Mohon tunggu...
Pak Cilik
Pak Cilik Mohon Tunggu... Pegiat Teknologi Informasi -

berpikir, berbagi

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Pak Jokowi Tidak Blusukan ke Teluk Jakarta?

15 September 2016   06:07 Diperbarui: 15 September 2016   16:14 829
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sementara itu, yang setuju, memiliki seribu lima belas alasan atau lebih.

Misalnya soal ekonomi. Bahwasanya Kota Jakarta itu sudah terlalu padat dan membutuhkan lahan baru untuk menampung manusia-manusianya. Baik yang sudah ada maupun yang akan datang. Maklum, menurut mitos, di Ibu Kota uang gampang dicari. Maka pada berbondong-bondong kemari. Dari kampung dan kota lain, dari seluruh Indonesia bahkan dari negeri-negeri jauh di sana.

Mau dibangun lagi ke arah belakang, kiri, kanan, sudah mentok provinsi tetangga, lain partai pula. Mau di bangun di dalam Jakarta tanah mahalnya selangit. Mau tidak mau ke arah laut, yang belum pernah dibikin sertifikat sama siapapun. Lagipula daerah dekat air adalah daerah kaki naga, konon di situ cocok untuk usaha. Selain itu juga dekat dengan pelabuhan jadi mudah mencari barang-barang. Selain itu orang juga pada ke sana untuk mencari barang-barang.

Soal lingkungan yang mungkin rusak, itu bisa ditepis bahwa Teluk Jakarta dari dulu memang sudah rusak. Jangan-jangan malah Tuhan menciptakan Teluk Jakarta sudah dalam keadaan rusak. Di Teluk Jakarta sudah tidak ada ikan lagi, katanya. Buktinya tidak ada orang memancing di Ancol. Tidak ada nelayannya. Nelayan akhirnya membuat pembuktian terbalik di mana mereka membawa ikan-ikan. Tapi dibantah bahwa ikan-ikan itu terlalu kecil. Jangan-jangan bukan diambil dari Teluk Jakarta. Kan Teluk Jakarta belum dipasangi CCTV. 

No pic = hoax. Here is the fish, they said. But the fish is not the pic.

Juga karena pulau sudah terlanjur dibangun, kena tanggung. Dana yang dikucurkan sudah teramat besar. Agar investor tidak lari. Kasihan investor. Bagaimanapun investor juga manusia biasa seperti kita, memiliki anak dan bini. Kalau investor lari, tidak ada yang membantu membangun Jakarta lagi. Kan belakangan Jakarta semakin dibangun oleh investor. Mau bukti? Tuh, simpang susun Semanggi.

Kalau investor bangkrut, siapa yang bertanggung jawab pada pendidikan anak-anaknya? Apa bus sekolah yang ada sudah cukup untuk mengantar anak-anak yang sekolahnya berlain-lainan? Apa nunggunya tidak kelamaan?

Ada kabar bahwa soal reklamasi ini adalah 'warisan rezim sebelumnya"' Jadi supaya mikul dhuwur mendem jero, daripada apa-apa yang sudah diwarisken itu hendaklah dilanjutken. Paling tidak bila ada yang menyalahken, bisa semangkin melihat ke belakang pada Keppres yang sudah diterbitken pada masa Eyang. Semua gara-gara Eyang kan.

Hasil urugan itu cukup dekat dengan 'Monas', yang berarti harganya bisa diperhitungkan. Bisa diadu misalnya dengan membuat hunian di Cibubur. Cibubur tuh jauh sekali dari Sudirman, Thamrin. Cibubur Timur lebih jauh lagi, apalagi kalau orang katakan Timur Cibubur. Ujung dunia itu. Orang-orang Cibubur nanti naik mobil pribadi yang membuat macet di sekitar Cibubur. Sedang kalau di pantura Jakarta, orang-orangnya juga naik mobil, yang membuat macet. Tapi macetnya di Jakarta Utara, bukan di Cibubur. Beda, kan?

Mengurug laut juga semacam program transmigrasi. Bedanya kalau transmigrasi yang dipindahkan orangnya. Kalau reklamasi, yang dipindahkan 'pulau'nya. Dari suatu pulau ke lautan supaya membentuk pulau baru. Baru terakhir orangnya, he he. Pulau lama bisa saja hilang, tapi kan dapat pulau baru yang lebih dekat dan strategis. Ingat 3L, lokasi, lokasi dan lokasi. Senin harga pun naik. 

Supaya tidak menghilangkan pulau, pasirnya bisa diambil dari lereng Merapi. Tapi itu kejauhan. Jangan khawatir, negara kita memiliki 13777 pulau atau lebih. Stok banyak kok.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun