Judul Buku: Â Gerakan Kemandirian Pangan Masyarakat Adat Cireundeu Cimahi. Edisi Khusus 1 Â Abad (1918-2018) Masyarakat Adat Sunda Wiwitan Cireundeu (x + 153)
Editor: Â Â Â Rakhmat Hidayat, PhD dan Putri Nurhidayati
Penerbit: Â Â Laboratorium Pendidikan Sosiologi, Universitas Negeri Jakarta
Tahun Terbit: 2018
Kehadiran buku Gerakan Kemandirian Pangan Masyarakat Adat Cireunde Cimahi. Edisi Khusus 1 Abad (1918-2018) Masyarakat Adat Sunda Wiwitan Cireunde  telah  memberikan tambahan bacaan tentang masyarakat adat Sunda Wiwitan yang ada di Jawa Barat.  Sebagian besar literatur tentang masyarakat adat Sunda Wiwitan umumnya membahas masyarakat adat Sunda Wiwitan Baduy yang tinggal di Lebak, Banten.  Buku ini berfokus pada masyarakat adat Sunda Wiwitan yang tinggal di Kampung Cireundeu, Cimahi, Jawa Barat.
Buku setebal 163 halaman ini sedianya diluncurkan tahun lalu bertepatan dengan peringatan satu abad kemandirian pangan masyarakat adat  Sunda Wiwitan Cireundeu, tapi peluncurannya baru terlaksana pada awal tahun ini.  Buku ini merupakan kumpulan hasil penelitian mahasiswa S1 Program Studi Ilmu Sosiologi Universitas Negeri  (UNJ) di Kampung Cireundeu, Cimahi pada 21-24 April 2017.  Editor  buku, Rakhmat Hidayat, PhD, Dosen Ilmu Sosiologi, UNJ , mengemukakan hal tersebut saat peluncuran buku di Kampung Cireundeu pada 12 Januari 2019.
Seperti layaknya laporan penelitian, susunan setiap bab terdiri dari latar belakang, sistematika penulisan, metodologi penelitian, deskripsi lokasi, tinjauan teoritis, dan penutup. Namun, pembagian tersebut tidak seragam contohnya pada  Bab 2 dan Bab 7.  Ada juga bab-bab yang tidak ada sub-bab tinjauan teoritis, dan diganti dengan kerangka konseptual.  Isi untuk sub-bab metodologi penelitian dan deskripsi lokasi ada pengulangan di hampir setiap bab karena tema besar yang diangkat adalah sama: masyarakat adat Cireundeu. Selain itu, penulisan kalimat-kalimat dapat disederhanakan menjadi kalimat yang lebih efektif.
Ada 10 bab dengan 10 tema yang mengisi buku ini. Sebenarnya tema-tema tersebut cukup mewakili isu-isu yang perlu diketahui oleh umum tentang masyarakat adat Sunda Wiwitan Cireundeu mulai dari Strategi Advokasi Masyarakat Sunda Wiwitan Kampung Cireundeu  (Bab 1), Internalisasi Nilai Agama dan Adat di Masyarakat Adat Kampung Cireundeu (Bab 4)  hingga  Kearifan Pangan Lokal di Kampung Cireundeu (Bab 10). Meskipun judul yang diangkat adalah kemandirian pangan, hanya Bab 10 yang secara spesifik membahas tentang masalah pangan lokal.
Metode yang digunakan dalam penelitian mereka adalah metode kualitatif yang mengandalkan wawancara, pengamatan, dan juga studi literatur. Kajian literatur cukup banyak seperti yang terlihat dari kutipan-kutipan dari kajian ilmu sosial atau pun antropologi.  Mengingat setiap bab ditulis oleh kelompok yang berbeda, kualitas penulisan di setiap bab juga menjadi berbeda. Misalnya, sewaktu  membahas pentingnya menjaga lingkungan dengan contoh kejadian runtuhnya gunungan sampah dekat Kampung Cireunde pada 2005, pembahasannya kurang dalam dan terkesan loncat (halaman 59, paragraf ke-3).Â
Mereka yang pertama kali membaca buku ini mungkin akan sedikit  bingung. Sebab, setelah kata pengantar, daftar isi, daftar tabel, dan daftar skema langsung masuk ke Bab 1. Akan menjadi lebih jelas bila setelah kata pengantar ada Sepatah Kata dari editor yang menjelaskan tentang penulisan buku ini, alasan penulisan,  dan mengapa ada perbedaan pembagian sub-bab dan pembahasannya di setiap bab.  Hanya setelah melanjutkan ke bab-2, pembaca baru paham bahwa buku ini adalah kumpulan hasil penelitian mahasiswa.Â
Penulis kata pengantar di buku ini adalah Ira Indrawardana, M.Si.  Dosen Departemen Antropologi FISIP Universitas Padjajajaran. Ira menerangkan tentang  Sunda Wiwitan sebagai penamaan untuk keyakinan atau sistem keyakinan masyarakat keturunan Sunda. Penamaan ini dilekatkan pada beberapa komunitas yang mempertahankan budaya spiritual dan tuntunan ajaran leluhur Sunda secara kukuh. Mereka, di antaranya, Masyarakat Kanekes, Kasepuhan Adat Banten; Kampung Adat Cireundeu, Cimahi;  Kampung Susuru Ciams, Kampung Pasir Garut; dan Masyarakat Adat Karuhun Urang Sunda, Cigugur, Kuningan.