Baru-baru ini fenomena pelecehan seksual di lingkungan perguruan tinggi begitu ramai dibicarakan oleh masyarakat. Hal ini bermula dari pengakuan beberapa mahasiswa di berbagai universitas yang berbeda. Perlahan satu per satu korban mulai berani untuk bercerita tentang pengalaman yang mereka alami. Akhirnya, kasus demi kasus pun terungkap seiring banyaknya korban yang angkat bicara.
Ironisnya kejadian pelecehan seksual ini tidak jarang terjadi di beberapa universitas ternama di Indonesia, seperti Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Universitas Sriwijaya, Universitas Riau, Universitas Negeri Jakarta, Universitas Brawijaya, dan beberapa universitas ternama lainnya. Tidak hanya itu saja, bahkan kasus pelecehan ini juga terjadi di beberapa perguruan tinggi Islam. Di samping itu, tidak menutup kemungkinan bahwa masih banyak korban di perguruan tinggi lainnya yang belum berani untuk speak up.
Fenomena ini sontak menjadi sorotan banyak pihak karena menuai pro dan kontra. Selain itu, yang membuat permasalahan ini semakin memanas adalah respons pihak kampus yang seolah-olah menutup mata akan fakta yang ada, demi menjaga nama baik kampus tersebut. Beberapa korban yang telah melapor kepada pihak universitas tidak kunjung mendapatkan tanggapan yang memuaskan. Kemudian, tidak ada ketegasan sanksi hukum terhadap pelaku. Alih-alih mendapatkan keadilan, laporan mereka justru diabaikan.
Di sisi lain, ada beberapa masyarakat yang beropini bahwa pelaku pelecehan seksual melakukan perbuatannya sebab adanya dorongan yang muncul karena tingkah laku ataupun cara berpakaian korban. Selain itu, terbentuk juga sebuah persepsi dimana masyarakat berpendapat bahwa perempuan yang mengalami pelecehan seksual seharusnya dapat melawan agar tidak terkesan memberikan kesempatan kepada pelaku. Dari cara pandang tersebut, sebagian pihak justru menyalahkan korban (victim blaming). Padahal menurut survei, perempuan yang berpakaian tertutup ataupun terbuka sama-sama berpotensi menjadi korban dari pelecehan seksual.
Fenomena pelecehan seksual di lingkungan kampus sebenarnya dapat dilihat dari kenaikan data pengaduan kekerasan seksual pada lembaga terkait. Berdasarkan data yang tercatat pada Komnas Perempuan, terjadi peningkatan drastis sebesar 60% dalam kasus pengaduan ke lembaga tersebut, yaitu dari 1.413 kasus di tahun 2019 menjadi 2.389 kasus di tahun 2020. Dan dalam 9 tahun terakhir, kurang lebih ada 45.069 kasus kekerasan seksual yang dilaporkan kepada Komnas Perempuan. Kendati begitu, Komisioner Komnas Perempuan, Maria Ulfah Anshor mengatakan bahwa hanya kurang dari 10% perempuan yang berani melaporkan kasus yang dialaminya.
Sampai sekarang ketidakadilan dalam penanganan kasus pelecehan seksual di lingkungan perguruan tinggi di Indonesia masih sering dijumpai. Tentu ini bukanlah prestasi yang dapat dibangga-banggakan, melainkan tugas besar yang harus segera diselesaikan oleh pihak lembaga-lembaga terkait dan pemerintah. Salah satu bentuk perwujudan upaya mencegah adanya pelecehan seksual di lingkungan kampus adalah dikeluarkannya Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H