Mohon tunggu...
Malviana
Malviana Mohon Tunggu... Freelancer - View From Other Perspective

Coffee Lover Who Start Writing

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Fleksibilitas dalam Bekerja, Worklife Balance, dan Perlindungan Hukum bagi Pekerja

9 Juli 2019   15:05 Diperbarui: 22 April 2021   13:51 2160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Memahami Fleksibilitas dalam Bekerja, Worklife Balance, dan Perlindungan Hukum bagi Pekerja (Sumber : saulo mohana via unsplash.com)

Belakangan ini banyak perusahaan menerapkan kebijakan fleksibilitas ditempat kerja mulai dari working from home, bekerja di co working space, atau memberikan pilihan hubungan kerja yang lebih fleksibel untuk pekerjanya. 

Dengan kemajuan teknologi dan digital sangat memungkin seorang karyawan bekerja kapan saja dan dimana saja tidak harus dibatasi oleh waktu dan tidak harus datang ke kantor. 

Hal ini tentunya memberikan kemudahan bagi sebagian pihak seperti ibu bekerja dan para pekerja yang tinggal di sub urban sehingga tidak perlu menghabiskan waktu menghadapi kemacetan setiap harinya dan juga memberikan variasi pekerjaan bagi pekerja sehingga mereka tidak merasa bosan hanya melakukan satu pekerjaan secara terus menerus. 

Menurut Possenried dan Plantenga (2011), Flexible Work Arrangements (FWA) mempunyai tiga kategori secara umum, yaitu fleksibilitas dalam penjadualan (scheduling), fleksibilitas dalam lokasi (telehomeworking), dan fleksibilitas dalam waktu (part-time).

Namun ternyata tanpa disadari hal ini tidak sepenuhnya memberikan kemudahan bagi para pekerja, isu yang berkembang selanjutnya adalah terganggunya working life balance yang sangat sulit dimiliki dengan kemudahan email dan komunikasi chat yang ada dalam genggaman tangan. 

Pulang kerja tanpa memikirkan pekerjaan dan menikmati waktu bersama dengan keluarga hanyalah mitos saat ini, dan ini adalah sebuah tuntutan karena apabila kita tidak menganggapinya maka akan berimbas menumpuknya pekerjaan dikemudian hari. 

Apabila dulu mitos kerja rodi seperti ini hanya berlaku bagi orang-orang yang bekerja dibidang media, agensi, atau periklanan. 

Namun sekarang sudah menjadi normalisasi kesemua bidang kerja termasuk didalamnya sektor informal sudah bukan rahasia lagi bagi orang-orang yang bergerak dibidang online shopping mereka harus tanggap 24 jam untuk menanggapi permintaan ataupun pertanyaan dari calon customer yang terkadang tidak kenal waktu. 

Apabila kita tidak hati-hati dan tidak bisa mengatur waktu dengan baik maka fleksibilitas dalam bekerja bisa jadi boomerang untuk diri kita sendiri dan perusahaan.

Menurut Susan M. Hetafield dalam artikelnya The Advatages and Disadvantage of Flexible Work Schedule, dapat dijabarkan beberapa keuntungan dan kerugian fleksibilitas jam kerja bagi karyawan dan perusahaan.

Keuntungan fleksibilitas jam kerja bagi karyawan:

  • Fleksibilitas dalam urusan pribadi, pekerja dapat mengatur waktunya untuk menyiapkan dan mengantar anak sekolah, bertemu keluarga dan teman, berlibur, olahraga dan sebagainya;
  • Menekan waktu dan biaya, kita semua tahu kemacetan Jakarta yang luar biasa, untuk berangkat dan pulang kerja bisa menghabiskan 4 jam di jalan belum termasuk biaya bensin, tol, dan perawatan kendaraan;
  • Mengurangi stres, ini merupakan kelanjutan dari poin nomor dua kemacetan jalan raya ketika akan berangkat kerja pasti menimbulkan stres bagi pekerja bahkan sebelum mereka mulai bekerja dan harus dihadapi dalam lima hari seminggu;
  • Dapat mengatur jadwal sendiri, kebijakan ini otomatis mendidik pekerja untuk bersikap dewasa dan bertanggung jawab atas dirinya sendiri bagaimana mereka harus mengatur waktu antara urusan pribadi dan pekerjaan;
  • Mengurangi beban pekerja, dengan adanya fleksibilitas pekerja bisa fokus dengan pekerjaannya ketika dia bekerja;
  • Mendorong produktivitas pekerja, pekerja dapat mengatur sendiri kapan waktu yang terbaik bagi mereka untuk bekerja secara lebih produktif sebagian orang merasa malam hari adalah waktu terbaik untuk mereka bekerja.

Keuntungan fleksibilitas jam kerja untuk perusahaan:

  • Meningkatkan moral dan engagement karyawan terhadap perusahaan, kebijakan ini menunjukkan bahwa perusahaan percaya pada pekerjanya, sehingga produktivitas pekerja akan meningkat, pekerja akan lebih dihargai, mereka akan merasa bangga menjadi bagian dari perusahaan;
  • Mengurangi jumlah absensi, ketika pekerja diberikan fleksibilitas dalam mengatur waktu antara pekerjaan dan kehidupan pribadi hal ini otomatis akan mengurangi jumlah absensi karyawan;
  • Mengurangi turn over, hampir serupa dengan poin nomor 1 apabila pekerja memiliki high engagement terhadap perusahaan maka tidak ada keinginan bagi mereka untuk pindah ke perusahaan lain;
  • Meningkatkan image perusahaan sebagai perusahaan dengan lingkungan kerja yang baik, kebijakan fleksibilitas jam kerja adalah nilai tersendiri bagi perusahaan untuk meningkatkan image good corporate bagi internal dan eksternal perusahaan. Calon pekerja saat ini sangat mempertimbangkan apakah perusahaan yang dilamar memiliki kebijakan fleksibilitas jam kerja atau tidak.

Kerugian fleksibilitas  jam kerja bagi pekerja:

  • Komunikasi dan kerja sama yang kurang baik dengan rekan kerja dan atasan, jadwal kerja yang belum tentu sama antar individu dapat menimbulkan kurangnya komunikasi dan menimbulkan kerja sama yang kurang baik sesama rekan kerja;
  • Anggapan kurang baik dari lingkungan sekitar, sebagian besar persepsi masyarakat menganggap bekerja dari rumah adalah pengangguran dan masyarakat menganggap pekerja freelance atau part time dianggap sebagai strata sosial yang lebih rendah dibandingkan dengan pekerja yang sibuk dikantor dari pagi sampai malam;
  • Tidak ada perbedaan antara lingkungan kerja dan rumah, dalam beberapa kasus terjadi pekerja tidak bisa mengatur waktu bekerja sehingga lupa untuk beristirahat bahkan kehidupan pribadi dan keluarga bisa terganggu karena kebijakan ini.

Kerugian fleksibilitas jam kerja bagi perusahaan:

  • Atasan sulit untuk mengadakan koordinasi dan mengawasi anggota timnya, perbedaan waktu kerja tiap individu dapat menjadi tantangan bagaimana menyatukan tim untuk koordinasi dan tetap menjaga semangat team work;
  • Penyalahgunaan kebijakan oleh pekerja, pekerja yang belum bisa bertanggung jawab atas dirinya sendiri terkadang memanfaatkan kebebasan ini untuk hal hal diluar pekerjaan;
  • Klien sulit untuk menghubungi pekerja, ini masih berkaitan dengan poin nomor dua, dimana pekerja belum dapat bertanggung jawab atas dirinya sendiri sehingga susah dihubungi oleh atasan, rekan kerja termasuk oleh klien;
  • Kecemburuan ketika hanya sebagian karyawan yang dapat menikmati kebijakan ini, tidak semua jenis profesi dan pekerjaan dapat menerapkan fleksibilitas jam kerja hal ini dapat menimbulkan kecemburuan dan perasaan perlakuan tidak adil oleh perusahaan.

Perusahaan sebaiknya melakukan penelitian terlebih dahulu sebelum menerbitkan kebijakan fleksibilitas kerja faktor-faktor yang dapat dijadikan pertimbangan antara lain:

  • Data demografi pekerja, sangat penting mengetahui data demografi pekerja, secara general kebijakan ini akan lebih efektif diterapkan untuk pekerja millennial, Gen X, dan ibu bekerja. Generasi baby boomer kurang menyukai kebijakan ini karena mereka menganggap datang kekantor adalah bentuk pengakuan dan sarana sosialisai bagi mereka;
  • Jenis-jenis pekerjaan yang ada dalam organisasi, perusahaan harus bisa membuat daftar jenis pekerjaan dan sifat pekerjaan yang dapat diterapkan dengan kebijakan ini. Sebab tidak semua jenis pekerjaan dapat dilakukan dengan asas fleksibilitas waktu dan tempat;
  • Jarak antara rumah pekerja ke tempat kerja, kebijakan fleksibilitas akan efektif dilakukan apabila jarak dan waktu tempuh rata-rata pekerja ke kantor terlalu jauh, menghabiskan waktu serta biaya;
  • Kesiapan perangkat and jaringan IT internal perusahaan, perusahaan harus siap dengan perangkat dan jaringan IT yang memadai, perangkat laptop yang baik, tersedianya sistem internal komunikasi perusahaan, VPN sehingga pekerja dapat mengakses data server perusahaan dimanapun, fasilitas telepon genggam dari perusahaan, sistem video conference yang memadai sangat penting agar untuk kelancaran pekerjaan dan komunikasi;
  • Kebiasaan-kebiasan perusahaan dan pimpinan perusahaan yang sudah berjalan selama ini , perusahaan sebaiknya tetap mempertahankan kebiasaan-kebiasaan kantor yang positif dan bertujuan untuk  meningkatkan kerja sama tim seperti weekly morning meeting dikantor, monthly team meeting dengan pimpinan perusahaan, acara team building dan sebagainya;
  • Kondisi rumah para pekerja, sebelum memberikan ijin bagi pekerja untuk mendapatkan fleksibilitas kerja atasan dan pihak sumber daya manusia harus menganalisa apakah kondisi rumah pekerja memungkin untuk yang bersangkutan bekerja dari rumah, apakah ada ruangan khusus, apakah ada jaringan internet, apakah kondisi meja dan kursi yang tersedia cukup nyaman dan sesuai dengan standar agronomy untuk bekerja.
  •  Apabila tidak apakah ada opsi yang bersangkutan kerja di tempat lain atau di co working space. Hal ini sangat penting agar sebagai pihak perusahaan kita merasa yakin bahwa pekerja dapat melakukan pekerjaannya dengan baik, target pekerjaan dapat diselesaikan tepat waktu dan produktivitas bekerja bisa meningkat;
  • Kehadiran dikantor tetap diperlukan, pihak pimpinan perusahaan, atasan dan sumber daya manusia harus memastikan bahwa jadwal regular team meeting,one on one meeting, training, office meeting harus dengan disiplin dilaksanakan oleh pekerja. 
  • Hal ini sangat penting untuk menjaga team work dan engagement pekerja dengan atasan dan perusahaan. Bagaimanapun canggihnya komunikasi didunia maya tidak ada yang bisa menggantikan chemistry ketika kita bisa bertemu dan berdiskusi secara langsung.
  • Pilihan waktu kerja yang dipilih oleh pekerja, peranan atasan sangat penting untuk menganalisa pilihan waktu kerja yang dipilih oleh pekerja agar kedua belah pihak dapat saling berkomitmen kapan atasan bisa melakukan komunikasi dengan pekerja dan kapan pekerja dapat diminta komitmennya untuk melaksanakan pekerjaan.

Agar fleksibilitas kerja tidak menjadi boomerang bagi pekerja, beberapa hal ini harus diperhatikan pekerja ketika meminta kebijakan fleksibilitas kerja dan/atau bekerja di perusahaan yang menerapkan kebijakan ini:

Hubungan Kerja, banyak perusahaan yang sudah lama berdiri dan memutuskan mengeluarkan kebijakan fleksibilitas kerja bagi pekerjanya, hal ini tidak begitu menimbulkan isu yang terlalu riskan, namun bagi pekerja yang bekerja di perusahaan baru yang memang menerapkan kebijakan ini dari awalnya biasanya perusahaan akan menawarkan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). 

Pekerja harus mengetahui jenis-jenis hubungan waktu tertentu apa yang ditawarkan oleh perusahaan. Berikut adalah penjelasan lebih lanjut mengenai PKWT menurut UU nomor 13 tahun 2013 Tentang Ketenagakerjaan :

  • a. PKWT berdasarkan jangka waktu, pada PKWT jenis ini pekerja dipekerjakan berdasarkan masa waktu tertentu dan hubungan kerja otomatis berakhir ketika masa kontrak sudah terpenuhi
  • b. PKWT berdasarkan selesainya pekerjaan tertentu, pada PKWT jenis ini pengusaha dan pekerja menyepakati jenis pekerjaan tertentu dengan syarat bukan jenis pekerjaan tetap, tidak putus-putus atau tidak dibatasi oleh waktu. Berdasarkan jenis pekerjaannya dibagi lagi menjadi :
    • PKWT untuk pekerjaan yang sekali selesai atau sifatnya sementara
    • PKWT untuk pekerjaan musiman
    • PKWT untuk pekerjaan yang berkaitan dengan produk baru
    • PKWT untuk harian lepas

Perjanjian Kerja, melanjutkan item nomor satu calon pekerja ketika bernegosiasi dengan pihak pengusaha harus meminta perjanjian kerja yang jelas sebelum dimulainya pekerjaan. Menurut pasal 54 Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis sekurang-kurangnya memuat:

  • Nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha;
  • Nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh;
  • Jabatan atau jenis pekerjaan;
  • Tempat pekerjaan;
  • Besarnya upah dan cara pembayarannya;
  • Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh;
  • Mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja;
  • Tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat;
  • Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.

Upah, untuk para pekerja yang terikat dalam PKWT, harus jelas bagaimana upah mereka dibayar apakah per jam, per hari, per minggu, per bulan atau berdasarkan tahapan selesainya pekerjaan. Pihak pengusaha juga harus memastikan bahwa upah yang diberikan adalah adil, sesuai dengan kondisi pasar terkini dan sesuai dengan skala upah yang ditetapkan oleh perusahaan.

Waktu Kerja, pekerja, atasan dan pihak pengusaha harus memiliki komitmen yang jelas kapan waktu kerja yang dipilih agar kedua belah pihak dapat saling berkomitmen. 

Jangan sampai atasan dan klien menghubungi tanpa kenal waktu dan bagi pekerja ini merupakan komitmen disipilin diri untuk bertanggung jawab dengan pekerjaannya. 

Yang sering terjadi adalah karena yang diminta oleh atasan adalah target pekerjaan harus diselesaikan makan pekerja harus dapat menyelesaikan pekerjaan itu tanpa kenal waktu yang terpenting pekerjaan selesai.

Hak-hak pekerja yang lain seperti cuti, THR, program jaminan sosial, dan lain sebagainya. Hak-hak pekerja seperti disebutkan jarang sekali diberikan oleh pihak pengusaha oleh sebab itu inisiatif dari calon pekerja ketika proses negosiasi sangat diperlukan. 

Salah satu contoh mengenai THR banyak yang beranggapan bahwa pekerja lepas tidak berhak mendapatkan THR, padahal faktanya mereka berhak mendapatkan THR, cara perhitungannya adalah bagi pekerja yang mempunyai masa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih, memperoleh THR satu bulan upah. 

Sedangkan bagi pekerja yang mempunyai masa kerja satu bulan secara terus-menerus tetapi kurang dari 12 bulan, THR-nya diberikan secara proporsional.

Tujuan awal beberapa perusahaan menerapkan kebijakan ini adalah untuk mempromosikan work life balance untuk para pekerjanya. 

Hal ini harus mendapatkan sambutan yang positif sebab selama ini pihak perusahaan hanya memperhatikan kesehatan secara fisik bagi pekerjanya dengan mendaftarkan asuransi kesehatan dan program jaminan sosial lainnya. 

Kesehatan mental pekerja saat ini sudah menjadi perhatian perusahaan bahkan pemerintah dengan diterbitkannya Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2019 Tentang Penyakit Akibat Kerja dimana salah satu penyakit yang disebutkan adalah gangguan mental dan perilaku yang meliputi :

  • Gangguan stres pasca trauma;
  • Gangguan mental dan perilaku lain yang tidak disebutkan di atas, di mana ada hubungan langsung antara paparan terhadap faktor risiko yang muncul akibat aktivitas pekerjaan dengan gangguan mental dan perilaku yang dialami oleh pekerja yang dibuktikan secara ilmiah dengan menggunakan metode yang tepat.

Kita berharap semoga dalam waktu dekat revisi Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 bisa segera dibuat agar dapat mengadopsi perubahan yang terjadi ketika kita sudah memasuki revolusi industrI 4.0 agar pihak pengusaha dan pekerja masing-masing dapat terlindungi hak dan kewajibannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun