Demikian pula alam komunikasi politik dipengaruhi oleh medan-medan syahwat (baca: kepentingan) dimana kita dapat mempertanyakan rasionalitas dari argumen-argumen yang nampak. Misal, apakah benar BLT dikeluarkan untuk semata-mata membantu orang miskin. Ataukah "membantu orang miskin" hanyalah alasan untuk memperoleh penguatan popularitas, dengan mengorbankan anggaran pemerintah yang dibiayai hutang, dengan kata lain, hanyalah rasionalisasi?
Soal BLT di atas hanya sekedar ilustrasi, untuk memperdebatkannya, adalah di luar tulisan ini.
Kembali ke soal bank Century. Dapat dipastikan keputusan penyelamatan bank Century, sesuatu yang menyangkut uang triliun-triliunan, dipengaruhi oleh medan syahwat yang besar pula, siapapun orang-orang itu.
Saya yakin seorang 'liberal' yang terdidik seperti Pak Boediono, yang lebih percaya pada tangan Tuhan di pasar-pasar, dengan pertimbangannya yang jernih akan melihat bahwa fenomena kematian bank yang dirampok oleh pemiliknya, hanyalah sunnatullah yang sedang mengoreksi keadaan yang salah. Menyelamatkan bank tersebut adalah dosa. Sebaliknya untuk membiarkannya mati, lalu mengerahkan segala daya untuk menenangkan “psikologi masyarakat” agar menerima takdir tersebut adalah tugas suci.
Sama saja ketika pemerintah mencabut subsidi BBM, yang nyata-nyata akan mengonjang-ganjingkan psikis masyarakat, ternyata dilakukan juga, demi sehatnya tangan-tangan Tuhan itu. Sering tangan-tangan Tuhan itu harus dibiarkan, at any cost, dengan segala cara. Sayup kita ingat pemerintah berkata, “Ini adalah pil pahit demi sehatnya negeri di masa yang akan datang.”
Tetapi ketika Pak Boediono, mengatakan, "Secara psikologis Century sistemik, harus diselamatkan", ia sedang menentang tangan Tuhan. Mana pil pahit itu, Profesor. Mana?
Sehingga memang harus diragukan, apakah argumen tersebut lahir dari rasio pak Boediono, atau sekedar rasionalisasi saja, untuk membela syahwat-syahwat yang belum muncul namanya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI