Mohon tunggu...
Mardigu Wowiek
Mardigu Wowiek Mohon Tunggu... -

Die Hard Enterpeuneur Amateur Writter Micro Expression Expert Psychology Enthusiasm Pengamat Intelijen dan Terorisme

Selanjutnya

Tutup

Politik

Drama Politik dan Ekonomi

20 Maret 2017   10:42 Diperbarui: 20 Maret 2017   20:00 698
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

 Balik dari menikmati makan siang dengan masih menggantung sajadah di pundak, menyempatkan jari mengetik sedikit tulisan siang di kafe kecil bilangan kuningan. Saya mencoba melanjutkan tulisan pagi, solusi jangka pendek untuk bangsa.

 Sebagai pengingat sahabat sebelum masuk ke subjek bahasan. Yaitu informasi negara tetangga kita di asean, bahwa Myanmar akan menjadi negara dengan pertumbuhan ekonomi terbaik di tahun kedepan. Dan di prediksi akan mengalahkan thailand dalam sebuah tulisan jurnal di majalah time bulan januari 2017. Bahkan pertumbuhan Myanmar akan menjadi diatas 2 digit, diatas 10 %.

 Thailand di Asean adalah terbaik pertumbuhan ekonominya secara berturut turut di 3 tahun terakhir. Indonesia ngak usah di bahas ya, 5% nya itu bisa jadi indikasi pemerintah sendiri. Lah  yang buat dia, yang menyatakan juga dia sendiri. Ya sah lah, Ngak apa-apa juga kok bersandiwara begini, memang bangsa ini saat ini doyan dengan drama dan lebih  senang drama  berseri.

 Drama seri demo “bela ini bela itu” cukup seru dan laris di tanggap, ada 3-4 kali tayang yang ceritanya cukup layak dapat oscar bahkan. sungguh menarik dengan variasi unsur surprise tak terpikirkan sebelumnya  karena ada  tunggangan pemakar yang haus kekuasaan, seru deh pokoknya. Tapi  sekarang sudah tidak laku lagi yang salah satunya tidak ada yang sponsorin lagi, iklan ngak masuk lagi. Makin sayup drama seri bela itu sekarang.

 Lalu drama KPK juga berseri dalam cerita pemberantas korupsi. Sebentar lagi juga akan di siarkan dan di pertontonkan drama seri pilkada jakarta jilid 2 yang penuh dengan isi komentar celetukan yang seru penuh kegeraman, sebel, panggilan-panggilan tuduhan di bareskrim dan saling berikan data negatif. 

 Karena selalu full drama, bahkan partai penerima uang e KTP ngak mau kalah. Sebentar lagi akan me-release/membuat drama babak baru. Golkar, PDIP, Demokrat akan membuat drama seri baru. Bisa munaslub, bisa akan bubar. Penuh manuver penyelamatan dan pahlawan baru hadir.

 Juga di pemerintahan. Saya yakin akan ada resuffle kabinet lagi. Terutama drama bidang ekonomi. Dan kali ini jagoan congor yang  saya jagokan (lumayan ok saya suka) saya yakin masuk lagi aktor lawas si Rizal Ramli. Gonggongan nya khas, bisa membuat penyeimbang LBP. 

 Dan menambah unsur drama politik inilah saya akan berteriak kencang kepada pak Jokowi. Apa resep sukses myanmar di tiru pak. Begini resep myanmar pak. Sebelumnya, bahkan 2 tahun yang lalu deh. Junta militer Myanmar menggunakan roda ekonomi secara pemerintahan menggunakan BUMN penggeraknya, motornya ekonomi BUMN.

 Sejak 2 tahun terakhir myanmar memutuskan swasta mulai di aktifkan. Juga swasta bermitra pengusaha asing mulai masuk. Inilah yang secara drastis merubah performa Myanmar. Pertumbuhan cepat yang  di perkirakan 2017 ini lebih 10% pertumbuhannya.

 Militer myanmar membuka diri dengan kesadaran penuh, rakyat myanmar bukan pasar tetapi aset. Mereka pun siap ekspor dan swasta motor penggeraknya dalam 2 tahun ini terbukti resep ampuh.

 Jadi,  saya yang anti BUMNisasi dengan bahasa lain saya anti Rinso,  saran saya pak presiden begini :  Program BUMNisasi fokuskan ke proyek pemerintah saja. Itu kalau BUMN masih mau di pakai. Dan proyek lain serahkan ke  swasta, bantu permudah pemodalan dan akses buyer untuk swasta. Bantu swasta menjual produknya. Offtaker produk nya terutama output manufaktur.

 Kalau sulit di cerna pak Jokowi. Ibu Rinso pindahkan ke menteri keuangan, menteri Sri ke gubernur BI. BUMN keluarkan dari kementrian. Masukan di bawah kementrian terkait. Sekali lagi kalau masih mau di pakai.

 Kementrian itu jabatan politik , kementrian itu lembaga teknis, dan kementrian itu lembaga pengatur, kementerian bukan  lembaga operasional. 

 Misalnya TNI itu operasional, maka dia berada bawah Kemhan. Polisi itu lembaga operasional harusnya di bawah kemhan juga atau di bawah mendagri.bukan seperti saat ini yang direct langsung ke presiden.

 Demikian juga BUMN itu lembaga operasional. Harusnya BUMN di bawah departemen terkait. Garuda di bawah departemen perhubungan. Pertamina di bawah ESDM.

 Pal, Pindad, inuki dan sejenisnya masuk bisnis pertahanan di bawah kemhan. Bank di bawah departemen keuangan. Adhi karya, wika, PP di bawah kementrian PUPR dan lain sebagainya. 

 Holding BUMN  di buat langsung di berikan di bawah kementerian teknis.  Dan bubarkan kementrian BUMN ( ini saran kuat). Pemusatan kekuatan dan kekuasaan bisnis di bawah satu atap BUMN di bawah presiden menjadikan BUMN terlalu kuat dan menekan swasta. Persis seperti BUMN Myanmar di awal dulu.

 Myanmar mereformasi ke swasta , eh malah era Rinso balik ke sentralisasi BUMN. Piye toh..apa karena setiap kementrian itu mau bikin kerajaan masing-masing. Jadi menterinya pengen jadi raja dan mengontrol. Itu ngak NKRI namanya. 

 Bagaimana drama ini, seru khan? Selesai toh masalah? , apa susah ngerjainnya? Apa ngak mau? Beda tipis sih memang. Tapi saya menantang semua stake holder atas saran ini. bisa di jadikan drama bagus khan ya? #peace

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun