Mohon tunggu...
Malviana
Malviana Mohon Tunggu... Freelancer - View From Other Perspective

Coffee Lover Who Start Writing

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Welcoming The Great Resignation

9 Oktober 2021   02:43 Diperbarui: 9 Oktober 2021   03:02 667
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada tahun 2020 ketika awal pandemi berlangsung banyak perusahaan melakukan PHK karena sudah tidak mampu bertahan atau mencoba beroperasi secara efisien namun setelah lebih dari satu tahun pandemi berjalan hal yang sebaliknya mulai terjadi banyak dari karyawan secara sukarela mengundurkan diri dari pekerjaan mereka. Fenomena ini hampir terjadi diseluruh belahan dunia dengan pola yang hampir sama, gelombang ini disebut dengan great resignation. Istilah ini pertama kali dikemukakan oleh Anthony Klotz, seorang Associate Professor of Management dari Texas A&M University Amerika Serikat. Dalam wawancaranya dengan Bloomberg Businessweek beliau mengatakan ini adalah dampak dari pandemi yang setelah berlangsung beberapa lama membuat banyak orang memikirkan kembali prioritas dari hidupnya termasuk pekerjaan mereka.

Tiap orang tentu memiliki alasan-alasan tersendiri ketika mereka memutuskan pindah perusahaan ataupun berganti profesi pekerjaan, beberapa diantaranya adalah :

Kondisi pekerjaan yang tidak menentu

Pandemi Covid-19 membuat banyak perusahaan melakukan efisiensi untuk menjaga kelangsungan bisnisnya mulai dari PHK, menawarkan cuti tidak berbayar untuk beberapa waktu, memotong jam kerja, merumahkan karyawan tanpa batas waktu yang jelas, hal ini membuat karyawan mengalami kekhawatiran dengan ketidakpastian keadaan ini dan mempengaruhi kondisi ekonomi dan mental mereka. Di lain pihak karyawan yang masih bekerja mengalami tingkat stres yang tinggi karena melihat rekan kerjanya satu per satu pergi, harus bertanggung jawab melakukan dua atau tiga orang pekerjaan sekaligus, anggota tim yang tidak bisa bekerja sama ketika remote work, kurangnya dukungan dari manajer, atau tidak bisa membagi waktu antara melakukan pekerjaan dengan mengurus anggota keluarganya yang sakit atau anak-anak yang sedang school from home. Dari segi kompensasi banyak perusahaan harus melakukan pemotongan gaji, terlambat pembayaran gaji, menunda kenaikan gaji dan pembayaran bonus, bahkan menunda promosi pekerjaan. Untuk beberapa bulan mungkin mereka masih bisa menahan tekanan secara mental dan ekonomi, masih lebih baik ada pekerjaan dibandingkan tidak ada namun akhirnya banyak dari mereka berpikir ulang untuk mencari pilihan yang lebih relalistis untuk dijalani.

Prioritas hidup yang berubah

Sebelum pandemi rutinitas pekerja di Jakarta hampir sama, berangkat dari rumah subuh-subuh pulang kantor sudah malam, menembus macetnya jalanan, baru ada waktu untuk keluarga terutama anak ketika pulang kantor atau akhir pekan, bekerja sehari-hari di kantor, meeting di beberapa tempat dengan klien, perjalanan bisnis yang padat. Tiba-tiba kita semua harus melakukan semua kegiatan di rumah, meeting bisa dilakukan secara online, perjalanan bisnis menjadi hal yang ternyata bisa tidak dilakukan, seluruh anggota keluarga bisa bertemu tiap hari, dan di waktu luang banyak sekali aktivitas-aktivitas baru terinspirasi dari social media yang bisa dilakukan dari rumah. Dengan melakukan semua kegiatan dirumah orang bisa memiliki lebih banyak waktu luang  dan mengisinya dengan kegiatan yang positif, bisa menemukan hobi baru, belajar keahlian baru yang setelah dijalani beberapa waktu ternyata bisa menghasilkan manfaat ekonomi, massive nya social media juga membuat banyak orang beralih menjadi selebgram atau content creator, banyaknya podcast dan chanel youtube yang membahas tentang investasi menginspirasi orang belajar tentang saham dan reksadana, dan yang lebih excite karena hampir semua bisa dilakukan dengan remote tak jarang membawa keluarganya untuk bekerja dan sekolah ke kota lain sambil berwisata. Mereka menyadari bahwa banyak hal yang tidak pernah terpikirkan akan terjadi menjadi terjadi, masih bisa bekerja tanpa harus bermacet-macetan, bisa berkumpul dengan keluarga, ternyata keahlian lain atau passion di hobi nya  bisa menghasilkan lebih banyak uang dari kerja kantoran, hidup ternyata bukan sekedar menjalani rutinitas yang sama tiap harinya, ada hal-hal yang lebih penting dari sekedar itu.

Kemajuan teknologi dan dunia digital yang pesat

Tidak bisa kita pungkiri kemajuan teknologi begitu pesat dalam dua tahun terakhir ini, suka atau tidak suka kita dipaksa untuk beradaptasi dengan teknologi dan dunia digital. Teknologi bisa mendekatkan yang jauh, menghilangkan birokrasi yang rumit, membuat proses menjadi lebih efektif dan efisien, membuka banyak peluang bisnis, dengan berbagai dampak negatif tentang privasi orang yang kian hilang akibat teknologi kita tidak bisa menyangkal bahwa teknologi dan dunia digital membuat hidup kita lebih mudah. Beberapa proses bisnis yang dahulu harus dilakukan in person dan dengan membawa berbagai dokumen ternyata bisa disederhanakan dan dilakukan secara digital. Hampir segala hal bisa dilakukan melalui teknologi digital, dari mulai bekerja, sekolah, belanja, pengurusan dokumen, bisnis, investasi, transportasi, hampir semua aspek hidup kita saat ini sudah tersentuh dengan teknologi. Ini merupakan terobosan di revolusi industri 4.0 yang menutup banyak posisi pekerjaan terutama yang bersifat manual namun pada saat yang sama membuka banyak posisi pekerjaan baru yang belum pernah ada sebelumnya yang bisa dikerjakan dari mana saja dan membuka banyak sekali peluang bisnis.

Kebijakan perusahaan yang gagal beradaptasi dengan pandemi Covid-19

Tahun 2020 tiap perusahaan diuji bagaimana mereka merespon pandemi Covid-19 melalui kebijakannya yang menyangkut operasional, pelanggan, klien dan yang lebih penting lagi karyawannya. Kebijakan yang tidak memperhatikan health, safety, effectiveness, empathy dan well-being karyawannya akan membuat perusahaan itu pelan-pelan ditinggalkan oleh karyawannya, dan akan susah untuk merekrut karyawan baru karena image yang telah melekat. Mungkin pada awalnya karyawan akan bertahan untuk tetap bekerja namun ketika mereka telah burn out dan perekonomian mulai bangkit mereka menjadi yakin untuk mencari kesempatan lain diluar.

Setelah kita explore apa saja pemicu dari great resignation, penulis akan explore beberapa strategi yang perusahaan harus persiapkan untuk mengantisipasi gelombang great resignation yang lebih besar lagi di tahun depan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun