Mohon tunggu...
Laras Maharani
Laras Maharani Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Yogyakarta.

Hi, my name is Laras Maharani. I'm an active college student majoring IR at UPN "Veteran" Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengapa Rusia Melanggar Perjanjian Minsk I dan Minsk II?

12 Maret 2023   22:47 Diperbarui: 12 Maret 2023   22:51 406
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sejak tahun 2010 sampai awal tahun 2014, kurang lebih empat tahun Presiden Viktor Yanukovych berkuasa, dia telah merubah Ukraina menjadi tidak demokratis, perekonomian yang anjlok, dan keamanan yang lemah. Kombinasi dari ketiga faktor ini secara umum menghasilkan kemerosotan negara dan secara khusus meningkatkan masuknya pengaruh dari luar dengan mudah.

Hal ini kemudian mendorong sebuah aksi yang ingin menjatuhkan Presiden Yanukovich dari kursi pemerintahan.  Penggulingan Presiden Viktor Yanukovich pada tahun 2014 dilatar belakangi oleh aksi Euromaidan di Kyiv. Aksi ini terdiri dari masyarakat yang pro akan barat.  Mereka menuntut agar Yanukovich turun. 

Mereka merasa jika Yanukovich hanya mementingkan kekayaan dirinya sendiri dimana Yanukovich dituduh melakukan kasus korupsi yang merugikan Ukraina. Dibawah tekanan Uni Eropa pada saat itu Yanukovich menandatangani kesepakatan untuk mentransfer kekuasaan dan melakukan pemilu dini di Ukraina. Tidak lama setelah penandatanganan itu, Yanukovich memutuskan untuk melarikan diri dari Kyiv dan tidak lama kemudian pemerintahannya pun runtuh. Tidak lama setelah itu Ukraina kemudian melakukan pemilunya.

Pemilihan Presiden diadakan di Ukraina pada tanggal 25 Mei 2014, menghasilkan Petro Poroshenko terpilih sebagai Presiden Ukraina. Poroshenko memenangkan pemilihan dengan 54,7% suara, cukup untuk menang dalam satu putaran. Pesaing terdekatnya adalah Yulia Tymoshenko, yang muncul dengan 12,81% suara. 

Perolehan suara yang didapat oleh Poroshenko membuat dirinya menang mutlak di babak pertama, sehingga membuat pemungutan suara kedua pada 15 Juni 2014 tidak diperlukan lagi. Peristiwa di Maidan secara dramatis mempengaruhi semuanya, termasuk lingkungan masyarakat Ukraina, yang hal ini menyebabkan pembentukan kembali ke sistem politik nasional yang awalnya terpusat pada pemerintahan presidensial otoriter telah diganti oleh sistem parlementer.

Kemenangan Petro Poroshenko membawa dampak yang kurang baik terhadap rakyatnya yang ada di wilayah timur khususnya Donetsk dan Luhansk. Hal ini kemudian membuat penduduk di wilayah tersebut merasa khawatir jika presiden Petro Poroshenko menerapkan kebijakan nasionalis dan melarang penggunaan bahasa Rusia. 

Hal ini kemudian memicu aksi separatis dari masyarakat Ukraina Timur yang menamai mereka sekaligus mendeklarasikan Republik Rakyat Donetsk dan Republik Rakyat Luhansk yang hanya diakui oleh Rusia.  Melihat hal tersebut, akhirnya Vladimir Putin mengirimkan pasukan militer Rusia ke sejumlah daerah di wilayah Ukraina Selatan dan wilayah Ukraina Timur dengan tujuan untuk melindungi masyarakat Ukraina yang berkebangsaan dan berbahasa Rusia.

Beberapa pertemuan antara Presiden Rusia dan Ukraina, dengan fasilitasi Organization for Security and Co-Operation in Europe (OSCE), menghasilkan sebuah kesepakatan yang dicapai pada September 2014 di Minsk yang akhirnya dinamakan Perjanjian Minsk. Perjanjian Minsk adalah serangkaian perjanjian internasional yang bertujuan untuk mengakhiri perang Donbas yang terjadi antara kelompok separatis di Ukraina Timur yang didukun Rusia dengan Angkatan Bersenjata Ukraina. 

Protokol Minsk yang dirancang pada tahun 2014 oleh Kelompok Kontak Trilateral di Ukraina, yang terdiri dari Ukraina, Rusia, dan OSCE dengan mediasi oleh para pemimpin Prancis dan Jerman. Setelah pembicaraan di Minsk, Belarusia, perjanjian tersebut ditandatangani pada 5 September 2014 oleh perwakilan dari Trilateral Contact Group dan para pemimpin Republik Rakyat Donetsk dan Republik Rakyat Luhansk, yang merupakan Gerakan separatis dukungan Rusia di Ukraina Timur. Perjanjian ini mengikuti beberapa upaya sebelumnya untuk menghentikan pertempuran di wilayah tersebut dan bertujuan untuk menerapkan gencatan senjata secara efektif.

Perjanjian Minsk gagal menghentikan pertempuran di Ukraina Timur, dan kemudian diikuti dengan perjanjian lanjutan yang direvisi dan diperbarui, yaitu perjanjian Minsk II. Perjanjian Minsk II ditandatangani pada 12 Februari 2015. Perjanjian ini berisi gencatan senjata, penarikan senjata berat dari garis depan, pembebasan tawanan perang, reformasi konstitusional di Ukraina untuk memberikan otonomi khusus ke daerah-daerah tertentu seperti Donbas dan memulihkan kendali perbatasan negara kepada pemerintah Ukraina. 

Sementara pertempuran mereda setelah penandatanganan perjanjian, perang di Ukraina Timur tidak pernah berakhir sepenuhnya, dan ketentuan perjanjian tidak pernah dilaksanakan sepenuhnya. Salah satu masalah adalah meskipun Rusia merupakan salah satu pihak yang menegosiasikan kesepakatan Minsk, dalam perjanjian tersebut dikatakan bahwa Rusia bukan pihak dalam konflik dan atas dasar itu tidak bertanggung jawab atas implementasi perjanjian tersebut. 

Di luar itu setidaknya ada tiga perselisihan utama. Yang pertama adalah pengurutan, khususnya siapa yang harus memegang kendali saat pemilu diadakan. Yang lebih sulit lagi adalah bahwa kesepakatan itu mengatakan bahwa status khusus untuk wilayah Donbas, dan restrukturisasi konstitusional Ukraina, harus dilakukan dengan konsultasi dan kesepakatan dengan para pemimpin Republik rakyat Donetsk dan Luhansk yang memproklamirkan diri, melalui sebuah forum yang dibentuk khusus. Sengketa yang berpotensi paling berbahaya adalah tentang luasnya wilayah status khusus, yang tidak ditentukan. 

Para pemimpin separatis mengatakan itu harus mencakup semua provinsi Donetsk dan Luhansk, yang lebih dari setengahnya tetap berada di bawah kendali Kyiv. Saat ini, Republik Rakyat Donetsk dan Luhansk memiliki kedudukan hukum di mata Rusia untuk membuat klaim tersebut sebagai pemimpin negara berdaulat, dan untuk mengundang pasukan Rusia untuk membantu, ambiguitas itu menciptakan risiko eskalasi militer yang signifikan.

Rusia melihat Perjanjian Minsk dan Minsk II sebagai perjanjian yang ditandatangani dan wajib dipenuhi oleh Ukraina, dan mengembalikan Donbas ke kendali Kyiv dan memastikan keselamatan dan hak warga sipil pro Rusia di kawasan itu. Rusia juga melihat perjanjian itu sebagai sarana untuk menciptakan otonomi yang lebih luas bagi Donbas dan sebagai sarana untuk menjadikan Ukraina sebagai negara federasi. Sehingga dalam praktiknya Ukraina tidak bisa bergabung dengan lembaga-lembaga barat seperti NATO atau Uni Eropa. 

Pada pertemuan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa bulan Februari, Rusia secara khusus mengeluhkan tentang janji Ukraina bahwa tidak ada wilayah Ukraina yang dapat melakukan veto keputusan di seluruh negara bagian, dan bahwa Prancis, Jerman, dan Amerika Serikat telah gagal menekan Ukraina untuk mengimplementasikan perjanjian Minsk. Pejabat Kremlin tidak menentukan bentuk federalisasi yang harus diambil, tetapi Vladislav Surkov, penasihat Putin untuk Ukraina hingga tahun 2020, mengatakan setelah meninggalkan jabatannya bahwa Minsk II ditulis untuk memberi Ukraina kedaulatan simbolis atas wilayah Ukraina Timur, seperti yang dilakukan monarki Inggris. atas Kanada, atau Australia.

Di tengah meningkatnya ketegangan antara Rusia dan Ukraina, pada awal 2022 Rusia secara resmi mengakui Republik Rakyat Luhansk dan Donetsk pada 21 Februari 2022. Menyusul keputusan itu, pada 22 Februari 2022, Presiden Rusia Vladimir Putin menyatakan bahwa perjanjian Minsk dan Minsk II sudah tidak berlaku, dan bahwa Ukraina, yang harus disalahkan atas kegagalan perjanjian Minsk dan Minsk II. Rusia juga menuduh Ukraina melakukan genosida di Donbas, dengan tuduhan ini Rusia kemudian menginvasi Ukraina pada 24 Februari 2022 dengan alasan denazifikasi Ukraina.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun