa ilmu yang dimilikinya bisa membantu memperjuangkan hak para buruh tani dan buruh pabrik yang hidupnya kurang sejahtera.

Para buruh  itu kerap tidak mendapatkan hak-haknya seperti upah layak, dipaksa untuk bekerja dengan sistem  kontrak dan sistem outsourcing, dan jam istirahat.

Maka dari itu, hari pendidikan harus disemangati bahwa kita sekolah bukan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak melainkan kita menjadi manusia yang bernilai dan budi pekerti.

Lantas bagaimana orang-orang yang bergelar sarjana dan megister yang memilih menjadi buruh? Itu juga tidak masalah. Yang menjadi masalah adalah merasa lebih tinggi dari buruh lain. Padahal pekerjaan yang masih dibayar oleh seseorang, tiu tetap saja buruh.Sehingga yang wajib dilakukan buruh terdidik adalah membantu memperjuangkan hak-hak buruh kasar agar kita semua sejahtera dan mendapatkan penghidupan yang layak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun