Saya juga heran dengan petugas kereta. Sepertinya, menumpang tanpa tiket di Kerata Api memang diperbolehkan. Hanya dengan membayar Rp 50.000,00 kepada petugas, maka Anda dapat menikmati layanan kereta sama baiknya seperti Anda membayar Rp 150.000,00 sebagai harga tiket di loket. Bukankah ini luar biasa? Apakah memang prosedurnya seperti ini atau memang ini menjadi hal yang biasa sehingga diperbolehkan?
Saya sebenarnya menghadapi dilema jika melihat fakta perkereta-apian di negeri ini. Kalau lihat para pedagang, kok ya kasihan sampai segitunya. Kalau lihat penumpang gelap, ya emang sih sarana transportasinya keknya emang belum mencukupi. Kalau lihat petugas KA yang nrima duit, ya katanya PT KAI merugi. Tapi di sisi lain,, hm....
Dalam pemahaman saya, dengan kekuatan monopoli perkereta-apian oleh PT KAI, seharusnya dan idealnya nggak ada yang namanya rugi bagi PT KAI. Kalau mau menaikkan harga tapi layanannya masih gitu-gitu aja keknya penumpang pun enggan dan makin enggan. Karena, dengan tingginya harga KA saat ini, dan harganya hampir sama dengan tiket pesawat, penumpang akan lebih memilih pesawat yang jauh lebih hemat waktu.
Tak tahulah saya dengan semua itu. Saya hanya bingung dengna fenomena ini. Semoga kita semua mendapat solusi terbaik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H