Mohon tunggu...
Wiwit Putra Bangsa
Wiwit Putra Bangsa Mohon Tunggu... Lainnya - Lahir di Bandung

Wiwit Putra Bangsa lahir di Bandung. Bekerja sebagai ASN di Bapas Purwokerto sebagai Pembimbing Kemasyarakatan Pertama. Menulis menjadi kebiasaannya untuk mengeluarkan sesaknya segala yang ada di kepala agar tidak terlalu penuh dan berat. Menulis Buku Orang-orang Tersesat (Aglitera, 2021). Cerpennya terpublikasikan di beberapa media. Puisi berjudul Liana menjadi juara satu kompetisi online tingkat nasional tahun 2023 (Kreasi Anak Bangsa)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Residivis, Salah Siapa?

23 November 2021   14:47 Diperbarui: 23 November 2021   15:05 400
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kali ini X tampak kapok. Terlihat dari raut mukanya dengan kerutan menahan sakit yang teramat. Polisi sengaja men-door  kakinya ketika berusaha kabur dan melawan petugas sesaat sebelum dirinya ditangkap.

Sebut saja dia X, residivis spesialis pencurian motor. Ini kali ke-2 dia ditangkap dengan kasus yang sama sebelumnya. Bisa saja dengan pengalaman menahan rasa sakit karena timah panas yang bersarang di kaki X membuat dirinya tobat atau justru lebih kuat. Kebal menahan sakit.

Bukan hanya X, pengulangan tindak pidana tidak sedikit dilakukan para mantan narapidana dengan alasan beragam. Sebutan residivis diambil dari laman   KBBI.Kemendigbud (2016) adalah orang yang pernah dihukum mengulangi tindak kejahatan yang serupa; penjahat kambuhan. Para residivis ini sangat meresahkan masyarakat. Apalagi dengan masifnya media sosial saat ini, perbuatan mereka diberitakan secara cepat sampai ke tangan masyarakat.

Bagi masyarakat yang tidak bisa memfilter berita dengan baik, bisa saja menganggap mantan narapidana sebagian besar pasti akan kembali lagi ke Lembaga Pemasyarakatan. Stigma inilah yang sering kali dicap oleh masyarakat kepada mantan narapidana tanpa terkecuali. 

Padahal tidak semuanya, banyak juga mereka mendulang prestasi seperti menjadi bos pemilik usaha di daerahnya atau menjadi tokoh publik sebuah komunitas penggerak kegiatan positif dengan harap bisa diterima kembali di tengah masyarakat dan menghilangkan stigma negatif. 

Tapi sepertinya berita tertangkapnya kembali mantan narapidana lebih menarik ketimbang kesuksesan mereka yang membuka kedai kopi bagi sebagian masyarakat.

Mantan Narapidana dan Label Masyarakat

Pemberian cap oleh masyarakat terhadap narapidana yang telah bebas ini tidak lepas dari respons alami manusia sebagai reaksi yang diterimanya dengan melihat masa lalu mereka. Rasa takut ini kemudian melahirkan aksi yaitu dengan melabel mantan narapidana mudah menjadi residivis. Kebutuhan akan rasa aman yang menurut Maslow sebagai satu dari lima tingkat kebutuhan dasar manusia. Seperti rasa aman dari ancaman kriminalitas.

Menurut Maslow, manusia akan bertingkah laku sama seperti anak-anak ketika merasa tidak aman, seolah dalam keadaan sedang terancam hingga berusaha keras menghindari hal-hal yang tidak diharapkan.

Perlu adanya edukasi pada masyarakat bahwa mereka juga memiliki peran penting agar narapidana yang telah bebas ini bisa kembali berbaur di lingkungannya dan tidak mengulangi tindak pidana. Salah satunya dengan menghilangkan label buruk tersebut. 

Penerimaan mereka oleh masyarakat dapat membantu memunculkan rasa percaya diri narapidana yang telah bebas karena mereka merasa dirinya diterima kembali seperti keluarga hingga kemudian menciptakan rasa malu pada dirinya jika mengulangi tindak pidana.

Selain itu, memberikan penguatan terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan harus selalu tetap diberikan ketika masih berada di dalam lembaga maupun bimbingan saat integrasi Pembebasan Bersyarat / Cuti Bersyarat agar ada bekal ketika kembali di tengah masyarakat.

Faktor Penyebab

Lalu, mengapa X mau mengambil risiko kembali dengan melakukan kejahatan yang sama. Mungkin jika X memberikan alasan kepada para penyidik bahwa dirinya khilaf, akan ditertawai. Khilaf untuk yang ke-2.

Tidak bisa dilihat dalam satu faktor karena memang banyak unsur yang menyebabkannya. Beragam motivasi mendorong mereka melakukan tindakan tersebut untuk mencapai tujuannya. Ini adalah alasan yang mendasar bagi para residivis, mereka memiliki alasan kuat untuk mencapai apa yang diinginkannya dengan melakukan sesuatu yang dikerjakannya seperti mengulangi tindak pidananya.

Alasan seperti kebutuhan ekonomi, stigma masyarakat maupun faktor pergaulan/lingkungan mungkin saja bisa diminimalisir dengan pengawasan atau pembinaan kepada narapidana dengan memberikan bimbingan yang intens sesuai kebutuhan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun