Membaca di media pernyataan menteri luar negeri Indonesia yang berkomentar bahwa saat ini kebijakan kita (luar negeri Indonesia) menunggu policy kebijakan amerika paska pelantikan Trump 20 januari 2017.
Bagi banyak orang mungkin tulisan di media ini adalah hal yang biasa saja. Hanya sekedar informasi. Tetapi bagi orang seperti saya, bisa membuat pikiran saya langsung ke berbagai gambaran, gambaran buruk pastinya. Dan tersering hal seperti ini membuat saya naik pitam.
Saya kalau sudah kayak begitu, dalam hati keluar gaya kasar sinikalnya, Ini menteri geblek bener sih?!. Masak kebijakan kita “menunggu” kebijakan Negara lain. Ya harusnya kita punya kebijakan yang solid dan tidak “ikut angin”, nation interest kebijakan luar negeri Indonesia ya di buat apapun dan siapapun presiden Negara tetangga, negera adi daya, ngak perduli.
Lah kalau menunggu, kayak ngak punya analisa dan data saja, mau melangkah apa amerika sudah bisa di tebak. Mau jalan kemana foreign policy china juga bisa kebaca. Ngak usah menunggu. Apa ngak nyampe ya? Siapa sih para pembuat kebijakan luar negeri bangsa ini?
Asli saya urusan ketata negaraan dan masalah bangsa Indonesia saat ini yang faktanya ekonomi selalu ( menterinya bilang) dunia lagi slow down ekonomi, duh saya paling sebel dengan orang yang type bicara seperti ini. (point finger) kalau di team saya sudah saya ganti pastinya.
Saya keinget jaman Suharto. Bagi saya di jaman ini ada banyak hal bagus yang di tiru dunia tetapi di buang oleh bangsanya sendiri. efek reformasi yang di belakangnya amerika ini benar-benar merusak bangsa. Amien rais dan SBY pemberi kontribusi terbesar urusan rusaknya tata Negara paska reformasi ini.
Saya berikan 1 hal saja sebagai contoh.
Dulu institusi lemhanas adalah lembaga wajib untuk calon pemimpin. Seakan kalau sudah di lemhanas sudah bisa siap-siap di panggil pak harto masuk jajaran pembantunya. Bisa menteri, eseloon satu atau ketua badan-badan atau profesioanl BUMN.
Sekarang menteri ngak ada yang pernah ikut lemhanas. Arti bela Negara dan memahami kerja sama antar departemen masih gelegepan. Belum lagi secara kemertri followershipnya rendah terhadap pak Jokowinya. Lebih setia ke partainya.
Di DPR dulu ada fraksi abri atau TNI/POLRI. Suaranya 10% anggota DPR. Membuat setiap anggota DPR mengerti bela Negara karena ada panji nusantara yang mengawal di setiap fraksi.
Utusan daerah juga ada suaranya, sehingga tidak melulu suara DPR yang di senayan. Ada 2 fraksi utusan daerah dan fraksi abri. Yang setelah UUD 45 di ubah menjadi UUD 2002 yang di gerakan oleh SBY mantan baperan yang di janjikan berkuasa 2004 . ya dia main lah. Walau DPR jadi lemah dan TNI POLRI tak bersuara dia anteng-anteng saja 10 tahun presiden dan ngumpulin banyak lagu eh duit. Di belakanganya amerika, tenang dong. Iya pak beye, begitu khan?!! tapi bangsa Indonesia kamu gadai. Geblek deh luh!!!