Mohon tunggu...
Wong Kam Fung
Wong Kam Fung Mohon Tunggu... -

Baca tulisan-tulisan dia di blog pribadinya http://wongkamfung.com, atau menghubunginya di akun Twitter @wkf2010.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Seni Mengomentari Tulisan

26 Juni 2010   15:58 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:16 352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nampaknya sepele. Maksudnya ketika kita mengomentari sebuah tulisan di blog. Namun, apa yang anda rasakan ketika tiba-tiba tulisan di blog anda direspon dengan komentar yang pedas, kata-kata sinis, atau malah cacian dan sumpah serapah? Nyamankah anda? Bila peristiwa itu terjadi pada kita, barangkali kita akan berpikiran betapa tidak sopannya orang yang menuliskan komentar tersebut. Saya juga tidak akan heran bila sebagian dari anda kemudian jadi ketakutan, gemetaran, deg-degan, terus memikirkan, bahkan sampai tidak bisa tidur. Siapakah yang salah?

Mungkin saja kita yang salah. Secara tidak sengaja kita membuat tulisan yang menyinggung orang lain. Seperti yang saya alami, saya bahkan tidak hanya menyinggung satu orang tetapi sebuah komunitas. Anda tahu akibatnya? Saya diserang habis-habisan sebagaimana yang pernah saya ceritakan dalam Cara Membuat Tulisan Kontroversial Untuk Blog. Anda pikir saya memang sengaja membuat sebuah tulisan untuk menyerang sebuah komunitas? Tentu saja tidak. Itu murni kecelakaan. Maksud saya, apa yang saya tulis dengan niat baik ternyata mencelakakan saya. :-) Sebuah pelajaran yang sangat berharga. Dan itu menjadi bukti betapa tajamnya sebuah keyboard (bukan pena lagi) sehingga dampak yang ditimbulkan bisa bersifat masif.

Bagaimana ketika kita dalam posisi sebagai pihak yang memberi komentar? Akankah anda mencaci-maki dalam komentar anda bila menemukan tulisan yang menyinggung perasaan? Semua itu tentunya tergantung individu masing-masing. Mungkin anda sekedar prihatin dan menyayangkan tulisan yang dibuat. Atau anda mengekspresikan emosi anda secara eksplosif dalam komentar yang anda tuliskan. Bisa juga anda menganggapnya tulisan itu biasa di era kebebasan berekspresi seperti sekarang ini.

Ketika komentar dituliskan, perlukah sebuah seni dalam membuatnya? Bagi saya, diperlukan sebuah seni saat kita mengomentari sebuah tulisan. Seni dalam artian bagaimana komentar yang dibuat itu masih dalam koridor kesopanan. Komentar yang tidak menakutkan pemilik blog. Komentar yang meskipun tidak setuju dengan apa yang ditulis tetap masih menggunakan bahasa yang santun. Seperti arti yang terkandung dalam peribahasa kita, ”Bahasa menunjukkan bangsa.” Di saat komentar itu dituliskan, di situlah pembaca mempunyai ukuran yang bisa digunakan untuk menebak seberapa tinggi tingkat kesantunan dan pendidikan dari si pemilik komentar. Namun, namanya juga tebakan, mungkin saja tidak tepat.

Arti lain dari seni dalam berkomentar adalah kejujuran. Saya pernah menerima lima komentar yang isinya sama: arogansi, mencela, mencaci, dan merendahkan. Komentar itu ditulis oleh empat orang yang berbeda-beda namanya. Namun karena gaya bahasa yang digunakan dan isinya yang senada, saya jadi curiga bahwa komentar-komentar itu ditulis oleh orang yang sama. Dan ternyata memang benar. Kecurigaan saya terbukti dari IP Address yang digunakan yang hanya satu. Itulah kebodohan yang tidak dia sadari sehingga identitasnya bisa terungkap. Dengan demikian dia juga telah mempertaruhkan kredibilitasnya dengan melakukan kebohongan semacam itu.Meskipun dia menggunakan nama samaran yang berlawanan dengan jenis kelamin aslinya, saya tahu persis dia itu laki-laki atau perempuan. Agar tidak mempermalukan dia, saya berusaha agar ’skadal’ ini tidak menjadi berkepanjangan dan tidak mengeksposenya. Toh kemudian ada pembaca lain yang menyerang balik ke dia. Dan saya juga tahu dengan pasti penyebab mengapa dia menulis komentar semacam itu. Tulisan saya dianggapnya menyerang dia. Alamak!

.

Jadi, saudaraku, di saat anda akan mengomentari sebuah tulisan di blog, santun dan jujurlah. Dengan demikian berarti anda sudah melibatkan seni dalam komentar anda. Tapi, maaf, bolehkah saya buang air seni? Sudah nggak tahan. ;-)

Sumber gambar: http://www.petergamache.com/wordpress/

Salam,

WKF yang ada di wongkamfung.boogoor.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun