Dan pencarian alamat temanku yang tadi tertunda lama pun terus kulanjutkan. Tak apalah, yang penting aku bisa hadir malam itu. Tanpa putus asa kureka-reka lagi alamat rumah temanku itu. Aku memang pernah berkunjung ke rumah private yang disewa olehnya. Dia seorang teman kursus Inggrisku, asal Jepang. Bergaul dengan teman-teman asal Jepang selalu membuatku merasa nyaman. Entah mengapa, aku tak tahu.
Sebuah pencarian yang cukup menghibur, mencari di tengah-tengah perumahan yang bangunannya semua mirip, mulai dari pagar, luasnya halaman, atap sampai cat rumah! Aku terus mencari.Â
Dan kulontarkan juga sebuah pertanyaan pada serombongan anak-anak bule yang bermain di tepi jalan yang lengang itu. Wah, hanya keberuntungan saja yang lagi memihak padaku saat itu karena mereka tahu di mana temanku itu tinggal. Aku pun mengetuk pintu dapur sebuah rumah dengan sebuah keyakinan.Â
Dan setelah pintu itu terbuka, aku bisa langsung melihat ada lima orang teman perempuan lagi, semua asal Jepang, yang telah hadir di acara dinner itu. Mereka pun langsung tersenyum begitu melihatku. Hal itu cukup membuatku merasa terkejut. Betapa tidak, dinner itu adalah untuk memperingati ulang tahunku! Aku sangat terharu tentu. Makan malamnya telah mereka lahap karena aku datang terlambat. Ah sudahlah, tak mengapa. Namun sebuah kejutan lain diberikan oleh mereka: kue tar untukku masih tersimpan."Happy Birthday, ya......", teriak mereka serempak.
Sebuah kenangan yang sangat manis berulang tahun di negeri orang. Aku bahagia, tak mengira ada teman-teman yang baik hati seperti mereka. Bagaimana dengan perempuan tua itu? Mungkinkah dia juga tengah menikmati dinner-nya seorang diri? Ah, perempuan tua yang rumahnya tak jauh dari tempat kami berkumpul malam itu terus berdiri dalam ingatanku.
 ***
24 Hadrian Ave. Masihkah alamat ini adalah tempat tinggal perempuan tua itu? Aku menepati janjiku kali lain, bertemu dengannya tapi tanpa appointment! Â Semoga dia tidak keberatan meski aku datang ke rumahnya tanpa perjanjian terlebih dahulu. Ia pernah memberikan nomor ponselnya padaku.
Tapi kali ini aku berkunjung ke kota York yang penuh nostalgia ini tanpa rencana sedikit pun. Aku ingin membeli sebuah printer bekas pada seorang teman di York. Aku pun sudah tak tinggal di kota itu lagi. Kota itu telah kutinggalkan tiga bulan yang lalu dan memilih meneruskan kuliah di kota lain. Kini musim pun telah berganti, autumn yang terasa dingin bagiku.
Kuketuk pintu rumah perempuan tua itu. Dan serta-merta kulihat dia membuka pintu itu dan langsung tersenyum begitu melihatku: pertanda dia masih mengenaliku dengan sangat. Tapi apa benar dia masih mengenaliku? Kutahu dia cukup terkejut. Ternyata nomor ponselnya tak kugunakan kalau aku berniat untuk berkunjung. Aku memang tak sempat untuk meneleponnya.
Diajaknya aku masuk ke dalam rumahnya dengan isyarat anggukan kepala. Sebuah hitter sentral dan sebuah hitter kecil di samping tempat duduknya cukup menghangatkan ruang kecil yang sangat berantakan itu. Dia tinggal seorang diri di rumahnya itu. Dan di situlah dia mulai bercerita banyak pada diriku.Â
"Ini aneh", batinku. Tak mudah bagi seseorang  untuk langsung menceritakan semua bagian dan sisi-sisi kehidupannya pada orang asing yang baru dikenalnya seperti diriku ini. Tapi dia telah memercayaiku! Bagaimana tak kaget begitu dia mengatakan berapa tahun umurnya waktu itu? 60 tahun! Sungguh usia yang belum begitu tua bagiku. Dia hampir seumur dengan bapakku! Tapi mengapa penampilan serta postur tubuhnya telah menampakkan sebuah usia yang telah tua renta?