Mohon tunggu...
Wahyuni Kamah
Wahyuni Kamah Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis, Pelancong, Praktisi yoga

www.writerwkamah.com

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Pengalaman Tersesat di Munich, Jerman

15 Juni 2020   17:35 Diperbarui: 15 Juni 2020   17:29 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lima belas tahun lalu, para pelancong selalu mengandalkan peta ketika bepergian. Saat itu belum ada smartphone. Jadi, peta adalah kompas para pelancong. Ke mana-mana pelancong harus membawa buku kecil dan bolpen untuk mencatat alamat, nomor telepon atau pun nama orang.

Keadaan tersebut  memang tidak terbayang saat sekarang ketika segala sesuatu dapat diakses di smartphone. Untuk mengingat tempat atau lokasi, sekarang orang bisa tinggal memotretnya dengan smartphone atau untuk  mengetahui suatu lokasi bisa membuka google map di smartphone .

Tiga kali saya tersasar selama saya jalan-jalan di luar negeri, rata-rata karena tidak ingat jalan pulang, yang ketiga kali tepatnya  saya salah jalan. Semua kejadian itu menjadi pelajaran bagi saya untuk mempersiapkan lebih baik lagi kalau mau jalan-jalan.

Bantuan Bangsa Serumpun

Musim semi tahun 2005, saya  terbang ke Jerman untuk mengikuti fellowship dari International Journalisten Program Pertama kali  tiba  di Jerman, saya tinggal di Dresden, Ibu Kota Negara Bagian Saxon atau Sachsen, bersama teman saya warga Jerman. Setelah beberapa bulan di Dresden, saya meneruskan perjalanan ke Munich, Ibu Kota Negara Bagian Bayern atau Bavaria, masih untuk mengikuti program fellowship di Sueddeutsche Zeitung. 

Sudah menjadi tradisi  ketika berada di tempat asing orang selalu mencari saudaranya yang serumpun, begitu pun saya. Karena tahu bakal tinggal di Munich dan sadar kalau tidak mudah mencari tempat tinggal murah di Munich, saya sudah lebih dulu mencari info dari komunitas Indonesia yang tinggal di Munich. 

Dari seorang teman saya diperkenalkan dengan Ibu Tiwi Nitschke--sudah meninggal dunia. Ibu Tiwi menikah dengan pria Jerman dan tinggal di Munich cukup lama. Almarhumah Ibu Tiwi dituakan di kalangan masyarakat Indonesia di Munich. Dari beliau saya dapat info apartemen yang bisa disewakan. 

Apartemen  itu  disewa orang Indonesia yang bekerja di Munich. Kebetulan dia  akan berlibur pulang kampung ke Indonesia. Daripada kosong, ia menyewakannya ke saya. 

Persyaratan apartemennya mencukupi untuk saya: letaknya masih di wilayah kota, bukan di pinggiran dan  ada jaringan internet--waktu itu  jaringan internet masih berupa LAN, belum ada Wifi. Sebetulnya ada tawaran apartemen lain yang lebih murah, tapi letaknya agak jauh dari pusat kota dan tidak ada jaringan internet, saya menolaknya.

Ibu Tiwi pun menghubungkan saya dengan pria Indonesia yang menyewa apartemen itu. Setelah terjadi kesepakatan, saya menetapkan tanggal kepindahan.  Entah mengapa saya lupa namanya. Ia juga memperkenalkan saya ke temannya, mahasiswa Indonesia, yang akan menjadi semacam chaperon bagi saya.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun