Mohon tunggu...
Andini Naydelyn Vilya Wenas
Andini Naydelyn Vilya Wenas Mohon Tunggu... Mahasiswa - A learner

[to the infinity and beyond]

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Sampai Titik Penghabisan

10 November 2021   22:38 Diperbarui: 10 November 2021   22:43 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

''Gelora perjuangan dalam Pengkhianatan'' 

Sebuah karya apresiasi dari semangat keberanian dan kepahlawanan.

Robert Wolter Monginsidi adalah seorang tokoh Pahlawan Nasional yang berasal dari pulau Sulawesi. Beliau yang juga dikenal dengan nama masa kecilnya sebagai Bote, lahir di Malalayang, Manado, Sulawesi Utara pada 14 Februari 1925.

Hidup dalam kehidupan yang sangat sederhana tak membuat semangat Robert gentar dalam melanjutkan pendidikan. Kehidupannya semasa kecil dimulai dengan mengenyam pendidikannya pada tahun 1931 di sekolah dasar (Hollands Inlandsche School atau HIS), lalu melanjutkan pendidikannya ke sekolah menengah (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs atau MULO) di Frater Don Bosco di Manado.

Akan tetapi, pada tahun 1942, saat Perang Pasifik meletus dalam Perang Dunia II, Jepang datang dan menduduki wilayah Indonesia. Kondisi inipun membuat beliau terpaksa untuk berhenti dari sekolahnya. Robert kemudian dididik untuk menjadi seorang guru bahasa Jepang di sebuah sekolah di Tomohon. Setelah studinya, ia pun mengajar bahasa Jepang di Liwutung, Minahasa, dan Luwuk, Sulawesi Tengah. Namun, tugasnya menjadi guru tidaklah berlangsung lama. Beliau ingin mendapat pendidikan yang lebih tinggi lagi. Robert pun memutuskan untuk pindah ke Makassar, sampai Indonesia pun memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945.

Belanda yang tidak terima dengan kemerdekaan Indonesia pun lalu kembali datang dengan membawa tentara NICA (Netherlands Indies Civil Administration) pada bulan September tahun 1945. Bahkan kota Makassar pun telah diduduki oleh mereka kala itu. Rakyat pun menjadi marah. Mereka tidak ingin dijajah lagi oleh Belanda. Melihat kondisi ini, Robert yang tidak menerima kedatangan Belanda, memulai pergerakan dalam perjuangannya melawan NICA di Makassar.

Pada tanggal 17 Juli 1946, Mongisidi dengan Ranggong Daeng Romo dan lainnya membentuk Laskar Pemberontak Rakyat Indonesia Sulawesi (LAPRIS), yang mengadakan perlawanan dan menyerang posisi Belanda.

Semangat perjuangan Robert yang semakin menggebu-gebu membuat Belanda kesal. Dengan rasa kesal ini, Belanda membuat sayembara bahwa bagi siapa yang menemukan Robert akan mendapatkan hadiah. Belanda juga sampai menugaskan polisi rahasia untuk mencari dan menemukan Robert. Dan tak disangka-sangka, ternyata disaat inilah Robert tertangkap karena pengkhianatan oleh rekan-rekannya sendiri yang telah termakan oleh suap dari Belanda. Beliau tak melawan saat ditangkap, karena ia memikirkan keselamatan rakyat sekitar ditempat dia tertangkap.

Pada bulan Februari 1947, Robert berhasil ditangkap. Namun, karena keberaniannya, ia pun terus dibujuk untuk bersedia bekerja sama membantu Belanda. Tentu saja beliau menolak hal ini dengan keras. Pada 26 Maret 1949, Robert pun diadili oleh pengadilan Belanda. Karena terus menolak tawaran Belanda, Robert pun dituduh dan dijatuhi hukuman mati oleh Belanda. 

Beliau dieksekusi oleh tim penembak pada 5 September 1949. Walaupun kematian sudah didepan mata, tapi Robert tetap tak gentar yang menunjukkan bagaimana rasa bangga yang ada didalam dirinya atas perjuangannya selama ini bagi tanah air tercinta.

"Saya jalani hukuman tembak mati ini dengan tenang, tidak ada rasa takut dan gentar demi kemerdekaan bangsa Indonesia tercinta," katanya dengan penuh keyakinan.

Jenazahnya kemudian disemayamkan di Makam Pahlawan Makassar pada 10 November 1950. Secara anumerta, Robert dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia pada 6 November 1973.  Pada 10 November 1973, ia juga mendapat penghargaan tertinggi yaitu Bintang Mahaputra.  Selain itu, namanya diabadikan sebagai nama bandara di Kendari, Sulawesi Tenggara. Namanya juga diabadikan sebagai nama kapal angkatan laut Indonesia KRI Wolter Mongisidi.

Dari kisah Robert ini, kita bisa merasakan bagaimana gigihnya semangat yang ada didalam dirinya untuk terus berjuang demi tanah air kita ini. Berbekal dengan keberanian dan kecerdasannya, dia terus mengadakan perlawanan terhadap penjajah. Walaupun pada akhirnya juga dikhianati dan tertangkap tapi beliau tetap pantang menyerah dengan terus melawan dan tidak mau bekerja sama dengan Belanda.

Semangat beliau yang pantang menyerah ini tentunya harus menjadi hal yang patut kita teladani. Semangat serta loyalitas kepada tanah air yang telah ditunjukkannya kepada kita haruslah kita lakukan dan implementasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara agar kita bisa selalu menggemakan serta mencerminkan sikap kepahlawanan beliau kepada orang banyak.

Ingatlah ini. Banyak pahlawan yang telah mengorbankan segalanya untuk Indonesia. Sudah sepatutnya kita sebagai generasi muda untuk terus melestarikan sikap heroik mereka dalam mengisi kemerdekaan yang kita nikmati saat ini.

Wahai pemuda pemudi bangsa, marilah kita kembangkan potensi dalam diri kita dengan terus berkarya bagi tanah air tercinta kita. Jadilah pahlawan bagi negeri. Jadilah teladan yang baik bagi semua orang. Datangkan kebanggaan dan kemakmuran bagi bangsa.

Keterangan              : Tulisan ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Bela Negara
Nama                          : Andini Naydelyn Vilya Wenas
NPT                             : 21.21.0003
Prodi                           : Klimatologi
Dosen Pengampu  : Fendy Arifianto, M.Si

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun