Industri pariwisata dan rekreasi memainkan peran penting dalam kegiatan ekonomi dan kepuasan pelanggan, tetapi juga menjadi industri yang paling rentan. Industri ini selalu mengalami pukulan terberat dari berbagai penyakit, epidemi, influenza musiman, dan pandemi global.Â
Industri pariwisata menghadapi konsekuensi besar yang merugikan dari peristiwa krisis besar "Black Swan", termasuk krisis keuangan global pada tahun 1997 dan 2008, epidemi SARS pada tahun 2003, berbagai kerusuhan sosial, dan gempa bumi. Munculnya penyakit virus paling mematikan ini  telah mempengaruhi semua sektor ekonomi.Â
Sejak akhir Desember 2019, munculnya pandemi COVID-19 saat ini telah mengembangkan krisis kesehatan global yang belum pernah terjadi sebelumnya, keadaan darurat sosial, dan konsekuensi merugikan yang mendalam pada ekonomi global.
Harapan tinggi pemerintah Indonesia memang bisa diterima. Hal yang wajar untuk menetapkan suatu target di atas ambang sebagai pemicu kerja, namun mesti disertai kalkulasi yang tepat, untuk menerima kembali pemasukan dan devisa dari sektor pariwisata yang sebelum pandemi menjadi sektor pendapatan andalan pemerintah. Juga untuk menghidupkan kembali pariwisata nasional, terutama di Bali yang mati suri selama pandemi ini.Â
Mencoba menggerakkan tenaga kerja pariwisata agar bisa mendapatkan penghasilan. Konsep berpikir positif sebenarnya dapat membangkitkan industri pariwisata Indonesia. Dan pemerintah saat ini terlihat sudah memiliki konsep berpikir positif terhadap industri pariwisata.Â
Hal itu terlihat dari pernyataan Staf Kepresidenan Dr. Moeldoko, yang mengatakan "Presiden memperkirakan tahun depan akan terjadi booming di sektor pariwisata sehingga industri pariwisata dan ekonomi kreatif harus siap," dalam webinar bertema Pembukaan Kembali Ekonomi Indonesia: Damai dengan Covid-19, Menyambut Protokol New Normal di Kawasan Pariwisata Indonesia.Â
Bisnis pariwisata harus beradaptasi dengan kondisi baru dan memiliki strategi bisnis untuk bertahan. Pemerintah Indonesia telah menyiapkan langkah penting untuk menghidupkan kembali industri pariwisata, yaitu program perlindungan sosial bagi pekerja di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif yang tepat sasaran. Kemudian, relokasi  anggaran Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif diarahkan pada program padat karya bagi tenaga kerja di sektor pariwisata dan ekonomi.
Hambatan selalu ada didalam sebuah perencanaan dan pekerjaan, dan tugas kita bersama untuk melewatinya secara elegan. Dampak COVID-19 telah sangat mempengaruhi peluang penciptaan lapangan kerja sektor pariwisata di seluruh dunia. Sekolah kejuruan dan akademi pariwisata turut pula menghadapi tantangan untuk mengurangi pendaftaran siswa dan mahasiswa baru.Â
Sarjana pariwisata harus mempertimbangkan pendekatan inovatif dan peluang penelitian untuk menentukan jarak organisasi, Demikian pula, aspek pengajaran harus dieksplorasi, seperti perencanaan dan penerapan metode pengajaran pariwisata yang lebih "berkelanjutan", fleksibel serta pengembangan siswa dengan keterampilan yang dapat ditransfer dan praktis di sektor bisnis lain.Â
Studi naratif saat ini dalam konteks dampak pariwisata COVID-19 berupaya melibatkan semua peserta dalam komunitas pemangku kepentingan perjalanan yang sama, dan mungkin tidak konsisten.Â
Misalnya, pandemi COVID-19 berdampak signifikan pada organisasi pariwisata (termasuk perantara, perencana transportasi, dan penyedia akomodasi atau atraksi) berdasarkan atribut seperti ukuran, tempat, manajemen, dan jenis tata kelola industri pariwisata.Â