Disentakkannya brokoli tersebut ke arah bak cuci piring, untuk membuang Si Ulat. Sekali lagi, dilihatnya Si Ulat Mungil bergerak sedikit. Namun terlambat, tubuh mungil itu sudah terlempar ke bak cuci, dan lenyap terbawa air serta sabun.
Beberapa saat kemudian, si ibu (nah, gini kan bagus! Ringkas! Nggak narsis!!!) kembali ke bak cuci untuk mencuci peralatan makan bayinya. Dilihatnya Si Ulat tengah merayap pelan, berusaha keluar dari bak cuci.
Olala, ternyata ulat ini beneran masih hidup. Tadi kan jelas-jelas sudah hanyut. Sekarang bisa merayap keluar. Tidak diragukan lagi, satwa mungil ini masih hidup!
Betapa hebat perjuangannya untuk bertahan hidup! Betapa kerasnya cobaan yang ia jalani! Dibekap dalam plastik kedap udara, dimasukkan ke dalam kulkas, dihanyutkan dalam bak cuci piring pula!
Namun Si Ulat pantang menyerah. Selama Sang Pencipta masih menghembuskan napas kehidupan dalam tubuh mungilnya, Si Ulat bertekad untuk memenuhi panggilan itu, dan terus berjuang mempertahankan nyawanya.
Si ibu merasa bersalah. Ulat masih hidup kok dihanyutkan ke bak cuci piring! Ulat seulet dan setangguh ini patut diberikan habitat hidup yang sesuai. Dengan bantuan sehelai kertas, Si Ulat diangkut keluar dari bak cuci.
Di luar rumah si ibu muda, tumbuhlah dengan subur sebatang pohon delima. Di sana ia meletakkan Si Ulat, dengan tujuan agar Si Mungil itu hidup berbahagia. Barangkali kelak ia akan menjelma menjadi seekor kupu-kupu rupawan yang memesona nan cantik jelita...
Sampai di sini perjumpaan kita ya Lat. So long, farewell, auf wiedersehen, goodbye... ☀^^☀
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H