Apa itu constitutional complaint? I Dewa Gede Palguna menjelaskan constitutional complaint merupakan mekanisme pengaduan yang diajukan oleh masyarakat apabila terjadi pelanggaran hak konstitusional oleh institusi publik, baik itu merupakan tindakan pemerintah beserta aparatnya, putusan pengadilan, dan peraturan perundang-undangan.
Mengapa kewenangan ini pantas diberikan kepada MK? Badan peradilan merupakan cabang kekuasaan negara yang tidak terpengaruh oleh kekuatan politik, tidak seperti eksekutif dan legislatif. Lembaga yudikatif harus bertindak sebagai penjaga hukum dan keadilan. Apalagi fungsi MK dibentuk dalam rangka sebagai pelindung konstitusi (the guardian of the constitution), sehingga MK yang berkuasa penuh untuk menjalankan fungsi perlindungan hak konstitusional yang terancam oleh politik hukum.
Kewenangan ini juga pantas diberikan agar mampu menjamin 'checks and balances' di antara cabang-cabang kekuasaan negara, agar masing-masing kekuasaan tetap berdasarkan atas hukum sesuai cita negara hukum (Rechtstaat) dan konstitusionalisme, yang mengedepankan pembatasan kekuasaan dan perlindungan HAM.
Bagaimana hal ini kemudian diterapkan pada - misalnya - perintah kepolisian tadi? Sebagai contoh saya menggunakan kasus pada Mahkamah Konstitusi Jerman (Bundesverfassungsrecht). Undang-Undang MK Federal Jerman (Act on the Federal Constitutional Court) mengatur bahwa siapapun dapat mengajukan pengaduan ke MK Jerman jika ada hak konstitusionalnya yang dilanggar oleh pejabat publik dari cabang kekuasaan eksekutif.Â
Kepolisian merupakan aparat publik yang berada di bawah kendali eksekutif, sehingga jika ada tindakan yang merugikan hak konstitusional warga negara, maka warga negara berhak untuk melayangkan pengaduan ke MK, seperti pada kasus Federal Criminal Police Office Act 2011 di Jerman (https://germanlawarchive.iuscomp.org/?p=1187), atau kasus pada tahun 2006 terhadap Federal Policy Agency.
Berkaca dari pengalaman Jerman, Indonesia dapat menerapkan mekanisme tersebut untuk menghindari kerugian hak konstitusional yang dialami warga negara, apalagi di tengah pandemi ini. Perintah yang dikeluarkan oleh Kapolri tersebut dapat saja diadukan kepada MK, jika memang terdapat hak konstitusional warga negara yang dirugikan, seperti kebebasan menyatakan pendapat (Pasal 28E ayat 3 UUD 1945), serta telah memenuhi syarat sebagai pihak yang dapat beracara di MK menurut Pasal 51 UU MK.
Hal ini juga dapat berlaku bagi tindakan pemerintahan yang lain, misalnya terhadap Keputusan Presiden (Keppres) atau SK yang dikeluarkan oleh pejabat administrasi lainnya, namun dengan syarat telah menempuh seluruh upaya hukum yang ada (melalui PTUN, Pengadilan Tinggi TUN, dan MA). Jika memang masih terdapat kerugian oleh berlakunya produk-produk hukum tersebut.
Bagaimanapun juga, tidak hanya undang-undang saja yang dapat berpotensi melanggar HAM, tetapi juga tindakan pemerintah dan putusan pengadilan biasa.Â
Situasi pandemi ini meski mendorong Pemerintah untuk lebih berwenang melakukan tindakan penyelamatan negara, namun harus pula memperhatikan konstitusionalisme, yakni batasan-batasan kekuasaan dan perlindungan HAM. Urgensi perluasan kewenangan MK untuk menangani constitutional complaint semakin besar di tengah masa ini sehingga tidak terjadi kesewenang-wenangan menjalankan emergency power.
Sekian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H