Mohon tunggu...
WON Ningrum
WON Ningrum Mohon Tunggu... Konsultan - Peace of mind, peace of heart...

Hello, welcome to my blog!

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Korupsi dan Filosofi "Merah-Putih"

14 April 2020   19:30 Diperbarui: 14 April 2020   19:29 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Foto: kompas.com

Indeks Persepsi Korupsi (IPK) atau Corruption Perceptions Index (CPI) Indonesia tahun 2018 sebesar 38 (naik satu poin), berada di urutan 89 (naik 7 peringkat dari tahun 2016 dan 2017 yang berada di peringkat 96, jika diurut dari negara paling bersih ke paling korup) dari 180 negara.

Temuan ini berdasarkan hasil riset yang dilakukan oleh Transparency International Indonesia (TII). Adapun skor 0 menunjukkan sangat korup, sedangkan 100 bersih dari korupsi.

Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Laode M. Syarif, mengingatkan bahwa Indeks Persepsi Korupsi (IPK) sejatinya menggambarkan berbagai komponen penentu seperti layanan publik, kepastian hukum, kemudahan berbisnis, relasi antara politik dengan bisnis, dan lainnya. Jadi naik turunnya CPI tidak hanya dipengaruhi oleh korupsi yang berbentuk mark-up dan suap, namun juga hadir di sistem politik, perizinan dan sebagainya.

Namun ditegaskan Laode M. Syarif, perbaikan sejumlah parameter di atas tidak hanya menjadi menjadi tugas KPK dalam pemberantasan korupsi di Indonesia tetapi adalah tanggung jawab semua elemen di masyarakat. Ia sebenarnya berharap Indonesia bisa mencapai skor lebih baik lagi.

Kita pasti bertanya-tanya, kenapa fenomena korupsi (dalam arti yang luas) masih begitu gencar terjadi di Indonesia?

Semua dimulai dari pemimpin. Jika pemimpin di negara ini mau memberikan contoh dan teladan yang baik, maka sistem yang berjalan akan mengalami perbaikan dan rakyat di bawah akan tergerak untuk memelihara norma-norma yang sama.

Namun dalam realitas, begitu banyak fenomena pejabat pemerintah dan malahan wakil rakyat yang dengan entengnya mau mencuri uang rakyat atau uang negara yang notabene bukan haknya, alias harta haram. Apakah mereka tidak merasa takut sedikit pun? Mau dibawa kemana sih harta yang banyak itu?

Bisa juga para pemimpin ini TERLUPA dan LALAI. Ada di antara para pemimpin di negara ini yang semasa mudanya adalah aktivis mahasiswa dan mahasiswi yang penuh idealisme. Mereka bahkan sangat terlatih untuk memimpin demonstrasi-demonstrasi mahasiswa yang masif untuk menuntut keadilan ditegakkan di negeri ini.

Namun ketika suatu masa mereka terpilih jadi pemimpin negara, wakil rakyat di DPR/DPRD atau di lembaga-lembaga pemerintahan, mereka dengan mudahnya terseret pada penyimpangan kekuasaan dan melakukan korupsi. Bahkan ada juga istilah korupsi yang populer di Indonesia, yakni "korupsi berjamaah" (korupsi bersama-sama)!

Dalam sejarah Islam ada satu contoh kepemimpinan antikorupsi, yaitu Umar bin Abdul Aziz yang berprinsip sangat hati-hati dalam menggunakan fasilitas negara.

Dikisahkan pada suatu malam Umar bin Abdul Aziz sedang menyelesaikan urusan negara di ruang kerjanya. Tiba-tiba anak laki-laki Umar bin Abdul Aziz ingin berbicara dengan ayahnya. 

Ayahnya lalu bertanya apakah maksud anaknya tersebut berkaitan dengan masalah negara atau masalah pribadi. Ketika dijawab berkaitan dengan masalah pribadi/keluarga, maka Umar bin Abdul Aziz segera mematikan lampu di ruangan itu. 

Seketika ruangan menjadi gelap. Anaknya pun bertanya, "Mengapa Ayah mematikan lampu?" Lalu dijawab oleh ayahnya, "Lampu ini adalah fasilitas yang digunakan untuk urusan kenegaraan. Karena maksudmu ke sini adalah urusan keluarga, maka ambillah lampu pengganti milik keluarga kita untuk kita pakai di ruangan ini."

Saya juga teringat ada sebuah kalimat mutiara dari salah satu pasangan tokoh Indonesia, pasangan suami istri Henry Tilaar dan Martha Tilaar yang patut kita renungkan, yaitu: "...Jagalah selalu jalan tangga naikmu karena dengan tangga yang sama itulah, kelak akan engkau pakai untuk jalan turunmu..."

Jadi, tak ada jalan lain bagi para pemimpin negeri ini maupun pejabat di lembaga-lembaga pemerintahan serta para wakil rakyat untuk terus BERHATI-HATI. Bukan hanya integritas pribadi dan keluarga yang dipertaruhkan, melainkan betapa negara harus menanggung kerugian demi kerugian serta imbas yang terbesar ujung-ujungnya pasti tertuju pada rakyat Indonesia jua.

Korupsi merupakan pelanggaran hak-hak asasi manusia. Betapa rakyat Indonesia masih banyak yang berada di bawah garis kemiskinan. Mau sampai kapan rakyat akhirnya bisa menikmati kehidupan yang layak dan sejahtera, sedangkan tumpuan harapan mereka yang berada di pundak para pemimpin ternyata tidak amanah?

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar. Namun bangsa yang besar ini akan sangat merugi dan tertinggal jika terus dibiarkan kotor oleh perbuatan korupsi. Untuk sebuah bangsa yang agamis, kita sepatutnya takut akan pengawasan yang sesungguhnya dari-Nya. 

Namun, jika sudah "tersesat" sekali pun, jalan pertobatan telah disediakan untuk orang-orang yang mau kembali sebagai pelajaran untuk generasi selanjutnya. 

Terhadap hal ini pun, di dalam masa-masa pemerintahan selanjutnya dan dari semua lini birokrasi, korupsi selayaknya sudah harus dihapuskan dari bumi Indonesia.

Mengapa tidak? Lihatlah bendera kebanggaan kita, Bendera Merah-Putih. MERAH berarti BERANI, PUTIH berarti SUCI. Dari filosofi bendera Merah-Putih ini saja sebenarnya sudah cukup untuk menggenapi setiap daya, upaya dan doa bangsa Indonesia menuju bangsa yang maju dan bermartabat di mata dunia yang tanpa korupsi. Semoga.*

Referensi:

[1] [2] [3] [4] [5]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun