Mohon tunggu...
joe de sastro
joe de sastro Mohon Tunggu... -

Penggemar bola, heavy metal, tertarik dg masalah lingkungan, perkotaan, budaya dan lain lain..

Selanjutnya

Tutup

Politik

Politisi Berusaha Beri Analgesik Bermerek Sepakbola

26 Desember 2010   05:05 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:23 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Gema Piala AFF makin kencang. Tokoh-tokoh politik di Indonesia pun tak mau ketinggalan dengan euphoria ini. Aburizal Bakrie menjadi orang pertama tampil numpang tenar bersama timnas. Dengan cepat dia langsung menghibahkan tanah 25 Ha di jonggol serta bonus 3 M untuk timnas. Namun kepentingan timnas menjadi agak terganggu belakangan ini. Pemain dan official dengan terpaksa meladeni jamuan di rumah Aburizal Bakrie. Belum lagi diajak sang ketum PSSI kesono kemari mengikuti acara seremonial yang tidak terlalu perlu.

Timnas yang seharusnya dikarantina malah justru keluar melulu. Sebenarnya sah-sah saja mengadakan acara seperti ini, tetapi ujungnya berkesan PSSI banyak maunya. Elite politik seperti menunggangi Timnas. Pada wawancara beberapa hari lalu di Metro TV, Nurdin Halid kentara sekali lagi berbicara politik daripada bicara sepakbola.

Ketika ada himbauan untuk menurunkan tiket pertandinan final dari presiden, Nurdin Halid berkilah tidak mendapat himbauan langsung. Tapi kemudian dia dihubungi bossnya si Aburizal Bakrie untuk menurunkan harga tiket. "Karena saya kader beliau, maka saya pun patuh dengan atasan saya" jawab Nurdin ketika itu. Weleh weleh. Belum lagi klaim Idrus Marham bahwa penurunan tiket itu atas jasa Aburizal Bakrie. Apa pentingnya?

Sepakbola memang sering ditunggangi politik. Kasus yang paling terkenal adalah di Piala Dunia Argentina 1978.  Ketika digelar di Argentina, situasi pemerintahan setempat jauh dari keadaan aman dan tenteram. Penguasa militer saat itu Jorge Rafael Videla Redondo menjalankan roda pemerintahan dengan tangan besi. Rakyat Argentina waktu itu hidup dalam suasana krisis dan ketakutan.

Di saat kejuaraan berjalan, banyak kejanggalan-kejanggalan yang ditemukan saat tuan rumah bertanding. Tim tuan rumah selalu diuntungkan oleh wasit.

Namun yang paling mencolok adalah pada babak II di fase penyisihan. Karena jumlah selisih golnya kalah dari Brazil, Argentina pada pertandingan terkhir paling tidak harus menang 4-0 atas Peru. Hasilnya mencengangkan, Argentina melesakkan enam gol tanpa balas! Tim Tango lolos karena unggul selisih dua gol (8-0) atas Brasil (6-1). Argentina pun lolos ke final menghadapi Belanda.

Hasil ini dianggap tak masuk akal di kalangan pengamat. Bagaimana mungkin, Peru yang saat itu termasuk kuat di dunia dan dihuni pemain-pemain yang jauh lebih terkenal dari pemain tuan rumah seperti Teofillo Cubillas, Hector Chumpitaz, Jorge Luiz OblitassertaRamon Quiroga bisa dikalahkan dengan mudah. Quiroga kemudian dituduh punya andil dalam pertandingan tersebut, karena kiper Peru ini pemain kelahiran Argentina. Walaupun sebenarnya tuduhan itu tidak pernah terbukti.

Tetapi kontroversi di even ini terus terjadi sampai final. Akhirnya Argentina juara dunia untuk pertama kalinya dengan mengalahkan Belanda 3-1.

Rakyat Argentina pun berpesta pora sepanjang hari, seolah-olah sudah lupa akan keadaan negerinya. Videla pun ikut larut dalam pesta tersebut. Piala Dunia 1978 Argentina menularkan kegembiraan kepada rakyat yang sudah tersiksa rasa takut dalam dua tahun terakhir. Rakyat argentina menjadi tak merasakan krisis dan kekejaman yang dilakukan Videla. Piala Dunia 1978 terbukti menjadi kampanye sukses bagi junta militer pimpinan Videla.

Terlepas dari kontroversial nya tuan rumah, yang jelas telah lahir bintang-bintang Argentina yang baru saat itu seperti Osvaldo Ardilles, Daniel Pasarella, Daniel Bertoni, Leopoldo Luque dan yang sangat terkenal, Mario Kempes.

Banyak kalangan menilai praktik-praktik kotor selama piala dunia memang disokong oleh rezim Videla, demi agar Argentina bisa juara dunia. Harapannya jelas supaya rakyat lupa atas segala krisis di dalam negeri. Rakyat Argentina tak peduli, yang penting juara dunia.

Inspirasi Bagi Politisi Tanah Air

Daya magis sepakbola rupanya dipakai para petualang politik buat untuk mencari simpati. Sepakbola memang telah menjadi olahraga paling populer di kolong jagad ini. Di indonesia, mungkin hampir separo penduduk adalah penggemar bola. Seperti di Argentina, politisi di tanah air pun harus aji mumpung di dalam sepakbola.

Agak berbeda dengan kasus di Argentina, di Indonesia baru sebatas klaim mengklaim atau merasa paling berjasa terhadap timnas. Manuver politik di tanah air itu malah terkesan kacangan dan menggelikan. Masyarakat sepertinya juga tak terpengaruh dengan tingkah polah politisi itu.

Tapi ingat, rakyat sangat haus hiburan sepakbola, dan sudah rindu akan prestasi. Di tingkat Asia Tenggara saja mereka begitu antusias, apalagi kalo tingkat dunia? Nah, ini yang sebetulnya ditangkap oleh para politisi itu. Karena Ketua PSSI adalah kader golkar, maka golkarlah yang paling besar kans untuk membonceng kepopuleran timnas ini. Partai-partai lain pun hanya bisa melongo,  paling-paling hanya bisa sesumbar untuk mengerahkan supporter di stadion.

Tapi siapa peduli? Ical yang sudah memberi bonus gila-gilaan saja seolah tidak pernah dianggep. Dan jika Nurdin Halid dan golkar gagal mengambil simpati pada piala AFF ini, mereka sudah menunggu momen yang lebih dasyat lagi, yaitu piala asia dan piala dunia.

Nurdin Halid dengan Golkarnya yang sudah hampir mati gaya di tanah air tentunya tak akan tinggal diam. NH yang dikenal bermental baja, tapi banyak kalangan lebih senang menyebut bermuka badak, akan maju terus walaupun sudah dihujat sana sini ini akan terus mendompleng Timnas. Nurdin Halid, kader golkar yang bersembunyi di ketiak PSSI bermimpi mengejar putaran final Piala Asia 2011 dan lolos putaran final Piala Dunia Brazil 2014. Siapa tahu, jika berhasil, rakyat berbalik menyanjung NH dan partai golkarnya.

Jika 32 tahun yang lalu rezim Videla bisa meluluhkan rakyat Argentina dan berbalik mengelu-elukannya, para politisi di tanah air pun mencoba menanamkan pengaruhnya di sendi-sendi sepakbola. Golkar berusaha mengembalikan citranya yang buruk selama orde baru, juga Ical berusaha memperbaiki namanya yang masih berlumuran lumpur lapindo. Golkar dan Ical lewat NH ibarat dokter berusaha memberi obat analgesik bermerek sepakbola untuk mengurangi rasa sakit rakyat terhadap golkar selama orde baru, juga terhadap krisis tanah air dan intrik-intrik politik dalam negeri. Dan syukur-syukur obatnya bisa membuat lupa diri, sehingga golkar dengan mudah menggiring rakyat pada pemilu 2014....

Tapi rakyat Indonesia sudah sangat kritis, kecil kemungkinan terpengaruh manuver-manuver politik murahan seperti itu. Seandainya timnas sukses, masyarakat paling hanya lupa sebentar apa yang pernah dilakukan para politisi itu.

Ingat, analgesik bersifat sementara. Videla walaupun sempat dielu-elukan tak urung dicampakkan begitu saja setahun setelah piala dunia 1978. Kekejaman dia tak akan meluluhkan rakyat selamanya. Akhirnya dia pun dihukum seumur hidup.

referensi : goal.com, tempointeraktif.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun