Mohon tunggu...
Pak Cilik
Pak Cilik Mohon Tunggu... Pegiat Teknologi Informasi -

berpikir, berbagi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Gila Gara-gara Fesbuk

21 Februari 2010   23:45 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:48 4151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Khususnya di masyarakat kita, entah kenapa ironi dari cerita sufi di atas sangat klop. Padahal cerita itu boleh jadi dikarang di Persia sana, bermil-mil dari sini, nyebrang laut pula.

Orang kita sering risi bila ga gaul. Memuja trend, mencintai apa yang menjadi kecenderungan orang banyak.

Ini berlaku pula untuk wabah jejaring sosial macam fesbuk. Sekarang ini, internet dianggap simbol kemajuan. Dan kalau anda berinternet dan tidak memiliki akun jejaring sosial, akan terasa aneh. Tidak heran kalau anak-anak es-de pun berbondong-bondong bikin akun di fesbuk. Sebab mereka pun sudah risih kalau dikatain ketinggalan zaman.

"Bu, akun Ibu apa? Nanti saya add dech", tutur seorang murid kelas satu di sebuah sekolah pada ibu gurunya. Bu Guru cuma geleng-geleng dalam hati.

Frenster, fesbuk, twiter dan sederet jejaring sosial lain memang menarik. Situs seperti itu telah berevolusi bertahun-tahun untuk menyajikan sensasi-sensasi sosial dan personal yang paling kita inginkan. Karena memang jualannya itu.

Tak dapat ditampik manfaatnya pula, selain sensasi-sensasinya itu. Bahwa ia menipiskan jarak psikologis antara orang dan orang. Silaturahmi. Bahwa ia merekatkan kenangan-kenangan masa lalu dengan canda-cerita hari ini.

Yang tadinya terbentang dinding yang tinggi, malah bisa saling menulis di wall. Yang tadinya dibatasi jurang yang lebar, sekarang dibatasi pulsa saja.

Di situ pula kelemahannya. Karena tidak selamanya jarak psikologis yang sirna itu dikehendaki, dan tak selamanya kenangan-kenangan yang ada perlu digali-gali lagi. Dan dinding dan jurang psikologis itu, terkadang melayani suatu fungsi, yang kita sadari maupun tidak kita sadari. Sehingga jejaring sosial adalah semacam laboratorium besar, dimana anggotanya adalah kelinci percobaan untuk suatu iklim sosial yang sama sekali baru. Tidak berlebihan orang menyebut friendster adalah revolusi, fesbuk adalah revolusi.

Revolusi, memang sering minta banyak biaya. Biaya yang pertama adalah terkaget-kaget, mabok.

Di sekolah tempat anak kecil menawarkan add pada bu Guru itu, akhirnya dipasang juga internet. Hari pertama, staf tata usaha yang muda dan bersemangat mengajari guru-guru setengah baya fesbuk. Hasilnya, hari itu murid kocar-kacir. Guru-guru sibuk mengagumi fenomena baru itu dan terbang ke masa lalunya mencari kenangan-kenangannya yang pernah hilang.

Dasar gila. Yang namanya gila ternyata bukan benda objektif yang bisa dijauhi dengan kecepatan atau percepatan yang pasti. Kegilaan punya banyak wajah dan mencegat dimana-mana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun