Mohon tunggu...
Woli Kertajiwa
Woli Kertajiwa Mohon Tunggu... -

Pria bernama wolikertajiwa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Refleksi Lobang Jepang

6 Agustus 2015   16:02 Diperbarui: 6 Agustus 2015   16:02 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Beberapa hari yang lalu saya berkesempatan jalan ke Sumatera Barat. Yang paling berkesan diantara adalah "lobang jepang" yang berada di bukti tinggi. Jepang membangun lobang jepang adalah untuk benteng pertahanan mereka di Asia Tenggara. Dan yang bekerja untuk membangun lobang tersebut adalah para romusha, yang kebanyakan berasal dari Pulau Jawa, Sulawesi dan Kalimantan. Konon tidak ada pekerja dari Bukit Tinggi ataupun Sumbar demi jika ada yang kabur tidak dapat berkomunikasi dengan penduduk. 

Ada lorong awal, dan kemudian dikiri kanan ada banyak lorong/lobang yang mempunyai berbagai fungsi seperti penyimpanan senjata, penjara untuk tahanan perang ataupun pemberontak. Serta ada satu lorong kecil yang disebut 'dapur'. Tahanan disitu didisain untuk mati, ada yang ditaruh di ruang lorong yang agak kebawah dimana oksigen sangat tipis, ada yang di dalam jeruji sel tanpa dikasih makan minum. "Dapur" diatas pengertiannya adalah tempat membantai dan kemudian mayatnya dibuang di lobang dapur itu.

Jika tahanan disitu didisain untuk mati, para romushapun sama. Didisain untuk mati. Konon ribuan orang meninggal disitu. Saya tidak tau tercatat dalam sejarah atau tidak.

Barangkali kisah itu hanya tersisa sedikit di memori bangsa kita...Sementara kisah pembantaian Yahudi oleh Nazi  begitu tercatat dan terus menerus diulang dan dihidupkan kembali. Via film dan peringatan-peringatan. Dan Vietnam kekejaman Amerika juga tercatat, bahkan ada museum perang di kota Ho Chi Minh (Saigon). 

Kisah kekejaman, penyiksaan dan pembantaian memang perlu direkam dan diperingati. Bukan untuk memupuk dendam. Tapi untuk menghargai mereka yang telah jadi korban, menghargai nyawa manusia, menghargai kehidupan, dan juga menjadi titik tafakur.

 

 

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun