Sudah beberapa minggu ini semua portal berita baik cetak maupun elektronik nasional ramai-ramai membicarakan tentang Capres dan Cawapres, mulai dari berita yang berimbang sampai berita yang berat sebelah. Di tengah-tengah hingar bingar berita tentang Pilpres, terselip beberapa berita tentang konflik di kampung halaman saya, Papua. Beritanya heboh, kalau menurut saya, walaupun kurang mendapat porsi yang memadai di pemberitaan, karena seluruh perhatian media sibuk dalam aksi dukung-mendukung Capres pilihannya. saya membaca berita yang dikeluarkan Antara news tertanggal 8 Juni 2014 tentang disitanya 2 laras pendek yang disita oleh aparat keamanan setelah terjadinya kontak senjata antara TNI dengan salah satu faksi OPM pimpinan Goliath Tabuni di kawasan Tingginambut. Dalam kontak senjata tersebut menewaskan Timika Wonda, salah satu tangan kanan dari Goliath Tabuni. Sedangkan 2 laras pedek yang disita bukanlah senjata rampasan milik TNI atau Polri tapi senjata buatan China.
Sekedar me-review beberapa berita yang menarik lainnya :
- Ketika tanggal 30 Mei 2014 lalu, sekelompok orang yang diindikasikan sebagai bagian dari Organisasi Papua Merdeka melakukan penembakan terhadap anggota kepolisian yang sedang melaksanakan patroli di Kampung Yogobak Distrik Tiom Kabupaten Lanny Jaya, seorang polisi tewas dan satu pucuk senjata jenis revolver dirampas.
- Berita yang paling menarik menurut saya, kita harus mundur sampai tanggal 19 Mei 2014 ketika pihak kepolisian Papua menangkap jaringan pemasok senjata untuk kelompok bersenjata di Kabupaten Puncak Jaya. Senjata diduga berasal dari Filipina dan Papua Nugini, adapun jalur masuk ke Papua melewati Pulau Sangihe Talaud. Bahkan, Polda Papua juga sedang mengusut dugaan keterlibatan oknum pejabat salah satu Kabupaten.
- Sedangkan ketika 7 Februari 2014 sebuah rumah adat (honay) di Kampung Kurilik, Puncak Jaya yang didalamnya dihuni sedikitnya 50 orang, dibakar oleh kelompok Sipil Bersenjata. Diduga pelaku pembakaran adalah kelompok Yambi, dengan pimpinan berinisial LT. Kejadian itu bermula dari berbagai ancaman terhadap masyarakat Kurilik diduga oleh kelompok Yambi di pimpin oleh LT. Ancaman itu agar masyarakat mendukung kegiatannya (Kelompok Yambi). Mereka memeras masyarakat dan mengancam.
Saya, sebagai layaknya masyarakat Papua pada umumnya yang menginginkan perdamaian di Papua, mencoba untuk mengerti sebenernya seperti apa yang dimaksud dengan “Kelompok Sipil Bersenjata”? mengapa mereka bisa mendapatkan senjata dari Filipina Selatan, yang saya tahu merupakan salah satu basis gerakan teror atas nama agama tertentu di Asia Tenggara? Bagaimana kelompok Goliath Tabuni menggunakan senjata buatan China yang memiliki kepentingan ekonomi di wilayah Pasifik? Kenapa mereka menekan masyarakat sipil yang nota benenya orang asli Papua? Dan beberapa pertanyaan lainnya. Untuk mencari jawaban dari pertanyaan-pertanyaan saya, saya mencoba mencari tahu beberapa gerakan yang serupa dengan “Kelompok Sipil Bersenjata” di Papua dan membandingkannya dengan "Kelompok Sipil Bersenjata ini".
Kelompok Goliath Tabuni
Goliath Tabuni
(http://suarakolaitaga.blogspot.com/2013/02/tidak-ada-bedanya-g30spki-1965-dan-opm_9486.html)
Salah satu tokoh militer OPM ini mengaku sebagai Panglima gerakan sipil bersenjata yang disebut sebagai Tentara Pembebasan Nasional – Organisasi Papua Merdeka (TPN-OPM). Tidak hanya bersebarangan dengan pemerintah, Goliath Tabuni juga berseberangan dengan organisasi sayap OPM lainnya. Goliath Tabuni menyebut bahwa organisasi Negara Republik Federal Papua Barat pimpinan Forkorus/NRFPB Yaboisembut sebagai organisasi kepentingan pribadi, karena pembentukannya sepihak dan tidak melalui mekanisme dukungan pimpinan OPM baik di dalam maupun luar negeri. Selain itu, Goliath Tabuni menolak tegas atas pembentukan West Papua National Coalition for Liberation (WPNCL) dan meminta kepada tokoh-tokoh OPM yang aktif di WNPCL seperti Dr. John Otto Ondawamen, Andy Ayamyseba, Rex Rumakiek dan Richard Joweni, agar tidak meneruskan perjuangannya karena ia anggap tidak berguna.
Sedangkan, oleh organisasi sayap OPM lainnya, faksi Goliath Tabuni dianggap sebagai organisasi teroris karena ketika kelompok-kelompok lain menjual “Hak Asasi Manusia” di forum internasional, kelompok Goliath Tabuni malah melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia tersebut. Mereka menganggap kegiatan kelompok Goliath Tabuni bersifat kontra produktif terhadap kampanye Papua Merdeka di forum internasional. Sebagai catatan, Goliath Tabuni juga bersebrangan dengan sayap militer OPM lainnya seperti dengan faksi Mathias Wenda dan faksi Okiman Wenda
ETA (Euskadi Ta Askatasuna)
Wilayah Basque, asal mula terbentuknya ETA (http://www.mtholyoke.edu/~emcoates/eta/basques.html)
ETA (Euskadi Ta Askatasuna) atau yang berarti Tanah Air Bosque Merdeka adalah Kelompok Nasionalis-Separatis dari suku Basque, salah satu suku yang berada di Spanyol. Terbentuknya kelompok ETA ini berawal dari terbentuknya Spanyol sebagai Negara Monarki Konstitusional yang memiliki 17 wilayah otonomi, Bosque adalah salah satu dari ke-17 wilayah tersebut. Dalam perkembangannya, orang-orang Basque merasa bukan bagian dari Spanyol yang notabene merupakan orang-orang Castilla meskipun sebenarnya Spanyol sendiri terdiri dari berbagai suku bangsa seperti Galicia, Valencia, Andalusia, Aragon, Murcia dan Asturia yang memiliki kebudayaan, adat-istiadat dan bahasa yang berbeda, tetapi orang-orang Basque merasa “lebih berbeda” dibandingkan dengan suku bangsa lainnya, sehingga merasa harus lepas dari Spanyol.
Grafiti ETA (http://www.sunray22b.net/falls_road1.htm)
Dalam perkembangannya, Departemen Luar Negeri AS memasukkan Jurdan Martitegui Lizaso, pemimpin kelompok separatis Spanyol Tanah Basque Tanah (ETA), sebagai teroris. Akibatnya, AS memberlakukan pemblokiran semua aset milik Jurdan jika berada di bawah yurisdiksi AS. Sebelumya pada tahun 2003, Pemerintah AS melalui Secretary Of State, Collin Powel, juga memasukkan tiga kelompok Batasuna di Basque, Spanyol dalam daftar kelompok teroris dunia. Kelompok itu secara finansial membantu kelompok gerilyawan pembebasan ETA.
Provisional Irish Republican Army (PIRA)
Grafiti IRA (http://markhumphrys.com/sfira.tyranny.html)
Provisional Irish Republican Army (PIRA) yang berarti Tentara Republik Irlandia Sementara merupakan sempalan dari Kelompok bersenjata Irish Republican Army (IRA). Terbentukya PIRA berawal dari perjanjian Anglo-Irish Treaty (Perjanjian Inggris-Irlandia) tahun 1919 yang kemudian melahirkan IRA, cikal bakal dari PIRA. Berpuluh-puluh tahun konflik terjadi, sampai pada tahun 1969, terjadi kerusuhan besar di Irlandia Utara antara komunitas Katolik & nasionalis pro-Irlandia dengan RUC (korps polisi setempat) dan komunitas Protestan pro-Inggris. Kerusuhan itu juga disebut-sebut sebagai awal mula dari konflik sektarian "The Troubles". Sejumlah pihak dari kubu Katolik dan nasionalis menuding IRA gagal melaksanakan tugasnya untuk melindungi komunitas Katolik di Belfast. IRA sendiri beralasan mereka berusaha menghindari baku tembak di wilayah padat penduduk untuk mencegah terjadinya konflik sektarian lebih jauh. Kebijakan IRA tersebut menimbulkan perpecahan internal sehingga pada akhir tahun 1969, IRA terpecah menjadi 2 : Official IRA (OIRA) yang berhaluan sosialis dam Provisional IRA (PIRA) yang berhaluan nasionalis republic.
PLO dan IRA, Freedom Fighter atau Terorist? (http://markhumphrys.com/sfira.tyranny.html)
Dalam perkembangannya, PIRA menjadi kelompok bersenjata yang besar dengan anggota sampai puluhan ribu dan dilengkapi dengan persenjataan yang sangat memadai karena didukung oleh mantan penguasa Libya Muammar Qaddafi, komunitas Irlandia di AS (NORAID), ETA (Spanyol), bahkan didukung oleh organisasi yang bersebrangan secara ideologi seperti Palestine Liberation Organization (PLO) dan Hizbullah. Taktik yang banyak dipakai PIRA adalah metode "urban warfare" (menyerang patroli Inggris di wilayah padat penduduk). Sejak pertengahan dekade 1970-an, PIRA mengubah taktik pertempuran mereka dengan cara menempatkan anggota mereka dalam sel-sel kecil yang beroperasi secara tersembunyi & sendiri-sendiri dengan target tetap, yaitu pasukan patroli Inggris. Fase tersebut dikenal sebagai "fase terorisme", menggantikan "fase separatisme”. Karena aksi-aksi ini yang juga banyak memakan korban warga sipil, seiring waktu rakyat Irlandia menghentikan simpati mereka terhadap perjuangan PIRA.
Kesimpulan
Saya melihat semangat awal terbentuknya “Kelompok Sipil Bersenjata” di Papua, kurang lebih sama dengan semangat terbentuknya ETA adapun metode kerja sedikit banyak sama dengan pola yang dilakukanoleh PIRA. Kedua organisasi ini, ETA dan PIRA sudah dianggap sebagai organisasi terror, karena walaupun mempunyai semangat separatis, mereka melakukan terror dalam mewujudkan tujuannya. Pertanyaannya adalah, apakah “Kelompok Sipil Bersenjata” di Papua layak disebut sebagai organisasi terror?
Sebuah idiom berbunyi “one person’s terrorist is another person’s freedom fighter”. Mungkin bagi orang lain mereka adalah teroris tetapi bagi yang “lainnya” mereka adalah pejuang, tapi siapakah “lainnya” itu? Apakah orang Papua yang mereka tekan untuk mendukung mereka? Saya mengira “lainnya” itu hanyalah orang-orang yang termasuk dalam kelompok mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H