***
Kendari, 2006
"Kontu kowuna tolu ghonu..."
Malam itu Sari tidak sengaja mendengar sebuah senandung lirih ibunya. Ibu bersenandung dalam bahasa daerah, gumam Sari dalam hati. Ia merasa penasaran dengan nyanyian yang disenandungkan berulang-ulang oleh ibunya itu. Dilangkahkannya kakinya menuju kamar orang tuanya sambil mengetuk pintu perlahan.
"Kontu kowuna tolu ghonu..."
 "Lagu apa itu, Bu?" Tanya Sari dengan suara pelan sambil tersenyum pada ibunya.
"Oh, itu lagu Kontu Kowuna, lagu dalam bahasa daerah kita yang artinya Batu Berbunga", jawab ibunya sambil ditatapnya mata anak semata-wayangnya itu. Kapan-kapan Ibu ingin bercerita padamu tentang Kontu Kowuna itu.
Besoknya Dina akhirnya menepatinya janjinya pada anaknya itu. Dan setelah Sari mendengar cerita ibunya yang saat itu ibunya baru berumur dua belas tahun tapi telah berpetualang serta menemukan sesuatu yang dulunya hanya dikenal sebagai legenda di masyarakat Muna serta diragukan keberadaannya, yakni legenda Batu Berbunga, ia kini juga penasaran ingin melihat yang namanya Batu Berbunga itu apakah nyata adanya seperti yang pernah disaksikan oleh ibunya dulu meski rentang waktu saat itu dan kini telah 46 tahun lamanya.
Dan hari yang telah ditunggu-tunggu oleh Sari pun akhirnya tiba. Ia dan ibunya telah siap berada di atas perahu jet yang akan membawa mereka menuju ke pulau Muna yang akan menempuh waktu dua jam dari Kendari untuk mencari tahu sisa-sisa peninggalan dan legenda tentang Batu Berbunga itu.
"Jadi bunga-bunga dalam cerita Ibu berjatuhan dari lipatan baju kaos saat Ibu dan teman-teman Ibu berlari karena mendengar suara-suara tembakan itu?" Tanya Sari yang masih penasaran dengan cerita ibunya.
"Hmm...Ibu tidak tahu persis, Nak. Tapi menurut firasat Ibu, suara tembakan-tembakan itu sesungguhnya berasal dari bunga-bunga itu. Setiap kali bunga-bunga itu meletus, terdengar seperti suara tembakan senapan di kejauhan..." jawab ibunya pelan tapi pasti.