"Bukannya aku bodoh. Meskipun mereka sering memanggilku dengan sebutan itu saat melihat diriku menari-nari di dalam sangkar ini." Elina mengangkat sangkar dan memperhatikan si kenari yang berkicau tanpa henti. Dia tak mengerti. Elina hanya tahu satu hal, mereka sama-sama sedang menikmati kebersamaan ini.
"Elina, hari ini ulang tahunmu, kan?" Tanya kenari yang sayangnya terdengar sama dengan kicauan absurd lain sepanjang pagi ini. Lalu pandangannya kosong, kenari berpikir keras tentang bagaimana menyampaikan ucapan selamat juga doa kepada Elina. Hingga sesampainya mereka di taman dan duduk di bawah sebuah mahoni rindang, kenari masih berkhayal tentang caranya ia berbicara.
Angin sejuk berhembus, pelan-pelan membawa Elina merenung. "Oh kenari kecil. Minggu ku tak pernah sepi. Kamu selalu menemaniku menikmati tenangnya berlibur di taman ini. Kadang, aku bertanya-tanya, mengapa kamu mau seharian bermain denganku? Rumahmu di mana? Apakah kamu punya keluarga?"
Melihat sinar mata Elina yang redup, kenari kecil terbang keluar lalu hinggap di atas kubah sangkar. "Apa yang kau pikirkan, Elina?" Kicauan berisik itu segera dibalas tawa lepas si gadis muda. Jemari lembut Elina mengusap kepala kecil kenari. Dia hanya bisa terpejam menunduk, menikmati.
"Aku ingin selalu bermain bersamamu. Jika usiaku mungkin tidak lebih lama darimu, ku mohon sesekali tetaplah mampir ke sangkar cendana ini." Kenari terdiam memandang bibir tipis Elina sejenak. Lalu berkicau, "Jika itu keinginanmu, baiklah, dengan senang hati. Selamat ulang tahun, Elina."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H