Teman-teman saya begitu update dengan challange yang viral itu, misalnya challangekiki, challangedancerxking dan lainnya. Teman-teman saya juga sering membicarakan video viral, entah video lucu, video menyayat hati maupun video-video dari kalangan selebriti. Hal itu yang membuat saya tak mau ketinggalan dan merasa hidup di gua jika tidak tahu obrolan mereka. Sungguh, ini bukan kesalahan teman-teman saya, ini salah saya sendiri karena kecanduan Instagram.
Tentu saja, pengalaman saya itu mungkin juga dialami oleh anak muda lainnya. Berapa banyak anak muda ketika ngumpul dan nongkrong membicarakan soal buku. Mungkin ada, tapi jumlahnya sangat kecil. Ketika seseorang memantik untuk membicarakan buku, teman-teman yang lain seolah tidak tahu akan pembicaraan itu Dan akhirnya  ngomongin dunia sosial media lagi.
Menciptkan budaya literasi dan berdiskusi memang cukup sulit. Tapi bukan nggak bisa ya, itu tetap bisa. Butuh komitmen dan kebiasaan. Kita juga harus mengubah mindset kita bahwa anak gaul adalah anak yang banyak membaca buku, bukan anak yang serba tahu tentang dunia persosmed-an yang tengah viral. Tentu tahu tentang somed boleh, tapi lebih keren lagi kalau baca buku.
Mengapa sosmed dan kebiasaan buku menjadi dua persoalan yang tidak bisa dipisahkan? Karena sosmed seperti di Instagram, Twitter maupun Facebook adalah media untuk berbagi. Kalau kita sering membaca buku, tentu yang kita bagikan adalah ilmu. Terlebih ketika kita berkomentar menanggapi sesuatu, kita kan lebih bijak dan berdasarkan ilmu. Bukan hanya emosi dan kata-kata serapah yang bikin sakit hati.
Hari Buku sedunia, yuk kita awali hari ini dengan komitmen membaca buku. Mengurangi waktu berselancar di Instagram bukan sebuah dosa besar, berarti hal itu boleh ditinggalkan. Buku-buku-buku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H