Isu intoleransi itu isunya orang kota banget. Tidak menjawab semua anak muda. Misalnya diganti dengan isu pendidikan, naaah, ini bakal menjawab semua lapisan masyarakat baik di pedesaan maupun di perkotaan. Selama ini, isu pendidikan menjadi problem di wilayah tingkat desa hingga kota bahkan di ibukota.
Keempat, PSI kerap melakukan negative campaign. Kader PSI seperti Tsamara Amany, Raja Juli Antoni, Dedek Prayudi, Rian Ernest, Dini Shanti Purwono kerap diundang di sejumlah televisi. Wajah mereka bersilweran di berbagai acara talkshow politik dan debat. Mereka kerap melalukan negative campaign dengan menjatuhkan lawan. itu boleh saja, asal nggak black campaign. Tapi sayangnya, cara-cara begitu juga dilakukan oleh politisi PDIP, misalnya Budiman Sudjatmiko atau Adian Napitupulu. Sehingga partai yang katanya anak muda, secara sikap berpolitiknya sama dengan generasi tua.
Anak millenial nggak suka ribut-ribut. Daripada menjatuhkan lawan, mengapa sih PSI nggak membranding positif partainya sendiri, atau caleg-calegnya sendiri? Anak muda sumpek dengan cara begitu. Nah, pola-pola seperti ini harus diubah PSI di pemilu 2024 nanti ya.
Kelima, Branding PSI sebagai partai anak millenial belum bisa menggerakkan suara pemilih millenial dan pemilih pemula. Menurut data Kemendagri, ada 5 juta pemilih pemula di pemilu 2019. Sementara itu, KPU juga mengumumkan pemilih Usia 20 tahun sebanyak 17, 5 juta orang dan usia 21-30 sebanyak 42,8 juta orang.
Lantas PSI hanya mendapatkan sekitar 3 juta orang. tentu ini menjadi pertanyaan besar. Mengapa ini terjadi? Karena program yang ditawarkan PSI tidak bisa menjawab kegalauan dan kegundahan anak muda. PSI nanggung jualannya. beda dengan PDIP yang sukses membranding bahwa partai PDIP adalah 'partai wong cilik'. Meski dalam praktek-prakteknya, PDIP nggak selalu pro wong cilik juga.
Keenam, citra diri PSI kelas menengah atas, sehingga wajar jika DPRD yang mencalonkan diri bisa meraup suara di Jakarta. Ya karena PSI itu anak ibukota banget. Lihat saja, sapaan 'bro' dan 'sis', itu kan anak kota banget ya. Anak muda di Sragen, Wonogiri, Klaten nggak terbiasa dengan sapaan begitu. Biasanya 'Nduk' atau 'Tole' aja sudah seneng, nggak perlu 'bro' dan 'sis'. Anak desa dan kampung seperti saya ini kelu kalau harus sapa dengan sebutan begitu.
Ketujuh, PSI dalam memberantas hoax caranya nggak anak muda banget. Beberapa waktu lalu PSI memberikan piala dan sertifikat kepada Prabowo, Sandiaga dan Andi Arief sebagai pemenang kebohongan terlebay, kebohongan haqiqi dan kebohongan terhalu. Kalau anak muda caranya nggak gitu. Anak muda itu ua ya bikinin video parodi-lah, bikin posterlah, bikin meme dong. Kalau cuma piala itu zaman old banget.
Kedelapan perjuangan PSI beda dengan anak muda progresif pada umumnya. Anak muda itu biasanya merdeka, bebas, libertarian, dan berdiri melawan pemerintah. Itu sama seperti politisi-politisi senior seperti Budiman Sudjatmiko, Fadjroel Rachman, Adian Napitupulu dkk di era Orde baru itu lah. kenapa saya contohkan 3 orang itu? ya biar belajar sama tokoh senior di satu koalisinya. Keputusan PSI berkoalisi mendukung Jokowi, itu sah-sah aja. Tapi kalau menyerang orang yang mengkritik pemerintah kok rasanya wagu aja.
Biasanya anak muda itu berani mengkritik, tapi PSI berani membela padahal program pemerintah itu memang kurang tepat. meski kritikan itu membangun dan terpampang nyata, tapi PSI kerap 'menghajar' kubu Prabowo karena terlalu berisik melempar kritik ke pemerintah. Meski saya tahu, kritikan dari kubu Prabowo terkadang sering ngaco juga. Tapi nggak perlu semua dihajar hingga berbusa-busa.
Kesembilan, PSI dikerap diolok-olok netizen sembunyi di belakang Jokowi. Dinilai mencari panggung dan ingin menaikkan elektabilitas dengan mengusung Jokowi. Padahal anggapan itu juga tidak 100 persen benar. Tapi cukup signifikan mendongkrak suara dan mendapatkan panggung besar hingga diundang di berbagai stasiun televisi. Namun pilihan PSI ini tidak disukai sebagian anak muda dan menimbulkan nyinyiran. "Mana perjuangannya? kok buru-buru gabung istana?" begitulah kata netizen Indonesia.
Kesepuluh, PSI jarang terdengar mengkritik pemerintah. Para tokoh PSI ini justru seperti buzzer-buzzer pemerintah yang siap menyerang netizen-netizen yang menuliskan kritik pedas. Mungkin PSI gengsi untuk mengakui kelemahan pemerintah, atau mungkin sebenarnya PSI juga menyampaikan kritik-kritik itu ke pemerintah langsung tanpa menuliskan di sosmed. tapi itu mungkin lho ya?