A. Karakteristik Iklim Wilayah Pulau Kalimatan
Pulau Kalimantan atau yang juga dikenal sebagai Borneo merupakan pulau terbesar ketiga di dunia dan pulau ini terletak di Asia Tenggara. Secara astronomis, pulau Kalimantan berada antara 424' Lintang Utara hingga 410' Lintang Selatan, serta 10830' hingga 119 Bujur Timur. Posisi ini membuat Kalimantan dilintasi oleh garis khatulistiwa, membagi pulau menjadi dua bagian yaitu belahan bumi utara dan selatan.Â
Secara geografis, pulau Kalimantan berbatasan dengan Laut Tiongkok Selatan di sebelah utara, Selat Karimata di barat, Selat Makassar dan Laut Sulawesi di timur, serta Laut Jawa di selatan. Pulau ini memiliki luas sekitar 743.330 kilometer persegi yang akhirnya menjadikannya sebagai pulau terbesar ketiga di dunia setelah Greenland dan Papua. Kalimantan terbagi menjadi tiga wilayah administratif. Dimana untuk negara Indonesia menguasai sekitar 73% wilayah pulau, terdiri dari lima provinsi yaitu Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Utara. Negara Malaysia menguasai sekitar 26% wilayah di bagian utara, yaitu negara bagian Sabah dan Sarawak. Kemudian ada negara Brunei Darussalam yang menguasai sekitar 1% wilayah di bagian utara. Posisi pulau Kalimantan juga strategis karena berada di tengah kepulauan Asia Tenggara yang menjadikannya penting dalam jalur perdagangan internasional sejak zaman dahulu. Pulau ini juga dikenal dengan julukan "Pulau Seribu Sungai" karena banyaknya sungai yang mengalir di wilayahnya, seperti Sungai Kapuas, Sungai Mahakam, dan Sungai Barito. Â
Pulau Kalimantan juga terletak di garis khatulistiwa yang memiliki iklim tropis dengan suhu yang relatif konstan sepanjang tahun, berkisar antara 25C hingga 35C di dataran rendah. Curah hujan di wilayah ini cukup tinggi dengan rata-rata tahunan mencapai 2.992 mm, terutama di bagian barat seperti Kalimantan Barat. Â Kelembapan relatif berkisar antara 70% hingga 90%, yang dapat menciptakan lingkungan yang lembap dan mendukung keanekaragaman hayati yang tinggi di pulau ini. Meskipun memiliki dua musim utama yaitu musim hujan yang biasanya terjadi antara November hingga April, dan musim kemarau yang berlangsung dari Mei hingga Oktober, diketahui bahwa perbedaan antara keduanya tidak terlalu signifikan karena distribusi curah hujan yang cukup merata sepanjang tahun. Angin muson juga turut mempengaruhi pola curah hujan di Kalimantan. Dengan adanya angin dari barat laut membawa hujan pada musim hujan, dan angin dari tenggara pada musim kemarau memberikan pengaruh terhadap pola curah hujan di wilayah ini. Â Karakteristik iklim ini kemudian menjadikan Kalimantan sebagai rumah bagi hutan hujan tropis yang luas dan beragam, serta mendukung kehidupan flora dan fauna endemik yang kaya. Karakteristik iklim ini memungkinkan terbentuknya hutan hujan tropis yang lebat dan luas, yang menjadi habitat bagi flora dan fauna endemik, termasuk spesies-spesies yang dilindungi dan langka seperti orangutan, bekantan, serta berbagai jenis tumbuhan tropis yang unik.
Pulau Kalimantan juga dipengaruhi oleh angin muson, yang memainkan peran penting dalam pola curah hujan di wilayah ini. Angin muson barat laut membawa curah hujan yang tinggi selama musim hujan dari November hingga April, sementara angin muson tenggara mendominasi musim kemarau dari Mei hingga Oktober. Namun, musim kemarau di Kalimantan tetap berbeda dengan kemarau di wilayah non-tropis karena masih ada kemungkinan hujan, dan kelembapan yang tinggi tetap terjaga sepanjang tahun.
Pola iklim global seperti El Nio dan La Nia memiliki dampak signifikan terhadap variasi intensitas curah hujan di Pulau Kalimantan. El Nio, yang ditandai oleh pemanasan suhu permukaan laut di Samudra Pasifik bagian tengah dan timur, menyebabkan penurunan curah hujan di wilayah Indonesia, termasuk Kalimantan. Penurunan ini meningkatkan risiko kekeringan, yang dapat berdampak pada sektor pertanian, ketersediaan air bersih, dan meningkatkan potensi kebakaran hutan.
Sebaliknya, La Nia, yang ditandai oleh pendinginan suhu permukaan laut di wilayah yang sama, menyebabkan peningkatan curah hujan di Indonesia. Di Kalimantan, hal ini dapat mengakibatkan curah hujan yang lebih tinggi dari biasanya, meningkatkan risiko banjir dan tanah longsor, terutama di daerah dengan drainase yang buruk. Interaksi antara faktor iklim lokal dan global ini menciptakan dinamika iklim yang kompleks di Kalimantan. Musim hujan dapat menjadi lebih basah selama La Nia, sementara musim kemarau menjadi lebih kering selama El Nio.
B. Tanaman Pohon Ulin Dan Penyebarannya Di Pulau Kalimantan
Pohon ulin merupakan salah satu spesies pohon berkayu keras yang merupakan tanaman  endemik di Asia Tenggara, khususnya di Pulau Kalimantan. Pohon ini termasuk dalam famili Lauraceae dan dikenal karena kayunya yang sangat kuat dan tahan lama, sehingga sering digunakan dalam konstruksi bangunan dan pembuatan perahu.
Pohon ulin dapat tumbuh dengan diameter batang antara 60--120 cm. Pohon ini memiliki pertumbuhan yang lambat namun dapat mencapai tinggi hingga 50 meter. Batangnya lurus dengan banir pada pangkalnya, dan tajuknya berbentuk bulat serta rapat dengan percabangan mendatar. Kayu pohon ulin memiliki warna cokelat kehitaman pada bagian teras dan cokelat kekuningan pada bagian gubal. Kayu ini dikenal sangat awet dan tahan terhadap serangan hama serta kondisi lingkungan yang keras. Kayu pohon ulin juga terkenal karena kekuatan dan keawetannya sehingga sering menjadi pilihan utama dalam konstruksi bangunan, pembuatan perahu, dan berbagai aplikasi lain yang memerlukan material tahan lama. Selain itu, kayu pohon ulin memiliki ketahanan alami terhadap serangan hama dan jamur, serta tahan terhadap perubahan kelembapan dan suhu, sehingga sangat ideal untuk digunakan dalam kondisi lingkungan yang ekstrem.
Pohon ulin tersebar luas di seluruh wilayah Kalimantan, baik di bagian Indonesia maupun Malaysia. Di Indonesia, pohon ulin dapat ditemukan di provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Utara. Pohon ini tumbuh baik di hutan hujan tropis pada ketinggian hingga 500 meter di atas permukaan laut, terutama di daerah datar dekat sungai, lereng perbukitan, dan punggung bukit. Pohon ulin lebih menyukai tanah berpasir dengan pH rendah dan kandungan unsur hara makro (N, P, K) yang juga rendah.Â
Sayangnya, pohon ulin telah mengalami penurunan populasi yang signifikan meskipun penyebarannya cukup luas di Asia Tenggara, khususnya di Pulau Kalimantan. Eksploitasi berlebihan untuk memenuhi permintaan kayu yang berkualitas tinggi telah menyebabkan penebangan liar yang masif sehingga mengancam kelestarian tumbuhan ini. Selain itu, konversi hutan menjadi lahan pertanian, perkebunan, dan pemukiman telah mengurangi habitat alami pohon ulin, memperparah penurunan populasinya. Pohon ulin juga telah dikategorikan sebagai spesies yang rentan terhadap kepunahan.
Oleh karena itu, diperlukan upaya konservasi yang efektif sangat diperlukan untuk memastikan kelangsungan hidup pohon ulin. Konservasi in-situ yaitu pelestarian di habitat aslinya akan melibatkan perlindungan hutan yang masih tersisa dengan penerapan praktik pengelolaan hutan berkelanjutan. Sementara itu, perlu dilakukan juga konservasi ex-situ yang mencakup pembibitan dan penanaman kembali pohon ulin di luar habitat alaminya, seperti di kebun raya atau arboretum, untuk menjaga keberlanjutan genetik dan menyediakan sumber bibit untuk rehabilitasi hutan.Â
C. Pengaruh Kondisi Dan Unsur Iklim Kelangsungan Hidup Tanaman Pohon Ulin Di Wilayah Kalimantan
Pohon ulin (Eusideroxylon zwageri), yang dikenal sebagai kayu besi, merupakan spesies endemik di Pulau Kalimantan dan beberapa wilayah Asia Tenggara lainnya. Kondisi iklim tropis di Kalimantan, dengan suhu rata-rata yang cukup konstan setiap tahunnya serta memiliki intensitas curah hujan tahunan yang berkisar antara 1.500 hingga 4.500 mm tentunya akan sangat memengaruhi persebaran, adaptasi, dan kelangsungan hidup pohon ulin.Â
Pohon ulin tumbuh baik di hutan tropis basah pada ketinggian hingga 500 meter di atas permukaan laut. Pohon ini umumnya ditemukan di daerah datar dekat sungai dan anak sungai, serta di daerah bergelombang hingga punggung bukit. Kondisi tanah yang yang cocok untuk tanaman ini adalah tanah berpasir dengan pH dan kandungan unsur hara makro (N, P, K) yang rendah. Â Untuk beradaptasi dengan lingkungan tropis yang lembap, pohon ulin memiliki beberapa karakteristik khusus, seperti pertumbuhan yang lambat, kandungan zat ekstraktif tinggi yang berfungsi sebagai pelindung alami terhadap serangan jamur dan hama perusak kayu, serta sistem perakaran yang dalam dan kuat yang membantu pohon ini bertahan dalam kondisi tanah yang kurang subur dan mendukung stabilitasnya di habitat alami. Â
Unsur iklim utama yang memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan pohon ini adalah suhu, curah hujan, kelembapan, dan angin. Suhu yang stabil di kisaran 25C hingga 35C sepanjang tahun di Kalimantan dapat memberikan kondisi yang ideal bagi pertumbuhan pohon ulin yang membutuhkan iklim hangat dan sinar matahari konsisten untuk dapat melakukan fotosintesis secara optimal. Curah hujan yang tinggi juga sangat penting karena pohon ulin membutuhkan kelembapan tanah yang memadai untuk mendukung sistem akarnya yang dalam dan kuat. Kondisi ini juga akan mendukung pertumbuhan hutan hujan tropis lebat, yaitu habitat utama dari pohon ulin.
Kelembapan tinggi di wilayah Kalimantan, yang berkisar antara 70% hingga 90%, menciptakan lingkungan yang sesuai bagi pohon ulin. Kondisi ini akan mengurangi risiko kehilangan air dari daun melalui transpirasi. Hal ini juga penting bagi tanaman tropis yang beradaptasi pada kondisi lembap. Selain itu, angin muson yang mengalir dari barat laut selama musim hujan membawa curah hujan tinggi dapat memberikan ketersediaan air yang cukup. Sementara itu, angin tenggara pada musim kemarau dapat membantu pohon ini beradaptasi pada kondisi yang relatif kering tanpa menghilangkan kelembapan tanah sepenuhnya.
Unsur iklim seperti pola cuaca juga dapat memengaruhi adaptasi pohon ulin melalui pertumbuhan kayunya yang lambat sehingga membuatnya menjadi keras dan tahan terhadap serangan hama serta perubahan cuaca ekstrem.Â
Akan tetapi, pohon ulin rentan terhadap perubahan iklim global, terutama fenomena El Nio yang membawa kekeringan berkepanjangan. Kondisi ini berpotensi mengganggu pertumbuhan pohon ulin karena menurunkan curah hujan dan meningkatkan stres air. Sebaliknya, La Nia dapat meningkatkan curah hujan yang sangat tinggi. Jika ketersediaan air berlebih, hal ini dapat menyebabkan genangan dan merusak akar. Oleh karena itu, unsur iklim berperan penting dalam siklus hidup dan keberlangsungan pohon ulin, menentukan persebaran, pertumbuhan, dan adaptasinya terhadap kondisi lingkungan tropis.
D. Adaptasi Tanaman Iklim Terhadap Perubahan Iklim Lokal
Pohon ulin sendiri merupakan tanaman yang telah mengembangkan berbagai bentuk mekanisme untuk beradaptasi dan bertahan hidup di lingkungan tropis yang lembap dan beragam seperti Pulau Kalimantan. Sebagai tanaman asli hutan hujan tropis, pohon ulin memiliki strategi adaptasi yang tidak hanya memungkinkan keberlangsungannya di iklim dengan curah hujan tinggi dan kelembapan yang konsisten, tetapi juga dapat melindunginya dari perubahan lingkungan. Salah satu bentuk adaptasi yang paling terlihat pada pohon ulin adalah laju pertumbuhannya yang lambat. Pertumbuhan yang lambat ini memungkinkan pembentukan struktur kayu yang sangat padat dan keras, menjadikan kayu pohon ulin sebagai salah satu kayu terkuat di dunia. Struktur kayu yang padat ini tidak hanya membuat pohon ulin lebih tahan lama, tetapi juga lebih tahan terhadap kondisi lingkungan yang keras dan serangan organisme perusak, seperti jamur dan hama kayu.Â
Adaptasi ini sangat penting di lingkungan hutan hujan yang lembap, di mana berbagai jenis organisme perusak kayu, termasuk jamur, serangga, dan mikroorganisme lainnya dapat berkembang dengan baik. Kandungan zat ekstraktif yang tinggi dalam kayu pohon ulin juga menjadi faktor penting dalam bentuk adaptasinya terhadap perubahan lingkungan. Zat ekstraktif seperti eusiderin berfungsi sebagai pelindung alami, melindungi kayu dari degradasi akibat serangan mikroba dan jamur. Zat ini memberikan pohon ulin batang yang kuat dibandingkan pohon-pohon lain yang tumbuh di lingkungan yang sama. Kemampuan alami ini tidak hanya membuat kayu pohon ulin lebih awet, tetapi juga lebih bernilai dalam industri sehingga menjadikan pohon ulin menjadi target utama dalam penebangan secara komersial dan penebangan liar.
Adaptasi lainnya yang dimiliki pohon ulin adalah sistem perakaran yang dalam dan kuat. Sistem akar yang mendalam memungkinkan pohon ulin untuk dapat menyerap nutrisi dan air dari lapisan tanah yang lebih dalam. Penyerapan seperti ini biasanya lebih stabil dan tidak mudah mengalami perubahan kelembapan. Di hutan hujan tropis, terutama di Kalimantan, lapisan tanah atas sering kali mengalami perubahan kelembapan yang drastis akibat curah hujan yang tinggi dan drainase yang buruk. Dengan adanya akar yang kuat dan dalam, pohon ulin dapat bertahan dalam kondisi tanah yang kurang subur atau yang rentan terhadap erosi. Adaptasi ini juga memberikan stabilitas fisik pada pohon yang menjadikannya kuat dan tahan terhadap angin kencang dan kondisi cuaca ekstrem yang kadang terjadi di lingkungan tropis. Perakaran yang dalam ini tidak hanya menguntungkan dalam mendapatkan air dan nutrisi, tetapi juga mendukung ketahanan pohon ulin terhadap kondisi tanah yang sering kali berpasir dan miskin hara.
Adaptasi-adaptasi tersebut memungkinkan pohon ulin untuk tumbuh dengan baik di habitat alaminya yang khas, meskipun menghadapi berbagai tantangan lingkungan di hutan hujan tropis. Tantangan ini mencakup kondisi iklim yang sangat basah dan lembap, serta persaingan ketat dengan spesies tanaman lain. Dalam menghadapi perubahan iklim lokal, seperti pergeseran pola curah hujan dan perubahan suhu, pohon ulin menunjukkan kapasitas adaptasi yang luar biasa. Walaupun memiliki laju pertumbuhan yang lambat, ketahanan kayunya terhadap kerusakan lingkungan menjadikan pohon ulin mampu bertahan dalam siklus hidup yang panjang, yang sangat penting di lingkungan yang dinamis dan rentan terhadap perubahan.
Namun, di tengah adaptasi alaminya yang kuat, perubahan iklim global tetap menjadi ancaman besar bagi kelangsungan hidup pohon ulin. Fenomena iklim global seperti El Nio dan La Nia yang menyebabkan kekeringan atau peningkatan curah hujan yang ekstrem dapat memberikan tekanan tambahan pada pohon ulin. Kekeringan berkepanjangan akibat El Nio dapat mengurangi ketersediaan air di lapisan tanah, mengakibatkan stres air pada pohon-pohon muda yang perakarannya belum cukup dalam. Sebaliknya, La Nia yang meningkatkan curah hujan secara drastis juga bisa berdampak negatif, terutama dengan risiko banjir yang dapat mengganggu struktur tanah di sekitar akar pohon.
Kondisi iklim ekstrem ini juga memengaruhi siklus reproduksi pohon ulin, yang bergantung pada kondisi lingkungan yang stabil untuk penyebaran biji dan regenerasi alami. Penurunan populasi hewan penyerbuk dan penyebar biji akibat degradasi habitat juga berdampak pada regenerasi pohon ulin. Keberadaan hewan ini sangat penting untuk memperbanyak persebaran pohon ulin, terutama di hutan tropis di mana kondisi tanah yang lembap dapat mendukung pertumbuhan tunas baru. Berkurangnya populasi hewan ini karena perusakan habitat membuat regenerasi alami pohon ulin semakin terhambat.
Ancaman lain yang signifikan terhadap kelestarian pohon ulin adalah aktivitas manusia, terutama penebangan liar yang terus-menerus dilakukan karena tingginya nilai ekonomi kayu pohon ulin. Kayu pohon ulin, yang dikenal karena kekuatannya, sangat diminati dalam industri konstruksi dan kerajinan. Eksploitasi berlebihan terhadap pohon ini telah mengakibatkan penurunan populasi yang signifikan di alam liar. Meski pohon ulin memiliki adaptasi untuk bertahan dalam jangka panjang, tekanan dari aktivitas penebangan yang terus berlangsung melebihi kemampuan alaminya untuk beregenerasi. Kondisi ini semakin diperparah dengan konversi lahan hutan menjadi area pertanian atau perkebunan, yang mengurangi luas habitat alami pohon ulin.
Di sisi lain, untuk mempertahankan kelestarian pohon ulin, berbagai upaya konservasi telah diinisiasi, termasuk pelestarian di taman nasional dan hutan lindung, serta program pembibitan dan reboisasi. Upaya-upaya konservasi ini penting untuk memastikan bahwa pohon ulin tetap ada di habitat alaminya. Selain itu, pemahaman mengenai adaptasi alaminya terhadap kondisi tropis yang lembap menjadi dasar penting dalam menyusun strategi konservasi yang efektif. Menjaga keseimbangan ekosistem hutan tropis Kalimantan melalui pelestarian pohon ulin berarti turut menjaga keanekaragaman hayati di dalamnya. Pendekatan konservasi yang melibatkan masyarakat lokal juga penting untuk memastikan keberlanjutan upaya pelestarian, karena dukungan dari masyarakat dapat membantu mengurangi aktivitas ilegal dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya pohon ulin dalam ekosistem.
Pohon ulin merupakan contoh yang baik tentang bagaimana spesies tanaman dapat beradaptasi secara khusus untuk bertahan di lingkungan tropis yang menantang. Adaptasi dalam struktur kayu, kandungan zat pelindung, dan sistem perakaran merupakan contoh kemampuan alami pohon ini dalam menghadapi tantangan lingkungan. Meskipun memiliki daya tahan yang luar biasa, perubahan lingkungan yang terjadi dengan cepat serta tekanan akibat aktivitas manusia menuntut perlindungan dan pengelolaan konservasi yang berkelanjutan untuk melindungi pohon ulin dari risiko kepunahan.
E. Potensi Perubahan Lingkungan Habitat Tanaman Pohon Ulin
Pohon ulin menghadapi ancaman serius akibat perubahan lingkungan yang berdampak pada habitatnya, penurunan keanekaragaman hayati, dan risiko kepunahan. Sebagai tanaman endemik yang tumbuh di hutan hujan tropis Kalimantan dan beberapa wilayah Asia Tenggara lainnya, pohon ulin sangat bergantung pada kondisi iklim tropis yang stabil dengan curah hujan tinggi, kelembapan yang konsisten, dan keanekaragaman spesies yang mendukung ekosistemnya. Namun, perubahan yang dipicu oleh aktivitas manusia dan perubahan iklim berpotensi merusak ekosistem ini, dengan berbagai dampak langsung dan tidak langsung pada keberadaan pohon ulin di habitat aslinya.
Aktivitas manusia seperti pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit, pertambangan, dan penebangan liar secara signifikan mengubah struktur hutan alami yang menjadi habitat pohon ulin. Ketika hutan tropis dikonversi menjadi lahan terbuka, kondisi lingkungan seperti suhu, kelembapan, dan ketersediaan air mengalami perubahan drastis. Pohon ulin membutuhkan lingkungan dengan kelembapan tinggi dan naungan yang diperoleh dari vegetasi hutan yang rapat. Hilangnya vegetasi pendukung ini menyebabkan paparan langsung terhadap sinar matahari dan angin, yang tidak hanya mengurangi kelembapan, tetapi juga meningkatkan risiko stres air pada pohon ulin, terutama selama musim kemarau. Selain itu, konversi lahan mengurangi luas habitat yang tersedia, mengisolasi populasi pohon ulin dan membatasi peluang regenerasi alami mereka. Penurunan area hutan primer yang menjadi habitat alami pohon ulin mengurangi kemungkinan pohon ini bertahan dalam jangka panjang di alam liar.
Pohon ulin merupakan bagian dari ekosistem hutan tropis yang sangat kompleks dan kaya akan keanekaragaman hayati. Ekosistem ini melibatkan interaksi antara berbagai spesies tanaman, hewan, dan mikroorganisme yang saling mendukung. Ketika habitat hutan terganggu oleh deforestasi dan degradasi lahan, banyak spesies yang terancam punah, yang pada gilirannya memengaruhi pohon ulin secara langsung maupun tidak langsung. Misalnya, berkurangnya spesies penyerbuk atau penyebar biji alami akibat kerusakan habitat dapat menghambat proses regenerasi pohon ulin. Selain itu, penurunan keanekaragaman hayati yang disebabkan oleh perubahan lingkungan juga berdampak pada mikroorganisme yang membantu siklus nutrisi di tanah, mengurangi kesuburan tanah yang dibutuhkan oleh pohon ulin. Tanpa dukungan ekosistem yang beragam, kelangsungan hidup pohon ulin semakin terancam karena ia kehilangan komponen ekosistem yang penting bagi siklus hidupnya.
Dengan berkurangnya habitat yang layak dan penurunan populasi di alam liar, pohon ulin semakin mendekati ambang kepunahan. Pohon ulin memiliki laju pertumbuhan yang sangat lambat, yang membuatnya sulit untuk beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan lingkungan yang terjadi secara mendadak. Dalam situasi deforestasi yang pesat dan tekanan akibat perubahan iklim, pohon ulin kesulitan untuk mempertahankan populasinya. Di samping itu, permintaan tinggi terhadap kayu pohon ulin yang sangat kuat dan awet memicu penebangan liar, yang memperparah ancaman terhadap kelestarian pohon ini. Kayu pohon ulin sering dianggap sebagai kayu premium, yang dijual dengan harga tinggi di pasar lokal maupun internasional, sehingga pohon ini menjadi target utama eksploitasi hutan secara ilegal. Upaya konservasi telah dilakukan, termasuk pelestarian di taman nasional dan hutan lindung, serta program pembibitan dan reboisasi. Namun, tekanan yang terus berlanjut dari berbagai pihak dan kebutuhan konservasi yang kompleks membuat upaya pelestarian ini menghadapi banyak tantangan.
Ancaman terhadap pohon ulin tidak hanya mengancam keberadaan spesies ini, tetapi juga kestabilan ekosistem hutan tropis yang menjadi rumah bagi ribuan spesies lain. Upaya konservasi yang terpadu dan dukungan terhadap kebijakan perlindungan hutan diperlukan untuk memastikan pohon ulin tetap ada di habitat alaminya. Mengingat pentingnya pohon ini dalam ekosistem dan nilai ekologisnya, pelestarian pohon ulin merupakan langkah penting dalam menjaga keanekaragaman hayati dan stabilitas lingkungan di Kalimantan dan wilayah tropis lainnya. Metode pendekatan yang melibatkan masyarakat lokal dan penegakan hukum terhadap aktivitas ilegal dapat membantu menekan laju penurunan populasi pohon ulin di alam liar.
Referensi:
Butarbutar, T. (2011). Agroforestri untuk adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan, 8(2), 111--120. https://doi.org/10.20886/jakk.2011.8.2.111-120
Butarbutar, T. (2011). Agroforestri untuk adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan, 8(2), 111--120. https://doi.org/10.20886/jakk.2011.8.2.111-120
Effendi, R. (2009). Kayu ulin di Kalimantan: Potensi, manfaat, permasalahan dan kebijakan yang diperlukan untuk kelestariannya. Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan, 6(3), 161--168. https://doi.org/10.20886/jakk.2009.6.3.161-168
Sidiyasa, K., Atmoko, T., Ma'ruf, A., & Mukhlisi, M. (2013). Keragaman morfologi, ekologi, pohon induk, dan konservasi ulin (Eusideroxylon zwageri Teijsm. et Binnend.) di Kalimantan. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam, 10(3), 241--254. https://doi.org/10.20886/jphka.2013.10.3.241-254
Nama: Andini Naydelyn Vilya Wenas
NPT: 21.21.0003
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H