Bersandar diantara rumpun jerami gontai,
hela menghela nafas tiriskan peluh di sisi lembab keringat pekat.
Tirai anyaman bambu yg tepinya mulai terkoyak,
temani raga melepas lelah menyeka hembus angin segarkan jiwa...untuk waktu yg sementara!!?
Dimana rongga dada masihlah terjejali candu ketiadaan,
yg masihlah melanda ketidakmampuan sesosok pria
Mengapa jua kau bertanya,
bila jengahmu memasung realita,
seperti gemerincing ikatan pedati yang ditarik paksa dua sapi,
berlari tertatih terpaksa tercambuki
...
seperti pagi ini...jubah embun berkali mengungkung nadi,
takut bersembunyi di hangat selimut kemalasan yang memaksa,
helai demi helai sutranya menggelitik merayu,
agar raga lelap bersembunyi hangat di dekapnya
jadi mengapa meski engkau bertanya?
jikalah sosokku tiadalah menopang nafasmu,
pria ku tidaklah menjadi tiang penyangga bilik jiwamu,
dan juga ragaku terlalu bebani sribu langkahmu
mengapa mesti engkau tanya lagi,
jika hatimu kan beranjak pergi...
tiada kuasa se bait kataku tuk mencegahmu...
karena berjuta kelam warna ketidakmampuanku,
menjadi sosok seorang pria...maluku tuk bisa meminta
mengapa jua kau mesti bertanya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H